Jumat, 12 April 2013

Cinta?

Ini adalah sebuah rasa yang ku rasakan begitu dahsyat

Cinta tumbuh begitu deras

Tak sanggup ku menghentikannya

Tak pernah ada perjumpaan

Tak pernah ada sepatah kata terucap

Mengenalnya hanya senuah tulisan

Seperti cintaku kepada baginda Nabi Muhammad

Ku tak pernah berjumpa dengan beliau

Tak pernah mendengar suara beliau

Namun ketika ku mendengar kisah beliau

Langsung ku jatuh cinta kepadanya

Akhlaknya yang mulia

Sebagai penutup para nabi

Sungguh ku memujanya

Begitu pun dengan kamu

Aku tak pernah berjumpa denganmu

Namun ku temukan kamu yang selama ini ku cari

The Jak dan Polisi

Patutkah kita diperlakukan seperti ini? Tim kebanggaan ibu kota tidak layak diperlakukan seperti ini. Setelah berkali-kali melakoni laga usiran di luar kota, kini Persija kita sudah tak bisa lagi menerima dukungan dari supporter fanatiknya yakni The Jak Mania. Terharu sekali kita melihat tim kebanggaan kita diperlakukan seperti ini oleh pihak kepolisian.

Berbagai alasan dikeluarkan oleh pihak kepolisian terkait hal ini. Dari seputar kelakuan supporter Persija sampai alasan politis. Ini sangat mengherankan! Pihak kepolisian menganggap bertugas di Jakarta sama seperti di daerah-daerah lainnya mungkin.

Dalam fungsinya, polisi mempunyai fungsi dalam struktur social masyarakat sebagai pengayom masyarakat, penegak hukum, yaitu mempunyai tanggung jawab khusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menangani kejahatan baik dalam bentuk tindakan terhadap pelaku kejahatan maupun dalam bentuk upaya pencegahan kejahatan. Tugas-tugas polisi adalah berkenaan dengan dengan masalah-masalah social. Masalah-masalah yang ada dalam sebuah masyarakat belum tentu sama dengan masyarakat yang lainnya. Maka dari itu setiap tugas kepolisian berbeda dengan daerah lainnya.

Dari hal tersebut kita harus mengetahui dan mempertanyakan dimana ke profesionalan kepolisian DKI Jakarta dalam mengayomi masyarakat Jakarta. Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan juga perekonomian negeri ini. Permasalahan social di Jakarta pun berbeda dengan daerah-daerah lainnya. Jakarta merupakan lading mencari uang bagi para pengusaha-pengusaha besar. Jakarta banyak berdiri mall-mall mewah, hotel-hotel mewah. Jakarta begitu besar.

Begitu banyaknya kepentingan dan permasalahan di ibu kota tentu saja tidak sepatutnya pihak kepolisian menyingkirkan tim kebanggaan warga Jakarta yakni Persija berlaga tanpa penonton di kandangnya sendiri. Sudah berapa kali hal ini terjadi. Kurang sigapnya kepolisian dalam melakukan pengmanan di Jakarta, akhirnya Persija lah yang menjadi korbannya.
Dilain sisi, kita harus berfikir kritis. Ladang uang disini, mungkin para produsen tidak mau kehilangan pendapatannya dari para “robot-robot tak bernyawa” mereka yang mendatangkan pundi-pundi uang. Akhir pekan merupakan ladang mereka mendapatkan keuntungan dari para konsumennya. Adakah peran para pengusaha dalam menentukan kebijakan kepolisian dalam hal pemberian ijin pertandingan untuk Persija di Jakarta?. Lalu polisi berpihak pada siapa hal ini???

Dengan dalih takut rusuh, takut menimbulkan kemacetan dan hal ini akan mempengaruhi tingkat penghasilan daerah dan investasi asing yang disampaikan oleh para pengusaha membuat kita tidak bisa menikmati dan mendukung tim kebanggaan kita, Persija Jakarta.
#lawaaan….

Senin, 08 April 2013

tersenyumlah

Tampak murung wajahmu
Terbaca, sebuah kepedihan dalam tulisanmu
Sakit ku mendengarnya
Wanita seperti mu tak pantas untuk tersakiti
Yakinlah,
Karena kau pasti berlari
Bejalan ke depan dengan pasti
Melangkah tanpa harus pernah berhenti
Melawan tanpa harus rasa takut
Membuktikan betapa kuatnya tekadmu
Tanpa peduli apa yang pernah terjadi
Tanpa merisaukan orang yang pernah meremehkanmu
Hilangkan luka itu segera
Karena ku sangat ingin
Melihatmu tersenyum
Walau sesungguhnya kita tak pernah bertemu
Suatu hari nanti
Tanpa janji pasti
Tersenyumlah.

Kamis, 04 April 2013

Akhlak dan Ilmu

Terkadang kita sangat gelisah dengan apa yang terjadi belakangan ini. Segala hal keburukan selalu ada setiap harinya, mulai dari korupsi, pemerkosaan, perpecahan, peperangan, penyerangan tempat ibadah, konflik agraria, tawuran pelajar, sampai keributan saat sidang parlemen. Tentunya ini sangat mengerikan bagi bangsa kita yang telah berikrar “bhineka tunggal ika”. Penyakit-penyakit social mulai dari pejabat sampai rakyat jelata selalu menghiasi hari-hari kita. Sampai kapan kita ma uterus-terusan gelisah memikirkan ini?.
Dalam pemikiran Imam Khamaini akhlak merupakan kepemilikan jiwa seseorang atas sifat-sifat tertentu (baik atau buruk) yang dari kepemilikan sifat tersebut memunculkan perbuatan secara mudah tanpa orang tersebut merasa terbebani. Artinya dari perbuatan-perbuatan yang kita tampilkan setiap harinya merupakan cerminan dari jiwa kita, apakah baik atau buruk. Tidak ada orang yang berkelakuan baik namun memiliki jiwa yang buruk maupun orang yang berkelakuan buruk namun memiliki jiwa yang baik.
Misalnya, seorang pejabat pemerintah. Dia selalu saja melakukan hal-hal buruk dalam lingkungan kerjanya. Datang terlambat, saat rapat tidur, sampai pada puncaknya dia melakukan sebuah perbuatan korupsi demi memenuhi nafsu dunianya, dapat dikatakan bahwa pejabat tersebut memiliki jiwa yang buruk, karena dalam jiwanya terdapat kumpulan-kumpulan sifat buruk yang membawa dia terbiasa melakukan hal buruk yang secara dia sadari.
Selalu menjadi pertanyaan dalam diri kita, dalam contoh di atas, bukankah orang-orang yang menjabat dalam pemerintahan atau bahkan bukankah setiap manusia memiliki ilmu?. Tetapi kenapa ketika manusia memiliki begitu banyak ilmu mereka masih saja melakukan kejahatan!. Yang selama ini kita ketahui ialah bahwa ilmu itu adalah cahaya sesuai dengan tuntunan yang ada dalam Al-Qur’an. Kemanakah keusucian ilmu tersebut?. Imam Khamaini menjelaskan bahwa hakikat ilmu adalah bersifat non meteri atau rohani. Karenanya tempat atau pemilik ilmu adalah jiwa atau rohani. Sehingga kita harus menyiapkan jiwa sedemikian rupa agar pengetahuan yang benar bisa diterima dengan benar dan baik. Jika kita memiliki jiwa yang buruk saat menerima ilmu yang benar, maka hasilnya pun akan menciptakan sebuah perbuatan yang buruk begitu pun sebaliknya. Maka dari itu dalam mencari perubahan sedemikian rupa, agar perbuatan buruk yang ada dalam diri kita dan lingkungan kita sedikit demi sedikit hilang, maka kita harus mempersiapkan jiwa kita terlebih dahulu agar memiliki jiwa yang bersih.
Dalam sejarah pola belajar mengajar kita terkadang keliru juga, sejak dini atau sekolah dasar kita telah dikenalkan istilah “carilah ilmu untuk menaklukan dunia”, atau “carilah ilmu sebanyak mungkin untuk memperbaiki diri kita”. Artinya ialah, ketika manusia telah menerima itu secara matang maka mereka akan menggunakan ilmu – yang dalam Al-Qur’an menyebutnya sebagai cahaya – untuk menaklukan dunia. Ketika ada yang menang berarti harus ada yang kalah. Akhirnya manusia dengan ilmunya yang luar biasa tersebut mencoba menghabisi dunia demi memenuhi kebutuhan dunianya. Ini yang sangat saya sayangkan.
Manusia dengan kemajuan ilmu dan modernisasinya mencoba menaklukan dunia dengan cara menselaraskan isi dunia dengan kemauannya sendiri. Kesombongan umat manusia yang amat sangat dahsyat. Ketika manusia ingin menaklukan dunia, lalu yang memiliki dunia Tuhan Semesta alam melawan dan menimbulkan berbagai macam bencana yang ditimbulkan maka umat manusia itu sendiri yang akan merugi. Disinilah dampak dari kesombongan yang telah mengakar sejak kita kecil tentang ilmu. Dan sampai saat ini, kita masih sangat merasakan akibat dari kesombongan kita tersebut. Bahkan bukan kita saja, namun anak cucu kita nanti juga akan merasakan kesombongan kita ini.
Lalu apa yang akan kita harus lakukan dalam melihat hal tersebut agar kelak nanti tidak terjadi lagi kemarahan pemilik alam ini, agar manusia, alam dan pemilik-Nya berjalan beriringan?. Ketika kita sudah tidak sanggup lagi mengubah pola pikir orang tua dan kawan seumuran kita, maka hal paling mudah kita lakukan adalah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para anak-anak yang ada di bawah kita. Jangan sampai kegelisahan kita, kecemasan kita hanya mengakar dalam hati saja. Kegelisahan kita dan kecemasan kita ini harus kita tuangkan dalam aksi nyata. Karena dalam diri anak-anak, mereka akan melakukan apa yang akan mereka lakukan sesuai dengan apa yang mereka lihat.
Intinya hal paling dasar yang harus kita lakukan untuk mempersiapkan perubahan yang lebih baik yang akan terjadi nanti adalah dengan mempersiapkan para generasi mendatang memiliki akhlak yang baik, agar saat mereka menerima ilmu – yang tempatnya ada dalam jiwa – dapat diaplikasikannya dengan baik. Inilah yang dilakukan oleh Imam Khamaini dalam memulai revolusi Iran. Semoga kita dapat mengambil hikmahnya.
Wassalam…!

Menuju 2014 Melalui Kekuatan Sosial Media

Dalam era globalisasi kini social media atau jejaring social di kalangan masyarakat begitu menonjol. Hampir semua kalangan masyarakat menjadi “pemakai” yang bahkan menyebabkan “candu” kepada mereka kebanyakan. Hampir setiap saat, setiap momen, masyarakat menyampaikan aktifitasnya kedalam ruang “baru” tersebut. Sosial media kini telah menjadi “candu” baru di masyarakat kita.
Dalam sebuah data, pengguna internet di negeri kita pada tahun ini mencapai 61 juta orang, sedangkan yang setiap hari mengakses internet khusus social media macem facebook mencapai 51,3 dan twitter yang aktif mencapai 19,5 juta. Ini artinya ada sebuah komunitas baru dalam masyarakat kita yang sangat berpotensi untuk melakukan sebuah “perubahan”. Perkembangan teknologi dan sedikit dibarengi dengan pola konsumsi yang cukup drastic di kalangan masyarakat kita. Selain hal tersebut, perubahan pola pendidikan di sekolah-sekolah yang mengenalkan internet juga ikut mempengaruhi daya konsumsi yang begitu besar di kalangan masyarakat.
Dengan mengingat pada tulisan saya sebelumnya, mengutip dari bahan kuliah yang diberikan oleh Gun-gun Heryanto pada kuliah Sosiologi Komunikasi Massa, Jurgen Habermas menjelaskan tentang public sphere. Ia melihat ini sebagai perkembangan wilayah social yang bebas dari sensor dan dominasi. Maksudnya, yakni semua wilayah yang memungkinkan kehidupan social kita untuk membentuk opini public yang relative bebas. Inilah sebuah komunitas baru yang diciptakan oleh perkembangan teknologi dalam internet. Masyarakat Indonesia kini memiliki ruang baru, ruang yang bebas dari dominasi dan sensor. Ruang yang bisa kita isi dengan “semau” kita. Realitas ini memang sangat menyedihkan, karena sedikit menghilangkan budaya asli ber “social” kita yakni dengan melakukan perjumpaan dengan bertatap muka secara langsung. Melalu perubahan ini, kita tak perlu lagi bertatap muka secara langsung, cukup mengakses internet maka kita akan berjumpa dengan orang yang kita tuju walaupun jarak membentang sangat jauh.
Jika kita terus mempermasalahkan dampak buruk yang diciptakan dari social media ini maka kita tak akan sanggup lagi untuk mencari keuntungan dari apa yang diciptakan oleh sosia media tersebut. Meskipun kenyataannya sangat pahit karena kita telah kehilangan budaya asli kita dalam berhubungan social tatap muka secara langsung yang telah mengakar ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu yang diciptakan oleh nenek moyang kita namun saat ini kita harus membuka mata secara lebar bahwa ada dampak positif yang akan diberikan oleh new media ini. Di dunia barat misalnya, dari kemunculan social media ini, banyak yang menggunakan ini sebagai memecahkan masalah social, seperti organisasi-organisasi nirlaba pada tingkat tetangga, kota, dan regional, dan lembaga swadaya masyarakat pada tingkat global, menunjukan bahwa social media mampu memperkuat fondasi masyarakat.
Di Indonesia pun kita masih teringat gerakan-gerakan yang diciptakan dari social media yang mampu menembus sebuah tembok kuasa yang cukup kuat. Dimulai dari gerakan “koin untuk prita”, selanjutnya ada lagi “cicak vs buaya”, ini menunjukkan betapa besarnya potensi yang ada yang dapat memberikan dampak postif dengan hadirnya internet di Indonesia. Dari realitas yang tak tampak namun mampu menciptakan sebuah kekuatan besar dalam realitas nyata.
Pertanyaan selanjutnya adalah “apakah new media ini mampu memasuki ranah politik?”. Tentunya kita masih mengingat kemenangan fenomenal Jokowi dan Ahok pada Pilgub Jakarta beberapa waktu yang lalu. Pasangan Jokowi dan Ahok mampu menarik suara dari banyak kalangan “ngambang” yakni kalangan muda dan menengah ke atas. Setelah sosok Jokowi yang sangat “membumi” sehingga mampu menarik perhatian kalangan menengah ke bawah, Jokowi berhasil menarik perhatian “kalangan ngambang” tersebut dengan gerakan yang sangat massif di dunia maya. Begitu banyak akun-akun social media yang diciptakan tim sukses untuk menarik perhatian kalangan muda dan menengah ke atas yang begitu dekat dengan akses internet. Dapat dikatakan salah satu faktor yang memperkuat kemenangan Jokowi dan Ahok adalah dari sisi internet.
Pertanyaan sangat besar yang menancap di hati adalah apakah dari sekian banyak “user” internet dapat memberikan dampak yang sangat berarti dalam menciptakan iklim yang positif dalam bidang tatanan masyarakat social dan politik?. Dengan mengambil dari pengalaman yang ada selama ini, internet atau yang sering disebut sebagai new media ini, khusus di negeri kita belum sampai pada tahap bahwa internet sebagai bahan dan pemecah masalah yang ada di lingkungan sekitar kita. Penggunaan internet belum menjadi ruang yang bebas dari dominasi dan sensor dengan anggapan bahwa dengan adanya internet ini dapat menjadi ruang diskusi antar penggunanya dalam melakukan perubahan. Namun yang mesti sedikit disyukuri adalah dalam ranah pengubahan sikap dan perilaku seseorang dalam menanggapi sebuah isu sosial dan politik, para pengguna internet sudah mulai sedikit ada dampak positifnya. Artinya ajakan-ajakan dari para aktivis dunia maya dapat diterima dengan baik walaupun para pengguna internet itu tidak mengerti perihal yang sedang terkait atau yang mereka dukung. Disini pengguna internet masih hanya mengikuti “trend” yang berkembang di dunia maya.
Hal inilah yang mesti dilihat oleh sebuah partai politik maupun para pelaku politik dalam mempersiapkan pemilu 2014 nanti. Mereka harus pintar-pintar membuat trend agar dapat menjadi brand yang dapat dinikmati dengan begitu saja oleh para pengguna internet. Dengan mengacu kepada kemenangan Jokowi di pilgub DKI kemarin, dunia maya telah menjadi media yang sangat potensial untuk meraih dukungan para kaum muda dan menengah ke atas. Inilah kelas mengambang yang harus didekati oleh para kandidat untuk meraih dukungan plus. Kelas merekalah yang sudah sedikit apatis terhadap politik dan sangat berpotensi menambah banyaknya suara yang golput. Meskipun mereka (pengguna internet) hanya ikut-ikutan, namun disini masih ada nilai positifnya, yakni menyelamatkan demokrasi.

Senin, 01 April 2013

Manusia dan Kehendak Bebasnya

Allah menciptakan manusia begitu dahsyat. Menciptakan manusia dengan memberikan kombinasi antara 2 sifat mahluk lainnya, yakni akal dari malaikat dan nafsu dari hewan. Dari kombinasi dua sifat ini Allah mengutus manusia ke bumi sebagai khalifah. Allah tentunya telah memperkirakan apa yang akan terjadi di bumi jika manusia yang memimpinnya, dengan melihat dua potensi yang ada yang diberikan oleh-Nya kepada diri manusia. Dan Allah telah melihat akan terjadi kerusakan, keserakahan, pertumpahan darah dan potensi-potensi buruk lainnya, dan juga Allah telah melihat akan terjadi pula kebaikan-kebaikan yang akan diberikan manusia pada alam sekitarnya. Maka dalam sebuah pendangan ada yang menilai bahwa manusia akan jauh lebih unggul dibanding malaikat jika manusia menggunakan akalnya di atas hawa nafsunya, dan juga manusia akan lebih buruk dibanding hewan apabila menggunakan nafsunya di atas akalnya.
Sifat kedua dari manusia ini sangat berbahaya, hewan hanya mancabik-cabik dan menghabisi musuhnya hanya dalam keadaan lapar dan mendesak, bukan untuk bersenang-senang. Namun manusia ketika melakukan kegiatan dengan menggunakan nafsu di atas akalnya tidak hanya dalam keadaan terdesak/lapar, ada juga yang memenuhi rasa kesenangannya. Bahkan disaat manusia tersebut sudah tak sanggup lagi melakukan perbuatan “jahat” tersebut dia akan mengajarkan kepada manusia lainnya untuk melakukan hal tersebut. Misalnya, dalam era demokrasi ini kita sangat dihadapkan pada kenyataan yang amat sangat pahit. Pelaku politik baik di eksekutif maupun legislative banyak sekali yang terjerat kasus korupsi. Bahkan korupsi kini telah masuk kedalam tubuh partai politik baik ditingkat pusat maupun daerah. Pemberitaan tentang korupsi tidak ada habisnya. Yang satu tertangkap, yang satu lainnya menyusul. Inilah sifat yang lebih berbahaya daripada hewan yang ada di tubuh manusia.
Selanjutnya, yang muncul ada dibenak manusia apakah segala perbuatan manusia tersebut merupakan kehendak Allah atau memang berasal dari potensi yang ada pada manusia?
Dalam QS Al-Balad ayat 8-10 yang artinya, “Bukankah kami telah jadikan untukmu sepasang mata, lidah dan dua bibir, dan kami telah menunjukinya dua jalan”.
Dan juga dalam QS Al-Kahfi ayat 29 yang artinya, “Katakanlah: kebenaran itu dari Tuhanmu, barang siapa yang mau berimanlah ia, dan barang siapa yang mau janganlah ia beriman”.
Dari dua ayat di atas menunjukan betapa besarnya kehendak bebas memilih jalan sendiri yang Allah berikan kepada umat-Nya. Bahkan manusia bukan saja diberikan hak untuk memilih, melainkan wajib untuk memilih. Bahkan disaat manusia itu sendiri memutuskan untuk tidak memilih maka secara tidak langsung ia telah membuat sebuah pilihan. Tentu saja atas kehendak bebas memilih jalannya sendiri manusia bertanggung jawab atas pilihannya. Dalam menghadapi pilihan-pilihan yang menghadang dikemudian hari, bukan serta merta manusia memilihnya dengan “buta” atau “tuli” atau bahkan tanpa “akal”. Karena manusia telah diciptakan dengan dua mata, dua telinga, dan akal yang amat luar biasa bila dimanfaatkan potensinya untuk digunakan agar dapat memilih jalan yang tepat. Dua mata untuk membaca, dua telinga untuk mendengar, kedua pasang tersebut terus kita asah agar akal kita mampu membawa kita melahirkan akhlak-akhlak yang mulia. Karena dalam sebuah literature akhlak merupakan “kepemilikan jiwa seseorang atas sifat-sifat tertentu (baik atau buruk) yang (dari kepemilikan sifat itu) memunculkan perbuatan secara mudah tanpa (orang tersebut) merasa terbebani.”
Jelas sudah “Nikmat Tuhan mana lagi yang mau kit dustakan”. Setelah kita diciptakan dari kombinasi sifat antara malaikat dan hewan yakni akal dan nafsu, Allah juga memberikan sebuah kebebasan pada diri kita untuk memilih jalan kita sendiri melalui anggota-anggota tubuh yang diberikan kepada kita dan juga tentunya kualitas intelektualitas yang amat istimewa pada diri kita. Semoga kita bisa lebih mulia daripada malaikat dn pilihan-pilihan jalan yang kita ambil dapat membawa diri kita mencapai ridha-Nya Allah SWT. Semoga kita termasuk orang-orang yang pengetahuannya lebih banyak, yang jiwanya lebih luas, dan yang dadanya lebih lapang -, lebih rendah hati dan lebih santun.
Wassalam.

Mengenai Saya

Foto saya
bekasi, jawa barat, Indonesia
sedang berproses, sederhana dan membumi. follow twitter: @ojiwae