Selasa, 28 Mei 2013

Peranan Islam dan Menjaga Demokrasi

Perkembangan demokrasi di negeri kita kini semakin memprihatinkan. Baik dilihat dari fungsi normative maupun segi partisipasi pemilih dalam pemilihan umum. Dilihat dari fungsi normative rasanya demokrasi di negeri kita memiliki nilai merah. Fungsi normative dari tatanan pemerintahan yang demokratis adalah menjamin dan melindungi wilayah kebebasan individu, yakni menjamin hak individu untuk menjalankan kehidupan menurut pilihannya masing-masing. Kebebasan individu bukan berarti kebebasan absolute melainkan ia dibatasi oleh kebebasan orang lain. Semua individu dianggap sejajar dalam hak mereka akan kebebasan individu, maka konsep demokratis tentang makhluk hidup adalah apa yang dapat disebut sebagai citra manusia umum.

Dilihat dari partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum, demokrasi juga sudah sangat buruk di negeri kita. Angka golput sudah semakin meningkat ditiap tahunnya. Selain itu juga rakyat sudah cenderung pragmatis dalam menentukan pilihannya, misalnya hanya mau memilih jika di hari pemilihan ada yang memberi uang. Sungguh memilukan. Padahal dalam pemilihan umum, rakyat diberikan kesempatan secara bebas dan kompetitif untuk menentukan arah kekuasaan, tokoh kekuasaa, apakah akan berganti atau meneruskan arah dan tokoh kekuasaan sebelumnya. Satu-satunya cara untuk memperoleh kekuasan dalam sistem demokrasi yaitu melalui pemilihan umum.

Problem besar sedang melanda demokrasi di negeri ini. Kekerasan antar suku, agama, kelompok pemuda kerap kali terjadi. Masalahnya dari yang sepele sampai masalah yang sangat besar. Missal saja, ada konflik yang diawali oleh perbedaan pilihan calon dalam sebuah pilkada atau pun pilgub. Perbedaan ini bisa sampai menyulut amarah kelompok yang pilihannya kalah. Tidak jarang korban berjatuhan, sampai pembakaran kantor pemerintahan setempatpun menjadi amuk masa. Selain itu, ada juga konflik yang terjadi akan halnya perbedaan mahzab dalam beragama. Satu sama lain saling merasa paling benar. Yang mayoritas menindas yang minoritas. Kerugian pun terus terjadi. Negeri ini yang sebagian besar masyarakatnya masih mudah tersulut akan perbedaan, masih mudah menganggap dirinya paling benar, dan paling buruk dalam menghormati kebebasan individu dalam menjalankan hidupnya menurut jalan yang diakuinya paling benar. Masih banyak dari sebagian orang yang memanfaatkan memobilisasi kesetian-kesetian primordial yang memang masih ampuh dalam masyarakat transisi seperti Indonesia.

Begitupun dalam menentukan pilihan siapa yang bakal menjadi penguasa selanjutnya, arah politik apa yang akan dibawa untuk membenahi urusan dalam negeri melalui pemilihan umum rakyat sepertinya sudah ogah untuk berpartisipasi. Ini membuat sistem demokrasi semakin lemah. Dalam demokrasi satu-satunya cara dalam meraih kekuasaan adalah melalui pemilihan umum. Namun jika suara golput lebih banyak ketimbang suara pemenang dalam sebuah pemilihan umum apakah ini kekuasaan itu legitimasi. Secara jumlah suara yang diraih sah, namun jika dilihat dalam teori, kekuasaan tersebut tidak sah. Karena jauh dari kehendak masyarakat.

Lalu apa yang menyebakan masalah ini terjadi? Negeri kita adalah negeri yang besar yang mayoritas penduduknya adalah beragama islam. Hampir 80% lebih muslim tersebar diseluruh penjuru bangsa ini. Menurut index of political right and civil liberty yang dikeluarkan oleh Freedom House, sepanjang tiga dekade terakhir, Negara-negara muslim pada umumnya gagal membangun politik yang demokratis. Menurut Huntington bila orang islam berusaha mengenalkan demokrasi ke dalam masyarakat mereka, usaha itu cenderung akan gagal karena islam, yang sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka, tidak mendukung demokrasi. Huntington berpendapat bahwa kegagalan demokrasi di Negara-negara muslim antara lain disebabkan oleh watak budaya masyarakat islam yang tidak ramah terhadap konsep-konsep liberalisme barat.

Penolakan terhadap pembaharuan pemikiran bangsa Barat oleh umat islam merupakan sebuah kemunduran intelektual yang dimiliki kaum muslim tersebut. Menurut Muhammad Abduh, kemunduran umat islam adalah dipengaruhi sikap jumud. Dalam sikap ini mengandung arti keadaan membeku, statis, berpegang teguh pada adat. Karena dipengaruhi sikap jumud umat islam tidak menghendaki perubahan dan tidak mau perubahan. Begitupun umat islam di Indonesia, mereka enggan sekali melihat positif dari sistem demokrasi ini. Bahkan dari para pelaku demokrasinya pun, kebanyakan mereka malah menghancurkan tatanan masyarakat yang demokratis dan harmonis. Para pelaku politik umat islam cenderung menggunakan “politik identitas” yang sangat jauh dari nilai demokrasi dan wawasan kebangsaan. “Politik identitas” cenderung memnimbulkan perpecahan bangsa. Bahkan tidak jarang pelaku “politik identitas” ini memanfaatkan semangat ummah untuk menghancurkan lawan politiknya. Dengan menyerang dan lebih cenderung pada pengkafiran bagi lawan politiknya yang mengedepankan nilai pancasila dan kebangsaan. Menurut Muhammad Abduh, apabila keluar seratus persoalan dari seseorang yang mungkin saja bisa dianggap kekafiran, namun ia masih mengandung satu persoalan yang bisa disebut masih beriman, maka orang itu dianggap masih beriman dan tidak boleh dituduh telah kafir.

Disisi lain dalam melihat kecenderungan makin sedikitnya pemilih dalam pemilihan umum, disini pun umat islam berperan. Menurut penulis, ini terjadi karena sebagian tokoh islam dan masjid-masjid gagal dalam membangung pemahaman keduniawian. Tidak heran jika kita melihat aktifitas-aktifitas yang ada dalam masjid-masjid, biasanya tokoh umat islam hanya memberikan pemahaman akan betapa nikmatnya surga dan betapa pedihnya neraka. Umat hanya dikenalkan hal-hal seperti itu dan juga tentang cara beribadah, namun umat tidak dikenalkan akan pemahaman keduniawian berupa pemikiran-pemikiran pembaharuan dan kemajuan teknologi. Terjadilah kualitas masyarakat yang rendah akan hal demokrasi. Pengenalan pemikiran-pemikiran pembaharuan dan juga kemajuan tentang teknologi bukan merupakan sebuah hal yang menyimpang dari ajaran agama. Karena, sedari awal, Allah, Tuhan yang diakui kebenarannya oleh umat islam menciptakan manusia untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi ini. Agar dapat mengelola dan memanfaatkan potensi alam untuk kepentingan manusia secara adil. Jadi umat islam harus siap mengikuti perkembangan jaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan juga kemajuan teknologi agar tugas yang diberikan oleh Tuhannya tersebut benar-benar diamalkan dengan sebaik mungkin.

Demokrasi merupakan bukan sesuatu yang sangat menyimpang dari nilai islam. Beberapa intelektual muslim merumuskan titik temu antara islam dan demokrasi melalui pencarian kolektif prinsip-prinsip tentang pengaturan kehidupan. Islam memiliki kesesuaian dengan demokrasi karena adanya koherensi nilai yang ada didalamnya, seperti prinsip persamaan (al musawah), kebebasan (al hurriyah), pertanggung jawaban publik (al ma’uliyyah) dan kedaulatan rakyat atau musyawarah (syura).

Semoga kedepannya, islam dan demokrasi dapat menjadi sebuah kekuatan untuk membangun peradaban negeri.

Wassalam…

Sumber:

Anas Urbaningrum, Melamar Demokrasi (Dinamika Politik Indonesia), (Jakarta: Republika, 2004)

Saiful Mujani, Muslim Demokrat (Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde Baru). (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007)

Ulil Absar Abdalla, ed, Islam dan Barat Demokrasi Dalam Masyarakat Islam (Jakarta, Friedrich-Naumann-Stiftung (FNS) Indonesia dan Pusat Studi Islam Paramadina, 2002)

Rabu, 22 Mei 2013

Kerudung Hati Ialah Perhiasan Perempuan

Belakangan ini, kita melihat sebuah fenomena luar biasa yang terjadi pada perempuan muslim Indonesia. Fenomena tersebut ialah begitu menggeliatnya dan juga disenangi oleh kaum perempuan muslim Indonesia, yaitu sebuah komunitas yang bernama hijabers. Komunitas ini bahkan sampai masuk kedalam universitas-universitas. Komunitas ini mengenalkan kepada muslimah bagaimana menjadi muslimah yang modis/kekinian dalam berpakaian. Berbeda memang dengan muslimah-muslimah yang sudah terbiasa ber hijab sesuai dengan tradisi kaum santri. Namun, perkembangan ini harus diapresiasi dengan baik.

Disetiap perjalanan yang baik dan mulus berkembang begitu pesat selalu ada saja badai yang menerjang. Kaum liberalis sedikit tidak senang dengan perkembangan ini. Seperti biasa dengan dalih tak ada batasan yang jelas dalam islam untuk perempuan menutup seluruh bagian tubuhnya apa lagi jika harus di model kekinian macam hijabers. Bagi kaum liberalis, hijab merupakan sebuah tradisi bangsa Arab yang disakralkan oleh penduduk Indonesia. Dan tradisi itu tidak cocok untuk budaya bangsa kita dan dapat menghambat kemajuan kaum perempuan.

Jika kita kembalikan masalah ini dalam al-qur’an, penjelasannya ada pada surat An-Nur ayat 31 yang artinya “Katakanlah kepada kaum wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya…”. Dari ayat ini memang tidak ada batasan yang jelas untuk menutup seluruh tubuhnya. Yang jelas disini adalah perempuan disuruh menutup perhiasannya. Perhiasan disini pun masih dianggap menjadi polemic oleh sebagian pemikir islam. Bagi sebagian ulama perhiasan itu adalah bagian tubuh dari perempuan yang menarik perhatian dari lelaki.

Pertanyaan selanjutnya adalah, bagian tubuh mana dari perempuan tersebut yang dapat menarik nafsu kaum lelaki? Bagi laki-laki yang satu mungkin yang ini, dan bagi laki-laki yang satu lagi mungkin yang itu, dan setiap lelaki berbeda pendapatnya. Artinya, ada kerelativan bagi kaum pria dalam menilai perempuan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa perhiasan perempuan itu adalah 2 alat vital itu, selainnya bukan.

Bagi saya, perhiasan yang dimaksud dalam surat An-Nur ayat 31 tersebut adalah hati. Yang perlu ditutupi dari perempuan adalah hati. Perempuan harus mentupinya dengan pengetahuan sehingga pada akhirnya dia mengenal dirinya, Tuhannya, dan tentunya lawan jenisnya. Pengetahuan akan membawa perempuan pada ke hati-hatian dalam bersikap, berucap, dan berpenampilan agar dirinya tak mampu menarik nafsu yang berlebihan dari lelaki. Hati jika ditutupi dengan pengetahuan akan membawa perempuan pada sikap ke hati-hatian dan pada tingkat akhirnya mereka kan mencoba menutup dirinya dengan pakaian yang pantas, dan hanya membuka apa yang biasa yang tampak darinya, yakni muka dan telapak tangan.

Dalam sebuah dalil, dikatakan bahwa “apa yang tampak dalam perilaku kita itu menunjukan hati kita”. Maka persiapkah hati kita dengan pengetahuan, agar perilaku kita menjadi perilaku yang berakhlak baik.

Yang benar di mata saya bisa salah di mata orang lain.

Yang salah di mata saya bisa benar di mata orang lain.

Hanya Allah lah yang benar-benar Maha Benar.

Wassalam…

Aku dan Sepenggal Kisah Tentang #PerempuanItu

Entah harus memulainya dari mana. Yang pasti ku terbangun subuh itu. Dingin, syahdu dengan alunan ayat-ayat al-Qur’an yang berkumandang dari masjid-masjid sekitar lingkungan. Ku terbangun dari mimpi yang tak bermakna apapun. Terbangun dari tidur yang diawali dengan kegelisahan. Mahasiswa tingkat akhir yang tak juga lulus kuliah. Aku terbangun dari semua kenikmatan karena ku tak sanggup menahan beban diri yang masih saja mengharap belas kasih orang tua.
Ku ambil wudhu, ku kenakan pakaian takwa dan sarung bersama peci hitam. Subuh ini ingin ku habiskan di dalam masjid, memanjat ridha ilahi. Agar jalan yang ku tempuh tak lah keliru. Seperti biasa, di dalam masjid sudah ada Bapakku dan H. Rosyid. Mereka bersila di sana, memuji ilahi tanpa lelah, memanjat ampun atas kesalahan masa lalunya, meminta berkah atas keluarga yang dipimpinnya, agar anak, cucu mereka kelak menjadi lebih baik dari dirinya. Menjadi hamba yang bahagia dunia akhirat.

Ku pilih barisan paling belakang, ku langsungkan shalat tahiyatul masjid, ku berdzikir sambil menunggu waktu shalat subuh tiba. Memohon akan petunjuk yang lebih cerah, memohon agar ku segera lulus kuliah dan dapat melangkah lebih pasti di hari esok. Alunan ayat suci di dalam masjid membuat suasana semakin khusyuk. Mengingatkan diri ini akan kelalaian masa lalu. Masa dimana ku larut dalam kenikmatan dunia. Masa yang ku lupa akan syukur atas nikmat yang begitu banyak Tuhan berikan. Aku bersimpuh pada Mu Ya Rabb.

Selepas dari subuh berjamaah, entah kenapa pagi ini tak ingin ku lanjutkan tidur. Pagi yang masih sedikit dingin. Pagi yang sudah begitu ramai oleh orang-orang yang lalu lalang berangkat kerja, sekolah, dan entah mau kemana lagi orang-orang tersebut. Pagi yang dingin namun tak menyurutkan kesibukan manusia yang menghuninya.

Berbeda dengan kehidupan diriku. Yang belum lulus kuliah, belum bekerja dan masih menjadi beban kedua orang tua. Aku lebih memilih jalan sendiri menyendiri, menekuni pengetahuan yang panjang yang tiada ujungnya. Aku lebih memilih jalan untuk menjadi seorang yang bermanfaat untuk lingkungan sekitar rumah walaupun hanya menjadi marbot masjid. Aku yang kini tak bernafsu lagi mencari nikmat dunia. Entah kenapa ini terjadi. Tak tahu ku alasannya.

Dunia semakin penuh. Produksi pangan semakin menipis. Keadilan semakin tak beradab. Kejahatan merajalela di mana-mana. Pemerintahan semakin gaduh. Politik tak ada lagi yang menginspirasi. Lalu ku berpikir apa yang akan ku wariskan untuk generasi mendatang? Tak sanggup ku membayangkan apa yang akan terjadi di masa depan. Makanya ku pilih jalan pengetahuan agar bisa sedikit berarti, ku pilih menjadi marbot dan ku ajarkan anak-anak untuk berani adzan dan bersholawat di dalam masjid. Agar mereka kelak menjadi generasi yang mengenal dan mengamalkan agamanya. Ah, sudahlah. Toh inipun tak berarti apa-apa.

Pagi ini ada yang berbeda. Ada secercah harapan dari pengharapan yang sekian lama ku tunggu. Ini memang sebuah permasalahan untuk diriku. Suka menunggu dari ketidakpastian. Itulah diriku. Dia ku kenal sedari dulu tanpa pernah bertemu dan mendengar seucap katapun. Dia yang memang ku sukai. Lagi-lagi entah ku tak tahu apa alasan dari semua ini. Aku tak pernah tahu alasan atas apa yang ku pilih dalam hidupku sendiri.

Tak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya waktu itu. Dia menyapa ku dalam dunia maya. Senang! Oh tentulah betapa senangnya diriku. Pagi ini berasa bintang-bintang bermunculan kembali. Matahari kembali terbenam. Tak lupa bulan yang indahpun segera muncul. Pagi yang seolah menjadi malam yang begitu nikmat bagi seorang pecinta. Pecinta yang sedikit aneh. Menunggu yang tidak pasti kepada orang yang tak pernah ditemui. Pagi seolah menjadi malam panjang bersamaan dengan sejuta mimpi indah bersamanya. Entah.

Semua berawal dari perbincangan yang sederhana. Kami membicarakan yang bukan tentang diri kami. Kami membicarakan hal yang di luar kepribadian masing-masing. Membicarakan hal yang memang tak penting. Terkadang sedikit demi sedikit kami bercerita, dan tentunya bukan hal yang penting pula. Aku selalu berharap dari yang tak penting ini akan menjadi sebuah cerita yang bermakna.

Pagi ini berjalan luar biasa, perbincangan di social media ini sedikit mengubah cerita pagi ini. Sambil ku memahami tentang Etika Politik Islam Imam Khamaini karangan Sayyid Hasan Islami yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, aku juga mencoba memahami sebuah pesan itu. Namun, ini tak berlansung lama, kemudian seketika hening, dia ternyata offline lebih dahulu. Aku mencoba pasrah, sambil terus berharap.

Ku hirup teh hijau panas ini, tak terasa panas, apa karena aku sedang dilanda cinta atau memang aku sudah tak merasakan lagi panas atau dinginnya sebuah minuman. Ku terus membuka lembaran-lembaran buku Etika Politik tersebut. Udara pagi yang masih terasa dingin tak kunjung hilang setelah ku menengguk teh hijau tersebut. Dalam sebuah penjelasannya, Imam Khamaini menerangkan tentang akhlak. Akhlak baginya adalah tentang kumpulan jiwa seseorang dari sifat baik dan sifat buruk, yang dari kepemilikan sifat tersebut melahirkan sebuah tindakan yang bagi pemiliknya tanpa merasa terbebani. Jadi dapat dikatakan, orang yang tingkah lakunya buruk berarti di dalam jiwanya terdapat sifat-sifat buruk begitupun sebaliknya.

Kepemilikan jiwa atas sifat baik sangatlah penting. Selain untuk menghasilkan sebuah perilaku yang baik pula juga ada sisi lain manfaat dari hal tersebut. Ilmu bersifat lahiriah, dan tempatnya adalah ada di dalam jiwa seseorang. Untuk mencapai hakikat keilmua sebagai cahaya maka kita harus terlebih dahulu mempersiapkan jiwa kita dari sifat-sifat baik. Lalu fenomena yang berkembang dalam negeri kita adalah begitu banyaknya pejabat pemerintah baik pusat maupun daerah, anggota DPR pusat maupun DPRD, yang tingkah lakunya menyimpang, sebut saja korupsi. Kenapa ini bisa terjadi? Yang menjadi pertanyaan utama adalah hal tersebut. Bukankah mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan, yang memiliki ilmu begitu luas!. Dalam buku ini terjawab semua. Ilmu hanya akan menjadi cahaya bagi orang dan lingkungan sekitar ketika orang tersebut memiliki jiwa yang terdapat sifat baik. Ya kenapa negeri ini selalu dipimpin oleh orang-orang yang korup, mungkin karena negeri ini sedang krisis pemimpin yang memiliki akhlak yang baik.
Pagi selalu seperti ini, berkutat dengan buku walaupun hanya sebentar, lalu terkadang berpikir dalam hati kapan bisa dapat lulus kuliah. Ya, hidup yang begitu sederhana. Minim aktifitas, minim perjalanan menghirup udara luar. Aku lebih senang di rumah, sendiri menyendiri, menempuh jalan pengetahuan yang panjang tiada ujungnya.

Lelah tubuh dan mataku seketika, ku buka twitter ternyata dia tak muncul juga. Aku lalu larut dalam lelah memutuskan untuk istirahat sejenak walaupun belum sarapan pagi.

Tertidur dalam lelah, lelah yang sangat berarti. Ku puas, pagi ini ku bisa menambah nutrisi positif ke dalam otak ku dengan membaca. Ku puas pagi ini karena aku kembali di sapa oleh dia. Aku puas pagi ini. Entah.

Terik siang ini begitu mencolok ke kulit. Cahaya matahari masuk melalui ventilasi kamarku. Tanpa sadar keringat ku telah bercucuran di kulit ku. Namun, aku merasakan hal yang berbeda. Di siang yang terik, dan keringat ku yang bercucuran, namun dalam mimpiku, aku merasakan sebuah kenikmatan. Entah mimpi tentang apa. Aka tak ingat lagi waktu tersadar.

Ku mengenal dia melalui akun twitter. Salah satu twit nya tentang salah satu klub sepakbola di Inggris di retweet oleh komunitas supporternya di Indonesia. Tanpa sadar aku langsung berkeinginan untuk mem follow dia. Ku baca profil dan isi twitnya ternyata dia fans sejati klub sepakbola tersebut. Ah sungguh.
Di setiap harinya ku menikmati isi twitnya, tentang apapun dan kapanpun. Aku yang tak tahu kenapa ini terjadi. Aku yang tak lagi bisa mengendalikan perasaan.

Saat itu aku belum terlalu mengenal dirinya, maklum saja. Ini hanya sebuah dunia maya. Yang akan selalu maya, yang ruang temunya hanya di maya tersebut. Tak ada ruang temu, yang ada hanya ruang rindu, ruang ingin mengenal dia dengan lebih dalam di ruang nyata.

Ku tak tahu kenapa dia lebih sering muncul di waktu dini hari dalam dunia maya, apa karena dia memang penikmat malam, atau sedang sibuk menlaksanakan tugasnya, atau tentang apapun. Yang aku tahu, di setiap dini hari itu aku berkhayal dengan jelas. Seandainya …

Aku juga tak tahu, kenapa di pagi dan siang hari dia sangat jarang muncul, entah karena dia sibuk bekerja atau kuliah, atau karena memang dia tidak menyukai kehidupan siang, karena begitu banyak orang sibuk menyempurnakan nafsu ke duniawiannya. Yang ku tahu pada waktu siang, di sela lelahku mencari kehidupan, aku berharap cemas dia muncul, entah apa yang dia tuliskan dalam twitland. Kisah . . .

Aku, aku, aku, aku, dan semua tentang aku dalam tulisan ini, aku muak, aku ingin menulis tentang kamu untuk kali ini, wahai kasih (tak sampai).

Twitter siang ini tampak sedikit menghembuskan angin damai yang keluar dari layar handphone ku. Entah ini benar terjadi atau hanya perasaan ku saja. Seandainya benar berarti ku telah gila. Ah sudahlah. Terserah aku mau menilai apa tentang diriku toh juga tidak merugikan orang lain.

Kali ini ada pesan masuk dalam akun twitter ku. Lah ada apa. Ku pikir ku sedang tidak memiliki urusan yang penting dengan orang yang penting. Lagipula aku pun belum menjadi orang penting. Mana mungkin aku memiliki urusan yang penting. Yang lebih penting adalah segera membuka isi pesan tersebut, dari siapa dan untuk kepentingan apa. Penting . . .

Dan ternyata, sungguh aku tak menduga dan tak menyesal, hanya banyak bahagianya siang ini. Twitter kali ini bukan hanya menghembuskan angin damai melalui layar handphone ku, tetapi mampu menghembuskan angin kebahagiaan. Apa yang harus aku lakukan, ternyata pesan dalam twitterku berasal dari dia. Dan, dan, dan, aku berhenti bernapas untuk sesaat.
Dia mengirim pesan malalui twitter ingin meminta no handphone ku. Aku tertawa sendiri, rupanya dia tertarik juga untuk mengenal aku. Hahaha, ini aneh. Aneh memang teramat aneh, setelah sekian lama, ada seorang perempuan dari luar hidupku yang begitu jauh ingin mengenal diriku. Aneh . . .

Setelah sekian lama ku merasakan keanehan dalam siang ini, lalu ku membalas pesan tersebut dengan mengirimkan no handphone ku, dan sedikit berharap akan diberikan pula no handphone nya. Oke. Aku begitu kepedean untuk saat itu.
Dan ada jawaban lagi dalam pesan tersebut, ternyata dia pun mau memberikan no handphone nya kepada ku. Ternyata . . .
Siang yang terik seolah menjadi syahdu, ku suka hari itu dan sampai kapanpun ku suka. 6 April 2013.
Lalu Tuhan memberikan waktu kepada ku kepada hari esok agar aku lebih banyak mengenalnya dan belajar tentang kehidupan darinya. Tuhan apa mau Mu pikirku pada saat itu. Kau telah memaksa ku berharap kepadanya dengan Ke Maha Memakasaan Mu. Tuhan . . .

Waktu-waktu selanjutnya seperti berubah dalam hidupku, kini ada yang ku perhatikan selain buku-buku bacaan ku. Hidupku kini juga sedikit ada getaran dalam hati. Aku selalu bangkit dengan semangat lebih di saat ku merasakan lelah. Sampai kapan pikirku hidupku menjadi penuh bahgia dan cemas ini. Bahagia karena dia selalu ada dalam setiap waktu dan cemas, takut dia akan pergi dan tak akan kembali.

Dia seorang perempuan yang memiliki tekad kuat. Dia banyak mengambil peran dalam hidup ini. Namun, dia tak pernah merasa lelah atas apa yang dia pilih. Bahkan dia tak pernah berhenti sedikitpun untuk istirahat dalam melaksanakan rutinitasnya. Dia bahagia, dengan ke diaanya.

Lulus kuliah, lalu bekerja, dan bertekad mengambil kuliah lagi dalam jurusan yang berbeda. Luar biasa pikirku. Aktifitas yang begitu padat dalam kehidupannya pun tak menyurutkan keinginannya untuk dekat dengan Sang Pencipta. Dia menutup tubuhnya dengan pakaian yang pantas, dia shalat lima waktu, dia mencoba melaksanakan puasa senin kamis dengan istiqamah. Subhanallah . . . semoga Allah selalu melindungi dia dari segala kekecewaan.

Waktu tidurnya sebentar, aktifitasnya begitu padat, dan bermanfaat untuk orang-orang disekitarnya. Tuhan, bolehkah ku sedikit berharap padanya. Sedikit . . .

Dia tak pernah lelah, dia malah menganggap kesibukannya untuk mengabdi kepada orang sekitar dan Tuhannya. Pernah suatu malam, ku temui dia dalam dunia maya tampak begitu kecewa. Aku tahu, jika dia saat itu memang sedang sakit hati. Namun aku berpura-pura untuk tak tahu. Aku hanya berpesan janganlah kau menangis perempuan hebat. Segeralah bangkit. Lalu tanpa sadar aku berpuisi, namun tak ku berikan kepadanya. Ku simpan saja dalam ingatan hati ku.

Lepaskanlah
Tampak murung wajahmu
Terbaca, sebuah kepedihan dalam tulisanmu
Sakit ku membacanya
Wanita seperti mu tak pantas untuk tersakiti
Yakinlah,
Karena kau pasti berlari
Bejalan ke depan dengan pasti
Melangkah tanpa harus pernah berhenti
Melawan tanpa harus rasa takut
Membuktikan betapa kuatnya tekadmu
Tanpa peduli apa yang pernah terjadi
Tanpa merisaukan orang yang pernah meremehkanmu
Hilangkan luka itu segera
Karena ku sangat ingin
Melihatmu tersenyum
Walau sesungguhnya kita tak pernah bertemu
Suatu hari nanti
Tanpa janji pasti
Tersenyumlah.

Begitulah tulisku pada malam itu. Aku sendiri bergetar dalam menulisnya. Tak tahu apa yang sedang dia rasakan di sana sendiri, di pelamunannya. Aku hanya bisa membayangkan. Perih . . .

Mendapat kabar, dia ingin menangis sejenak malam itu, lalu ku ijinkan. Lagi-lagi aku tak mampu membayangkan. Tersedu sekali dia, atas kehilangan itu. Aku tak beranjak dari kursi belajarku. Menanti dia kembali, bangkit. Lalu terdapat pesan kembali dan ku membacanya, dia puas setelah mengeluarkan air matanya. Aku takut mendengarnya.
Setelah malam itu, malam-malam panjang pun kembali muncul. Kita berdua saling bercerita tentang hidup kita masing-masing. Saya semakin mengaguminya. Tenang dan bertanggung jawab pendiriannya. Tak sanggup ku manatap hari esok. Takut, sangatlah takut, takut dia akan beranjak pergi dan tak kembali. Takut . . .

Lagi-lagi aku menulis sebuah puisi untuknya, kali ini karena aku memang jatuh cinta. Aneh memang, tak ada pertemuan namun aku sudah memberanikan untuk jatuh cinta kepadanya. Ku tulis puisi itu penuh dengan pengharapan dan ketakutan. Cinta . . .

Cinta
Ini adalah sebuah rasa yang ku rasakan begitu dahsyat
Cinta tumbuh begitu deras
Tak sanggup ku menghentikannya
Tak pernah ada perjumpaan
Tak pernah ada sepatah kata terucap
Mengenalnya hanya melalui sebuah tulisan
Seperti cintaku kepada baginda Nabi Muhammad
Ku tak pernah berjumpa dengan beliau
Tak pernah mendengar suara beliau
Namun ketika ku mendengar kisah beliau
Langsung ku jatuh cinta kepadanya
Akhlaknya yang mulia
Sebagai penutup para nabi
Sungguh ku memujanya
Begitu pun dengan kamu
Aku tak pernah berjumpa denganmu
Namun ku temukan kamu yang selama ini ku cari

Pada akhirnya, dalam kehidupan ini memang semuanya kita harus serahkan kepada Tuhan. Seperti kaum fatalis pikirku dalam diri. Dalam urusan cinta memang aku tak mampu membacanya. Aku yang sedikit tak percaya akan takdir, kali ini ku serahkan semuanya pada takdir. Cinta sedikit menggoyahkan keidealisan ku.

Satu pesan darinya yang sangat menyangkut dalam diriku ialah “kakak harus segera lulus kuliah, konsentrasi, tak usah memikirkan yang belum menjadi tanggungjawab kakak, jangan sampai lamanya kelulusan kakak menghambat langkah kakak-kakak selanjutnya”. Semenjak itu aku langsung semangat kembali menyelesaikan skripsi. Mencoba kembali menemui dosen terhebatku. Mencoba kembali membuka lembaran-lembaran skripsi. Sungguh . . .

Seiring waktu terus berjalan, seiring ku semakin mencintainya. Mungkin pikiranku sudah tertutupi cinta, sehingga membuat jiwa ku “picik”. Seiring waktu berjalan, kenyataannya dia malah menjauh, seperti yang ku takutkan di awal. Namun dengan ke “picikan” ku karena cinta yang semakin tumbuh, ku menganggap penghindaran dia dari aku karena dia sedang sibuk. Sibuk di kerjaan dan di perkuliahan. Karena awal ku mengenal dia memang seperti itu. Namun . . .

Dan akhirnya waktu menjawab, dia menjauh, jauh sekali. Dia sibuk, sibuk sekali. Tapi dia bahagia, bahagia sekali. Dia selalu tersenyum, manis sekali. Dia tak lagi menangis. Dia bahkan tampak cantik sekali. Dia jauhm sibuk, bahagia, selalu tersenyum, tak lagi menangis, dan selalu tampil cantik bersama kekasih lamanya. Sakit, teramat.

Semoga di waktu ini kamu bahagia, untuk esok dan selamanya bahagia. Dan hari ini aku bersedih, untuk esok dan selamanya berubah menjadi bahagia.

Sampai saat ini tak lagi tersiar kabar. Semuanya berakhir, tapi tidak ke “picikan” ku. Ada sedikit hati yang berkata, dia akan kembali dan bersama padamu selamanya. Maaf, demi Tuhan aku minta maaf padamu dan kekasihmu.

Engkau kini adalah elang yang terbang tak lagi sendiri

Aku akan terus terbang tanpa harus peduli terjatuh dimana

Tuhan, Engkau memang sungguh sedikit aneh.

Kegaduhan Politik Menghancurkan Demokrasi

Menjelang 2014, persaingan partai politik semakin memanas. Setelah KPU (Komisi Pemilihan Umum) hanya 10 partai yang lolos untuk 2014 ini, sudah membuat pertarungan memanas. Banyak partai kecil yang menuduh KPU tidak adil dalam memutuskan peserta pemilu. Dan pada akhirnya, perjuangan partai kecil berhasil meloloskan Partai PKPU dan PBB sebagai peserta pemilu 2014.

Untuk saat ini saja sudah banyak tokoh yang digadang-gadang menjadi bakal calon presiden di 2014. Tokoh ambisius seperti Abu Rizal Bakri, Prabowo dan Megawati masih menghiasi daftar tersebut. Selain itu ada juga tokoh muda yang diprediksi menjadi kandidat, seperti Hatta Radjasa, Gita Wirjawan, dan Dahlan Iskan. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pun dinilai layak menjadi bakal calon presiden. Saat ini, mendekati tahun 2014 bakal menjadi tahun yang melelahkan, persaingan makin tak kenal arah, pertarungan kian kotor, rakyat menjadi jenuh.

Pertarungan politik terlihat dalam kubu internal Partai Demokrat, dimana banyak yang tidak senang dengan mantan Ketua Umum partai, yakni Anas Urbaningrum. Skema dibuat, dengan membuat konspirasi yang menyatakan bahwa Anas terlibat dalam kasus korupsi Wisma Atlet dan Hambalang. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pun menyambut dayung tersebut dengan segera menetapkan Anas menjadi tersangka. Habislah perjalanannya di Demokrat, ia pun mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum. Anas, sosok tokoh muda yang penuh potensi dan prestasi, dipotong paksa masa kejayaannya oleh banyak orang yang tidak menyukainya di Demokrat sebelum 2014. Karena, Anas berpotensi besar meraih dukungan dari akar rumput partai untuk menjadi calon presiden di 2014 nanti.

Saat ini pun sedang terjadi pertarungan antara KPK dan Partai Keadilan Sejahtera. Terbukanya kasus daging sapi impor oleh KPK mampu menyeret nama Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq yang saat ini telah mengundurkan diri dari jabatannya. Bersamaan dengan itu ditangkap pula orang yang diduga dekat dengan Lutfi yakni Ahmad Fathanah. Kasus ini menyeret kemana-mana, seperti aliran dana yang mengalir kepada para wanita (muda).

Namun PKS tidak tinggal diam dalam menghadapi kasus ini. Mereka malah menuduh ada kekuatan besar yang ingin menggembosi partainya menjelang 2014. Dan juga menuduh KPK lamban dan tak adil dalam menangani kasus Wisma Atlet, Hambalang dan tentunya kasus besar macam Century. KPK juga dianggap tidak memiliki pekerjaan lain selain hanya menangani kasu daging impor yang melibatkan PKS. Bahkan KPK dituduh sebagai perampok saat menyita mobil dinas PKS. Perang tiada henti menjelang 2014.

Melihat langkah yang diambil oleh PKS, PKS yang (katanya) partai islam namun orientasi langkahnya mengambil jalur politik bukan mengedepankan nilai etika dalam islam. Mengambil tindakan melawan KPK, berarti PKS melawan people power dan melawan people power adalah menolak sistem demokrasi. Langkah poltis memang seperti itu., dimulai dengan permusuhan terhadap etika dan menginjak-injak moralitas. PKS tak peduli lagi dengan sistem demokrasi.

Tuntutan utama dalam etika islam adalah kita mesti berbicara jujur meskipun itu melawan dan merugikan “kepentingan” kita, tidak melakukan kezaliman, tidak memperalat masyarakat demi kepentingan kita, selalu menjadi pembela keadilan, tidak berbohong, pantang melakukan penipuan, tidak menyembunyikan kebenaran dan seterusnya. Sedangkan PKS mengambil langkah politik, yang aktivitasnya mustahil dilakukan tanpa campur tangan “tangan-tangan kotor” dengan melawan KPK.
Menurut Yuddy Chrisnandi dalam bukunya “Strategi Kebangsaan Satrio Piningit 2014” kini kita tidak lagi menemukan dunia politik yang sering tersenyum dan tertawa, apakah dia oposisi atau penguasa, lantas member contoh negeri ini akan pentingnya etika. Saat ini yang ditemukan adalah contoh-contoh mengerikan. Tentang korupsi dan kelaparan. Tentang ideology dan kekerasn. Tentang peluru dan nyawa. Dan tentang kepura-puraan betapa mereka memiliki kepedulian. Jarang ditemukan tokoh politik mampu berpuisi dan menari. Kata-kata tidak lagi berkerangka, terbang melayang diembus tumpukan berita yang datang silih berganti setiap pagi, siang, petang dan malam hari.

Jika sudah seperti ini, rakyat semakin jenuh, mereka bosan dengan dunia politik. Tidak ada lagi inspirasi yang diharapkan untuk perubahan. pada akhirnya rakyat malas datang ke TPS, angka golput semakin meningkat. Demokrasi kalah, lalu siapa pemenangnya? PKS kah! Mungkin, mereka mempunyai masa yang militant bahkan cenderung bertambah, pemilih mereka tetap, disaat badai menerjang partainya sekalipun. Yang merugi adalah demokrasi dan para pemilih “ngambang”. Lantas apa PKS sengaja membuat gaduh perpolitikan kita, disaat partainya terkena masalah korupsi? Tak ada yang tahu. Yang pasti mereka senang dengan keadaan seperti ini. Rakyat dibuat bosan, demokrasi kalah.

Karena dalam demokrasi, satu-satunya cara untuk memperoleh kekuasaan adalah dengan pemilihan umum. Di dalam menjalankan mekanisme demokrasi, elemen “bebas dan jujur” sangatlah penting. Pada dasarnya setiap orang harus diberikan kesempatan untuk menjalankan haknya, untuk memilih, dan bahwa suatu pemungutan suara adalah tindakan rahasia. Lebih jauh lagi, pemilihan umum merupakan manifestasi kedaulatan. Sedari awal kita telah mempercayai bahwa kekeuasaan berada ditangan rakyat, dan keputusan penguasa tidak sah jika tidak mencerminkan kehendak rakyat.
Struktur perwakilan demokrasi terbentuk lewat pemilihan demokratis sebagai mekanisme control dan mekanisme penyerahan kekuasaan yang menciptakan garis pertanggungjawaban yang jelas. Dalam demokrasi penguasa bertanggungjawab kepada rakyat. Rakyat melalui pemilihan umum dan pilihan, menentukan sosok actor politik, arah politik, dan pada akhirnya, menentukan pemerintahan yang baik.

Namun untuk saat ini, di negeri ini, demokrasi sedang di buat cacat oleh kelompok-kelompok tertentu. Rakyat dibuat bosan, mereka sengaja membuat gaduh, setelahnya rakyat banyak yang golput. Intinya, ialah penguasa tidak ada yang berubah, tokohnya yang tampil hanya itu-itu saja, yang menjabat juga itu-itu saja. Tidak ada lagi peluang bagi rakyat untuk melakukan perubahan dalam sisi actor dan arah politik. Jika rakyat sudah banyak yang golput, artinya penguasa terpilih pun tak lagi merasa bertanggung jawab terhadap kebijakan-kebijakannya. Mereka memanfaatkan ini.

PKS sedang membuka jalan, mengahancurkan pemilih yang “gamang” sehingga menghilangkan pasokan suara ke partai-partai yang memiliki basis masa lemah.
Salam untuk negeriku…

Mengenai Saya

Foto saya
bekasi, jawa barat, Indonesia
sedang berproses, sederhana dan membumi. follow twitter: @ojiwae