Senin, 07 September 2015

Robohnya Rumah Kita, Persija Jakarta

Belum lama Stadion Lebak Bulus resmi rata dengan tanah. Sudah dua kali Persija dan Jakmania kehilangan “rumah”nya. Pada jaman Sutiyoso dahulu, Stadion Menteng yang menjadi korban pembangunan pemerintah DKI Jakarta. Sama seperti kasus sebelumnya, janji-janji untuk membangun stadion penggantipun belum terealisasikan sama sekali.

Begitu banyak momen yang tak bisa dilupakan dari Stadion Lebak Bulus. Siapa yang tidak ingat gol-gol spektakuler dari Luciano Leandro yang berhasil menceploskan bola dari tendangan sudut. Siapa yang sudah lupa tentang gol Ismed Sofyan melalui jarak hampir setengah lapangan. Selain itu ada juga sapuan bola dari kiper Mbeng Jean yang melewati atap tribun VIP. Dan mungkin satu yang tidak bisa dilupakan oleh seorang Bambang Pamungkas. Dirinya hampir saja pensiun muda tatkala mendapat hadangan yang keras dari kiper lawan.

Banyak hal yang masih diingat dari stadion di sudut Jakarta Selatan tersebut. Dari nama-nama beken sampai nama semacam Andi Supendi, Mulky Hakim dan Supaham pernah mengenakan seragam Persija Jakarta untuk bertarung menhadapi tim lawan. Sudah sangat lama kita hadir di stadion tersebut memberikan dukungan untuk tim kebanggaan. Kini sudah menjadi debu yang menyesakkan dada.

Romantisme ingatan kita tentang Lebak Bulus belumlah cukup selesai. Setelah “rumah” nya rubuh kini sang pemiliknya kandas pada Piala Presiden. Anak asuh Rahmad Darmawan harus angkat koper lebih cepat dari target yang diberikan oleh manajemen. Bahkan, Bepe cs hanya mampu mencetak satu gol kegawang lawan. Rasa kecewa pasti ada pada diri pemain maupun pada diri Jakmania masing-masing.

Macan Kemayoran seperti loyo, kehilangan motivasi dan kebingungan akan kemana mereka bermain. Kalah telak 0-3 dari Bali United, ditahan imbang 1-1 dan 0-0 melawan Persita dan juga Mitra Kukar tak membuat mereka lolos kebabak delapan besar. Publik pun tak bisa dengan mudah menyalahkan pemain dan jajaran pelatih. Persiapan mereka yang singkat ditambah pula masalah penunggakan gaji dari manajemen, seakan membuat payah anak-anak Macan Kemayoran.

Manajemen seakan terus kesulitan untuk memenuhi kewajiban mereka kepada pemain. Hampir setiap musimnya, Ferry Paulus dan jajarannya gagal menyelesaikan kewajiban mereka kepada para pemain. Berbagai alasan mengemuka dari mulut mereka, untuk saat ini mungkin masuk akal karena liganya yang diberhentikan oleh Pemerintah sehingga mereka kehilangan pemasukan dari penjualan tiket dan juga dari pihak sponsor.

Pemainpun semestinya tak bisa menganggap remeh ketika mereka harus mengenakan jersey Persija. Bagaimanapun juga, Jakmania selalu hadir menemani mereka berlaga. Termasuk pada gelaran Piala Presiden kali ini. Coba lihat tim-tim lain, tak banyak supporter mereka yang hadir menemani timnya bertanding, apalagi harus menyeberang pulau dan menempuh jarak yang cukup jauh apabila ditempuh melalui jalur darat. Rasa bangga dan terima kasih patut kita sampaikan kepada mereka yang telah hadir langsung memberikan dukungan untuk Persija meskipun hasilnya mengecewakan.

Hal lain yang tak bisa dipungkiri oleh para pemain adalah tentang satu bintang yang berada di atas lambang Persija. Bintang tersebut ialah pertanda bahwa Macan Kemayoran sebagai pemilik klub yang pernah meraih 10 gelar di level tertinggi sepak bola tanah air. Meski gelar yang kesepuluh diraih pada tahun 2001 silam. Sudah selayaknya bintang tersebut memiliki arti yang mendalam, bukan sekedar bintang yang menandakan baru satu kali juara. Tentu menjadi sebuah kehormatan bagi para pemain dan manajemen dapat menjadi bagian dari Persija Jakarta.

Rubuhnya Lebak Bulus rupanya menjadi awal bagi kesan buruk yang dicapai oleh Persija di Piala Presiden. Kegagalan tersebut pun ditanggapi dengan berbagai pendapat dari kalangan Jakmania. Terlebih oleh mereka yang hadir langsung di Bali.

Kita tak bisa berasumsi buruk kepada pemain. Sah saja mereka mengatakan kalau mereka bermain setengah hati karena manajemen telat membayar gaji. Namun sebenarnya kita pun bisa mengatakan, “apakah hal tersebut hanya alasan semata untuk menutupi kemampuan mereka yang bermain di bawah level dari pemain lawannya?” Sekali lagi, itu adalah hal yang rumit. Coba kita lihat; Bepe, Ismed, Andritany, Ramdani dan Amarzukih merupakan sederet nama yang setia dengan Persija. Ditambah beberapa pemain lain yang datang dan pergi membela lambang Monas di dada. Meski mereka tahu tim sedang dalam keadaan sulit namun mereka tetap kembali dan berjuang demi menjaga nama baik Persija di kancah persepak bolaan tanah air.

Lantas siapa yang patut di salahkan? Pertanyaan itu seakan sudah bosan berada di dalam kepala Jakmania. Dan jawabannya sudah pada mengetahuinya.

Menuntut Ferry Paulus mundur menjadi topic hangat yang perlu dibicarakan. Namun hal itu belum tentu menyelesaikan masalah. Siapa yang mau menggantikan posisinya dikala kondisi tim seperti ini. Baik sudah dilakukan atau belum, membuka neraca keuangan kepada PP Jakmania dan juga komunitas-komunitas supporter yang ada sudah seharusnya dilakukan oleh manajemen. Pendapatan dari penjualan tiket yang tidak sedikit ditambah lagi masukan dari pihak sponsor perlu di utarakan. Catatan-catatan jumlah penonton disetiap laga kandang Persija musim-musim lalu juga perlu disampaikan. Selain itu ada juga pemasukan dari keuntungan yang diraih dari Persija Card. Menanti langkah selanjutnya dari manajemen sudah sangat ditunggu oleh kita semua yang mencintai Persija.

Yang terakhir, sejauh apapun langkah pemain pergi. Sebenci apapun kita terhadap kekalahan. Kalau sudah cinta, kita semua pasti akan pulang kerumah, yakni Persija Jakarta.

Sumber foto: jakonline.asia

Kamis, 03 September 2015

Persija Tetaplah Menjadi Sebuah Kebanggaan

Saat ini Persija Jakarta sedang menghadapi tekanan yang begitu berat tatkala harus meminum pil pahit pada laga perdana Piala Presiden. Kalah telak 0-3 oleh pasukan Indra Sjafri, anak-anak asuh Rahmad Darmawan dituntut harus menang pada dua laga berikutnya. Tentu bukan hal mudah juga untuk memenangi pertandingan melawan Mitra Kukar, partai kedua melawan Persita Tangerang tim kebanggaan The Jakmania gagal memetik poin maksimal. Namun, pada laga berikutnya menghadapi tim kuat macam Mitra Kukar akan terasa sulit meski segala kemungkinan masih bisa terjadi.

Dibalik kegegalan skuad Macan Kemayoran di laga perdana melawan Bali United dan ditahan imbang oleh Persita Tangerang 1-1, serta isu-isu tak sedap yang menghembus kepermukaan media mengenai masalah-masalah yang menghinggapi dalam tim, masih ada beberapa kebanggaan yang tersisa dalam tubuh Persija Jakarta saat ini. Sampai saat ini Persija masih menjadi tim papan atas dengan segudang prestasi di masa lalu yang tak mampu dibeli oleh klub manapun. Dengan mengoleksi 10 gelar di kancah persepakbolaan tanah air, Bambang Pamungkas cs masih lebih unggul dengan klub-klub di Indonesia, meski terakhir kali menjuarai Liga Indonesia pada tahun 2001 yang lalu.

Kini dibalik badai yang terus menerjang, ada beberapa nama pemain yang terus ikut mendampingi Persija Jakarta. Padahal mereka mendapat kesempatan yang lebih besar untuk membela klub lain, namun pilihan bertahan bersama Persija tetap mereka ambil. Sebut saja dua pemain muda potensial tanah air, macam Andritany dan Ramdani Lestaluhu. Dua nama ini cukup akrab ditelingan Jakmania. Soliditas dan loyalitas mereka untuk tim tak perlu diragukan. Meski Ramdani sempat bergabung dengan Sriwijaya FC satu musim lamanya, dia memilih kembali membela klub berlambang Monas di dada.

Lain lagi dengan yang dialami oleh Ramdani, Andritany salah satu kiper terbaik tanah air saat ini pernah memilih untuk tidak membela klub manapun dikala Persija mengalami masalah besar. Sempat digoda oleh beberapa klub lain dirinya lebih memilih menunggu permasalahan dirinya dengan manajemen terselesaikan. Dan akhirnya ia bergabung kembali bersama skuad Macan Kemayoran.

Hal yang sama pun dialami oleh dua pemain senior Persija Jakarta. Ismed Sofyan dan Bambang Pamungkas memiliki cerita yang sama dengan Anritany dan Ramdani. Ismed, yang sempat diisukan akan membela klub lain beberapa musim lalu akhirnya lebih memilih kembali membela Persija Jakarta. Padahal isunya waktu itu dirinya tinggal selangkah lagi bergabung dengan klub lain. Namun ia kembali memakai seragam bernomor punggung 14 di jersey oren milik kebanggaan warga Jakarta.

Namun hal yang begitu dikhawatirkan oleh publik Jakmania tentang ditinggalkannya mereka oleh sang ikon klub menjadi kenyataan. Musim lalu Bambang Pamungkas lebih memilih bergabung dengan klub Pelita Bandung Raya. Tidak cukup sampai disitu, Bepe akhirnya dengan jiwa professionalnya mampu menjebol gawang Persija Jakarta, baik main di Bandung maupun Jakarta. Hal tersebut tentu menjadi cerita yang mendalam bagi dirinya dan juga para Jakmania. Tapi hal itu tak kembali lagi pada musim ini. Bepe akhirnya kembali mengenakan seragam Persija dengan nomor miliknya yang khas yaitu nomor 20.

Mungkin saat ini bagi sebagian orang Persija sudah kalah kelas dan pamor dengan tim-tim lain di Indonesia. Namun bagi sebagian lainnya Persija Jakarta lebih dari segalanya. Empat pemain di atas menjadi contoh. Mereka lebih memilih tetap dan kembali lagi untuk membela tim yang bermarkas di ibu kota. Selain empat nama tersebut ada juga nama-nama lain yang lebih memilih tetap di Persija, salah satunya Amarzukih yang telah bergabung sejak 2010.

Semoga apa yang sedang terjadi di dalam tubuh tim cepat selesai dan dapat mengembalikan sebuah kejayaan di masa yang mendatang. Karena Persija tak pernah sendiri, ada The Jakmania yang selalu setia dan sedia mendukung tim kebanggaannya bertanding di manapun berada. Contohnya saat Piala Presiden kali ini mereka hadir langsung ke Bali mendampingin tim kebanggaannya sampai pertandingan terakhir melawan Mitra Kukar. Akhirnya, Persija tetaplah menjadi sebuah kebanggaan bagi mereka yang mencintainya.

Sumber gambar: Diambil dari website http://persija.co.id/

Mengenai Saya

Foto saya
bekasi, jawa barat, Indonesia
sedang berproses, sederhana dan membumi. follow twitter: @ojiwae