Rabu, 28 Desember 2011
media saat ini (mati)
Perkembangan media saat ini sudah cukup signifikan. Apalagi setelah tumbangnya rezim orde baru. Televise, radio dan media cetak jangan di tanyakan lagi jumlahnya. Begitu banyaknya sumber informasi yang bisa di dapat oleh masyarakat pada masa kini. Negeri kita sedang demam menciptakan media. Banyak pengusaha kini merambah ke industry media. Media menurut saya pribadi merupakan ruang di mana kita bisa mendapatkan kebebasan, menyampaikan aspirasi dan juga ruang kegelisahan terhadap pemerintah. Tetapi di dalam kebebasan kita itu masih terdapat hak-hak orang lain yang harus kita patuhi. Kita harus bisa menampilkan tayangan-tayangan yang mampu merusak moral anak-anak kecil. Jangan tampilkan tayangan-tayangan yang berbau seksual, kekerasan, dan yang berbau rasis. Hal-hal tersebut saya tekankan pada televise karena hampir dari 60% penduduk Indonesia adalah penikmat televise. Sedangkan di media cetak hanya sekitar 40% pembaca. Ini karena kurangnya budaya baca yang melanda masyarakat kita. Lagipula control di media catak saya rasa lebih ketat di bandingkan di media elektronik. Yang menjadi konsen saya dalam tulisan ini adalah bagaimana dunia pertelevisian di kita itu sudah mati. Kenapa saya anggap sudah mati, jika dilihat dari nilai demokrasinya sudah tidak ada. Control terhadap pemerintahlah yang sudah sedikit agak renggang. Stasiun televise kita sudah terlalu banyak menampilkan hiburan-hiburan yang terbilang sudah melewati batas. Lawakan-lawakan, sinetron, reality show, prime time dan ajang pencari bakat sudah hampir memenuhi acara-acara yang disajikan stasiun televise kita. Lawakan yang sudah terlalu kebablasan, terkadang menampilkan pelecehan, menampilkan orang yang sedang merokok dan mabuk-mabukkan yang notabennya di larang oleh komisi siaran di kita. Terkadang hal-hal tersebutlah yang lepas dari pengawasan kita. Terlalu bahaya bagi kondisi psikologis anak-anak kita. Dilema memang ketika kita mengkritik tayangan-tayangan tersebut, karena sudah manjadi konsumsi yang menarik bagi para penonton kita. Ketika dua raksasa pertelevisian kita yang tergabung kedalam corporation tersebut selalu menayangkan hal-hal di atas. Karena telah dianggap menjadi hiburan oleh para kaum menengah ke atas dan kaum menengah ke bawah di antara kepenatan mereka terhadap kerasnya dunia. Yang perlu menjadi perhatian adalah ruang kebebasan di media saudah terlalu jauh. Banyak yang terlupakan tentang sejatinya kebebasan itu lahir. Bukan hanya untuk menampilkan hiburan saja melainkan untuk control terhadap pemerintahan. Ruang control terhadap pemerintahlah yang memang sudah agak sedikit terlupakan di stasiun televise kita. Hanya ada dua satasiun tv yang setia mengontrol pemerintah, TvOne dan MetroTv ini pun kedua pemiliknya memiliki agenda di tahun 2014 untuk maju menjadi RI1. Tentunya dari banyaknya hiburan yang disajikan membuat kita semakin lupa bahwa kondisi Negara kita sudah tidak begitu baik. Perekonomian yang tidak simbang, korupsi yang terus merajarela, hukum yang semakin tebang pilih. Jika memang ini sudah terlupakan oleh kita maka akan semakin tenang kekuasaan yang di jabat oleh SBY. Mungkin ini memang sengaja terjadi, ada kesepakatan lain di balik semakin lepasnya control terhadap pemerintah yang disajikan oleh media pertelevisian. “Semakin sedikit anda menyangkan berita tentang kondisi negeri ini, semakin leluasa anda lepas dari control kami.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengenai Saya
- ahmad fauzi
- bekasi, jawa barat, Indonesia
- sedang berproses, sederhana dan membumi. follow twitter: @ojiwae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar