Selasa, 10 April 2012

Demokrat dan SBY vs PKS

Pemerintahan SBY periode yang ke dua ini sudah hampir berjalan tiga tahu. Isu politik yang melibatkan pemerintahan beliau terus bergulir. Pemerintahanpun isunya sempat akan digoyang keberadaannya ketika begitu banyak permasalahan Negara ini semenjak dipimpin oleh beliau. Kepemimpinan SBY yang dianggap lambat dan cenderung kearah pencitraan menjadi warna pemerintahan selama ini. Kurangnya sikap tegas dari beliau membuat negeri ini semakin rapuh. Bukan hanya berada di pemerintahan kepemimpinan beliau yang diragukan, di dalam partai koalisi pun kepemimpinannya beberapa kali patutu kita pertanyakan ketegasannya.

Kita tidak perlu lagi menanyakan berapa kali sikap partai koalisi yang berlawanan dengan pemerintahan SBY. Sejak pencalonan dirinya dan Boediono pun partai anggota koalisi sudah ada yang membangkang. Apalagi setelah bebrapa tahun berjalan pemerintahan SBY. Dari sikap pengusutan kasus Bank Century dan yang baru-baru ini ialah rencana penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diusung oleh pemerintahan SBY semuanya mendapatkan sikap berlawanan dari salah satu anggota partai koalisi. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lah yang sangat lantang sikapnya dalam mengambil keputusan yang berlawanan dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemerintah. Labih dari 3 kali sikap PKS seperti ini dalam pemerintahan SBY-Boediono. Dan lebih dari tiga kali pula Partai Demokrat meminta kepada Bapak Presiden untuk mengeluarkan keanggotaan PKS dari partai koalisi pemerintahan. Dan lebih dari tiga kali pula SBY gagal bersikap dalam menghadapi PKS yang sering kali membangkang dari keputusan yang dibuat oleh pemerintah.

Dalam beberapa kesempatan PKS selalu mengatakan koalisi yang disepakati masuknya partai ini ialah kesepakatan yang dibuat oleh PKS dan SBY bukan dengan Partai Demokrat. Jadi, selama SBY tidak meminta atau memutuskan agar PKS keluar dari koalisi pemerintahan, PKS tetap akan berada dalam koalisi walaupun sikapnya selalu berlawanan dengan apa yang dibuat oleh pemerintah.

Kita semua tidak tahu apa saja yang telah disepakati oleh SBY dan PKS selama negosiasi politik berlangsung pada waktu itu. Tujuan dari negoasiasi tentunya adalah tercapainya kata sepakat yang di dalamnya terkandung kesamaan persepsi, saling pengertian dan persetujuan dan tercapainya kondisi saling menguntungkan, di mana masing-masing pihak merasa menang inilah tujuan dari negosiasi yang dijelaskan dalam mata kuliah komunikasi politik yang diberikan oleh Gun-gun Heryanto. Selain itu dijelaskan pula apa saja pokok yang ada dalam negoasiasi. Yang pertama adalah best alternative to a negotiated agreement yakni langkah-langkah atau alternative-alternatif terbaik yang akan dilakukan oleh seorang negosiator bila negosiasi tidak mencapai kesepakatan. Misalnya pada permasalahn yang ada pada tubuh partai koalisi pemerintahan antara PKS dengan SBY dan partainya yakni Partai Demokrat. Alternative yang diberikan dalam permasalan ini misalnya memutuskan sebuah kebijakan yang melarang PKS untuk membelot kembali apabila ada sebuah kebijakan baru yang akan di buat oleh SBY selaku presiden. Jika membelot kembali, PKS akan diberikan alternative oleh SBY dan Partai Demokrat untuk keluar dari koalisi pemerintahan. Ini tentunya akan menentukan sebuah sikap batu dari PKS dalam menjalani perpolitikan di dalam koalisi. Namun selama pemerintahan berjalan, PKS sudah beberapa kali membelot dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Yang kedua adalah reservation price yaitu nilai atau tawaran terendah yang dapat diterima sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi. Setelah pemilu legislative berlangsung, PKS adalah partai pertama yang bergabung ke dalam barisan untuk mencalonkan SBY sebagai presiden untuk kedua kalinya pada pilpres 2009. Namun, SBY dan Partai Demokrat lebih memilih menyandingkan SBY dengan Boediono sebagai pasangan capres dan cawapres. Ini tentunya akan merugikan PKS sebagai partai pertama diluar Partai Demokrat yang mendukung SBY sebagai presiden. Umumnya, SBY lebih memilih kader dari PKS sebagai calon pendampingnya dalam pilpres itu, tetapi SBY lebih memilih sosok Boediono yang dianggap mampu membawa perekonomian negeri ini kea rah yang lebih baik. Ketika ini terjadi, reservation price terjadi. PKS meminta kepada SBY agar kadernya menjadi pendamping di pilpres, namun Boediono yang lebih dipilih sebagai pendampingnya. Dan kesepakatan terendahnya ialah PKS tetap berada dalam partai koalisi dan diberikan empat jatah kursi menteri di pemerintahan.

Seiring berjalannya pemerintahan SBY dan Boediono berlangsung. Beberapa kali PKS berakselerasi di perlemen dengan sikap yang berlawanan dari yang dibuat oleh SBY. Dan membuat PD geram dengan melihat sikap PKS yang seperti ini dengan beberapa kali meminta agar SBY mengeluarkan atau memutus satu jatah menteri yang diberikan untuk PKS. Dan sikap PKS sendiri merasa dia tidak melanggar apapun yang telah disepakati dengan SBY semasa waktu negosiasi dahulu. Dari seringkalinya sikap membandel yang dilakukan oleh PKS ini menghasilkan diputusnya satu jatah menteri yang diberikan untuk PKS. Namun ini bukan menandakan ketegasan yang diberikan oleh SBY, disaat yang bersamaan menteri dari Partai Demokrat pun jatahnya dikurangi satu. Mungkin ini yang disebut dengan kesepakatan terendah dalam sebuah negosiasi.

Dan yang ketiga adalah zona of possible agreement (ZOPA) yaitu suatu zona atau area yang memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam proses negosiasi. Dari fenomena yang terjadi diperpolitikan pemerintahan SBY dan partai anggota koalisi, PKS sering kali membelot dari kebijakan yang dibuat SBY. Ini menyebabkan Partai Demokrat selaku partainya SBY meminta kepada SBY untuk mengeluarkan PKS dari koalisi pemerintahan karena akan menyebabkan rencana-rencana SBY dalam membangun negeri ini akan terhambat oleh sikap PKS yang seperti itu. Namun disisi lain, PKS menganggap sikannya tersebut bukan sebagai sebuah pembangkangan terhadap kepemimpinan SBY. Karena apa yang dilakukannya dianggap sebagai sebuah keputusan yang membela hak-hak rakyat sesuai dengan kesepakatan yang dahulu pernah disetujui antara PKS dan SBY. Namun SBY lebih memilih untuk tetap mempertahankan PKS tetap berada dalam barisan koalisi. Dalam sikapnya yang mengurangi menteri PKS dalam pemerintahan bukan dianggap sebagai hukuman dari sikap membandelnya PKS. Karena disaat yang bersamaan jatah menteri Partai Demokrat pun dikurangi. Dan kedua menteri tersebut digantikan oleh tokoh professional. Ini lebih dapat dianggap sebagai memberikan jalan kepada para professional untuk lebih dapat berbicara banyak dalam pemerintahan.

SBY Dan Demokrat Kalah Dalam Bersikap

Jika kita melihat dari beberapa hasil analisis diatas, maka kita dapat katakan apabila melihatnya kedalam kuadran negosiasi ini termasuk kedalam kuadran akomodasi. Kuadran akomodasi adalah salah satu pihak tidak mendapatkan hasil atau sangat kecil dari rencana yang diharapkan, sementara pihak lain mencapai seluruh atau sebagian besar. Pihak pertama (PD dan SBY) berada dalam posisi mengalah atau mengakomodai kepentingan pihak kedua (PKS). Dalam kuadran ini, PD dan SBY lebih memilih sikap mengamankan kondisi perpolotikan nasional. Mereka lebih mempertahankan PKS tetap berada dalam koalisi pemerintahan. walaupun beberapa kali PKS membelot dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh SBY. SBY disini tampak sebagai presiden yang lemah tidak mau mengahadapi kesilitan atau masalah yang lebih besar jika PKS dikeluarkan dari koalisi. Disini kita melihat PKS lebih perkasa dalam pemerintahan dibandingkan dengan kepemimpinan SBY.

Wassalam….!!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
bekasi, jawa barat, Indonesia
sedang berproses, sederhana dan membumi. follow twitter: @ojiwae