William S. Maulsby, yang dikutip oleh Djuroto dalam bukunya Manajemen Penerbitan Pers, menyatakan berita adalah, “sebagian suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta, yang mempunyai arti penting dan baru terjadi dan dapat menarik perhatian pembca kabar dan memuat berita tersebut. Dari definisi ini dapat dikatakan, bahwa berita itu adalah uraian atau peristiwa atau fakta kepada masyarakat secara benar dan dapat dipercaya serta mempunyai arti penting dalam suatu berita dan dapat menarik perhatian atau minat pembaca surat kabar, dan suatu berita tersebut harus memiliki nilai berita yang sangat penting dan apakah berita tersebut layak dimuat atau tidak.
Selama ini berita yang disampaikan oleh media elektronik maupun media cetak hanya dianggap sebagai sebuah representasi dari kenyataan. Kenyataan itu ditulis kembali dan ditransformasikan lewat berita. Ia bisa mengesampingkan keberpihakan dan pilihan moral sehingga apa yang diungkapkan murni fakta, bukan penilaian individu.
Pada dasarnya kita melihat isi berita benar-benar apa yang terjadi di lapangan saja, tanpa menyadari isi berita tersebut telah dimasukkan pandangan-pandangan wartawan. Naskah berita biasanya kita anggap sebagai realitas murni tanpa ada unsure pandangan tersendiri dari wartawan. Wartawan cenderung memasukkan pendapat pribadinya kedalam sebuah teks berita.
Dalam pandangan konstruktivis wartawan tidak bisa menyembunyikan keberpihakannya, karena ia merupakan bagian intrinsic dalam pembentukan berita. Di sini wartawan bukan sebagai palapor yang hanya memindahkan realitas ke dalam sebuah berita. Di dalam pemberitaan wartawan memang tidak hanya memindahkan realitas yang terjadi di dalam masyarakat ke dalam sebuah berita, tetapi wartawan juga menafsirkan realitas yang terjadi sesuai penafsiran mereka sendiri baru mereka masukkan ke dalam berita. Hal ini terjadi karena pemberitaan berimbang sulit bersaing dengan pemberitaan memihak, karena pembaca cenderung membaca apa yang memang ingin dibacanya, bukan apa yang seharusnya dibaca.
Lalu setelah kita mengetahui bahwa isi berita terdapat penafsiran wartawan yang dimasukkan kedalam isi berita, apakah isi berita langsung masuk kedalam benak khalayak? Seperti model komunikasi jarum hypodermis yang menyatakan ketika khalayak diterpa oleh teks berita maka apa yang ada dalam teks tersebut langsung masuk kedalam benak khalayak.
Ketika kita menghadapi sebuah isi berita kita berada dalam posisi yang dilematis, yaitu terdapat masalah antara sikap pribadi atau sikap kelompok yang ingin dipakai pendapatnya. Dalam masalah ini yang seing menjadi pemenang adalah sikap kelompoklah yang akan kita pakai pendapatnya. Karena khalayak merupakan anggota kelompok social, baik kelompok primer maupun sekunder.
Biasanya kelompok-kelompok social mampu mempengaruhi sikap anggotanya setelah diterpa naskah berita, bagaimana khalayak harus mengiterpretasikan pesan yang disampaikan media, bahak setiap kelompok mampu menentukan sejauh mana anggotanya untuk memodifikasi perilakunya sesuai dengan isi berita.
Setelah melihat penjelasan diatas, kita mulai meragukan apa yang dikatakan oleh model jarum hypodermis. Ketika kita membaca isi berita berarti kita tidak langsung diterpa oleh berita tersebut, melainkan kita membandingkan terlebih dahulu dengan sikap kelompok social kita. Berarti model yang tepat untuk kita gunakan dalam menilai isi berita mampu masuk kedalam benak pembacanya menggunakan model two step flow.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar