Tak apalah kita kembali mengingat apa yang terjadi di putaran pertama kemarin. Dimana Foke selaku calon gubernur incumbent kalah telak dari pasangan Jokowi. Foke yang digadang-gadang bakal menang satu putaran saja oleh salah satu lembaga survey di Indonesia seperti tidak bernyawa pada putaran pertama lalu. Bahkan dalam kampanye Foke pun selalu menyebut satu putaran lebih baik, karena akan menghemat waktu dan juga pembangunan di Jakarta akan kembali berjalan karena kepemimpinan tidak berganti ke tangan pasangan lain. Betapa yakinnya Foke dan timnya di putaran pertama lalu. Namun hasilnya? Nol besar. Foke hanya mampu meraih suara sekitar 34 % dan ini pun masih kalah dengan suara golput yang memilih tidak memilih pada pilgun kemarin sekitar 36 % suara. Foke kalah jauh dari pesaing terberatnya yakni Jokowi yang mampu meraih suara lebih dari 40 %. Jadilah pilgub DKI Jakarta menjadi dua putaran. Prediksi yang gagal total dari salah satu lembaga survey yang menjagokan Foke menang hanya dalam satu putaran.
Kini memasuki putaran ke dua pilgub Jakarta tim Foke bergeriliya dengan berhasil menggaet pendukung barunya yakni PPP (Partai Persatuan Pembangunan), Partai Golkar (Golongan Karya), dan terakhir yang sangat mengejutkan adalah bergabungnya PKS (Partai Keadilan Sejahtera) ke dalam koalisi. Yang sangat mengjutkan adalah bergabungnya PKS ke dalam koalisi untuk mendukung Foke di putaran ke dua nanti. Yang sama-sama kita ketahui PKS adalah rival satu-satunya Foke sewktu maju pada pilgub Jakarta periode lalu dan di putaran pertama kemarin pun PKS masih menjadi lawan Foke dengan mengajukan Hidayat Nur Wahid sebagai calon gubernurnya. Sungguh tim Foke bergerak cepat untuk mempertahankan kekuasaannya di Jakarta.
Jika hitung-hitungan angka Foke telah unggul di putaran ke dua nanti. Ini terlihat dengan bergabungnya ke tiga partai tersebut masuk kedalam koalisi mendukung Foke. Ini terlihat salah satu langkah kepanikan tim Foke dalam berduel satu lawan satu melawan Jokowi di putaran ke dua nanti. Dimana suara bila tidak ke Foke dan ke Jokowi atau menjadi golput maka tim Foke bergerak cepar dengan menggaet Partai-partai politik besar dan sedikit berharap massa akar rumput partai tersebut ikut mendukung Foke.
Ini meruapakan salah satu langkah positif yang diambil tim Foke. Namun belakangan yang terjadi di masyarakat adalah timbulnya isu SARA yang menyerang pasangan Jokowi. Isu ini santer dibicarakan di media massa baik cetak maupun elektronik atau bahkan di media social twitter. Banyak yang memcanangkan bahwa pemimpin itu harus berasal dari agama yang se iman dengan masyarakat. Sedangkan masyarakat di Negara kita pada umumnya dan pada khususnya di Jakarta beragama islam. Tentunya ini sangat menyerang pasangan Jokowi dimana calon wakil gubernurnya adalah beragama Kristen. Pendapat seperti itu sangat menyakitkan bagi kita bangsa Indonesia. Dimana bangsa ini dikenal dengan keragaman suku, agama, bahasa, dan masih banyak lainnya harus terpukul dengan pendapat tersebut. Yang masih membedakan agama dalam memilih pemimpin.
Tentunya dengan kasus tersebut ada yang ingin membentuk sistem logis yang baru di Jakarta ini. Sebagaimana dalam masyarakat kita yang menjadikan Pancasila sebagai dasar berbangsa kini ingin diubah di masyarakat Jakarta. Dimana di dalam masyarakat kita telah biasa hidup berdampingan secara harmonis dengan segala macam perbedaan kini itu sedikit ingin diusik di dalam tatanan masyarakat Jakarta. Dengan menpropagandakan isu SARA keharmonisan hidup kita kini sedikit ternodai. Mungkin ini sangatlah kepanikan dari orang-orang yang menginginkan Jokowi tidak menjadi gubernur dengan membetuk suatu sistem logis yang baru yakni memilih pemimpin itu harus yang se iman. Ini sungguh sesuatu yang sangat baru diantara ragamnya budaya, suku dan agama dalam bangsa ini.
Pendapat ini bukan hanya menyakitkan masyarakat yang telah terbiasa hidup berdampingan dengan berbagai keragaman namun juga menghancurkan Undang-undang Dasar kita. Dimana dijelaskan dalam pasal 27 ayat 1 yang berbunyi “warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Semoga para elit opini yang menghembuskan isus ini untuk pertama kalinya berpikir kembali dalam menjaga nilai-nilai luhur yang telah dicanangkan oleh para leluhur bangsa ini agar bisa hidup berdamping dengan segala perbedaan. Mari kita jaga republik ini dengan segala perbedaanya.
ingat kita satu karena perbedaan, dan perbedaanlah yang mempersatukan kita. Lepaskan segala identitas kia ketika kita berbicara tentang bagaimana kebaikan kedepan bangsa ini. Dan jangan kita gunakan istilah mengubah kesalahan menjadi kebenaran dan kebenaran menjadi kesalahan. Mari kita lawan orang-orang yang mau merusak keharmonisan kebangsaan kita.
#SaveRI
Rabu, 29 Agustus 2012
Senin, 13 Agustus 2012
Jokowi dan Peluangnya diputaran Kedua Nanti
Pilkada DKI di putaran ke dua nanti semakin menarik perhatian. Setelah diputaran pertama kemarin pasangan Fauzi Bowo/Nahcrowi Ramli kalah telak dari pasangan Jokowi/Ahok. Dan semakin berkembangnya isu SARA yang dimainkan oleh salah satu pasangan untuk menyerang pasangan lainnya membuat pilkada DKI ini semakin memanas. Kini kubu Foke telah meraih dukungan dari partai-partai besar dalam putaran ke dua nanti. Golkar dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan) yang diputaran pertama kemarin ikut melawan kekuasaan Foke kini bersatu ke genggaman Foke, dan terakhir yang cukup mencengangkan adalah sikap PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang di periode lalu duel langsung dengan Foke dan diputaran pertama kemarin kembali melawan kekuasaan Foke kini ikut dalam genggaman Foke. Koalisi blocking untuk menjadikan Foke DKI 1 kini kembali terjadi seperti periode pilkada yang lalu hanya kini lawannya saja yang berbeda.
Melihat begitu besarnya dukungan partai politik untuk menjadikan Foke kembali sebagai gubernur Jakarta sangat mengejutkan. Mengingat kinerja Foke yang selama ini terlihat gagal membuat DKI ke arah yang lebih baik terabaikan. Dengan menghitung hasil suara Foke di putaran pertama kemarin dan apabila dijumlahkan dengan bergabungnya beberapa lawan yang kini menjadi kawan kira-kira Foke sudah mampu meraih suara lebih dari 45 % di putaran kedua nanti. Jumlah ini sudah melampaui perolehan suara Jokowi di putaran pertama. Satu langkah kemenangan Foke di putaran kedua telah terlihat.
Lalu bagaimana melihat peluang Jokowi dalam putaran kedua nanti! Jokowi yang gagal melakukan deal-deal politik dengan para pesaingnya dipuataran pertama kemarin kini hanya mengaharapkan kedewasaaan para pemilih nanti. Jokowi yang selama ini mengaku berkoalisi dengan rakyat cukup tenang-tenang saja melihat kubu Foke berhasil menggaet partai-partai besar diputaran kedua nanti.
Apa yang terjadi diputaran kedua nanti?
Telah lama kita menharapkan pemimpin yang merakyat yang sering terjun langsung melihat keluhan masyarakat. Telah lama kita berharap Jakarta memiliki pemimpin yang bisa membawa perubahan berarti untuk kepentingan masyarakat. Banjir dan macet menjadi masalah besar yang harus segera diselesaikan oleh calon pemimpin masa depan nanti. Kini warga Jakarta bulan September nanti memiliki kesempatan untuk melakukan perubahan yang berarti yakni dengan menentukan siapa yang akan mereka pilih untuk menjadi pemimpin di lima tahun kedepan. Peta perpolitikan kini semakin jelas, hanya tinggal dua calon pasangan gubernur dan wakil gubernur yang tersisa. Semoga mampu memudahkan sikap pemilih dalam menentukan pilihannya.
Jokowi merupakan satu sosok yang memiliki kesederhanaan dalam berpolitik. Dialah pemimpin yang selama ini kita cari. Dia mampu terjun langsung ke masyarakat dengan mendengar segala keluh kesah yang dirasakan oleh warganya. Ini telah terlihat di kota Solo yang telah dua periode dia pimpin. Masyarakat sana mampu terwakilkan dengan gaya asketisme politiknya. Asketisme politik secara sederhana seperti yang pernah saya baca dalam tulisan Gun-gun Heryanto merupakan upaya menjalankan aktivitas berpolitik berdasarkan atas prinsip kesederhanaan dan etika serta memproyeksikan tindakannya demi kemaslahatan rakyat banyak. Cara berpolitik seperti inilah yang selama ini kita harapkan di Indonesia dan lebih khususnya wilayah Jakarta saat ini. Dan itu telah terlihat dalam diri Jokowi.
Dalam melihat koalisi besar yang digalang kubu Foke untuk menghadapi putaran dua nanti seharusnya kubu Jokowi jangan panik. Kekalahan telak Foke diputaran pertamalah yang membuat dia bekerja mati-matian dalam meraih dukungan berbagai kubu demi mempertahankan kekuasaannya. Secara matematis kubu Foke menang satu langkah namun mereka lupa berapa total sauara yang golput diputaran pertama kemarin yang mampu menjadi sumber suara untuk meraih DKI 1.
Kemenganan Jokowi diputaran pertama kemarin dan melihat kinerja politik Jokowi yang dekat dengan rakyat mampu membawa suara golput ini untuk menggunakan hak pilihnya di putaran kedua nanti. Suara golput sangat berat ketika dia harus beralih dan menggunakan suaranya untuk mendukung Foke. Mereka golput karena mereka kecewa kepada kepemimpinan Foke selama ini dan akhirnya menimbulkan sikap apatis terhadap politik. Kini setelah melihat hasil diputaran pertama kemarin dan melihat cara-cara kotor yang digunakan oleh kubu salah satu pasangan untuk menyerang pasangan lainnya semoga mereka bergerak hatinya dan menggunakan hak pilihnya untuk melakukan perubahan.
Persuasi politik yang dilakukan Jokowi terlihat cukup elegan. Jokowi malah tidak menggunakan cara yang akan menyebabkan perpecahan di masyarakat sendiri. Seperti yang dijelaskan di atas Jokowi sangat dekat dengan rakyatnya. Bandwagon effect akan terjadi di putaran kedua nanti bagi para golput untuk menggunakan hak pilihnya. Bandwagon effect adalah kecnederungan seseorang malakuakan sebuah tindakan karena melihat begitu banyaknya mayoritas melakukan melakukan tindakan tersebut. Atau juga dalam dunia politik bandwagon effect adalah kecenderungan memilih karena melihat keberhasilan suatu pemimpin. Hal-hal seperti inilah yang akan membawa suara golput untuk menggunakan hak pilihnya diputaran kedua nanti untuk memilih Jokowi.
Kini saatnya DKI berbenah dan menuju perbaikan dijalur yang bersih. Keberhasilan Jokowi di Kota Solo wajib dilakukan juga di Jakarta. Dengan masuknya suara golput ke Jokowi sudah mampu mengalahkan Foke bersama koalisinya diputaran kedua nanti. Jokowi tidak perlu koalisi dengan banyak partai karena dia sudah dekat dengan masyarakat dan pembawaannya yang berhasil membangun Solo menjadi saksinya.
Salaaaammm…....
Melihat begitu besarnya dukungan partai politik untuk menjadikan Foke kembali sebagai gubernur Jakarta sangat mengejutkan. Mengingat kinerja Foke yang selama ini terlihat gagal membuat DKI ke arah yang lebih baik terabaikan. Dengan menghitung hasil suara Foke di putaran pertama kemarin dan apabila dijumlahkan dengan bergabungnya beberapa lawan yang kini menjadi kawan kira-kira Foke sudah mampu meraih suara lebih dari 45 % di putaran kedua nanti. Jumlah ini sudah melampaui perolehan suara Jokowi di putaran pertama. Satu langkah kemenangan Foke di putaran kedua telah terlihat.
Lalu bagaimana melihat peluang Jokowi dalam putaran kedua nanti! Jokowi yang gagal melakukan deal-deal politik dengan para pesaingnya dipuataran pertama kemarin kini hanya mengaharapkan kedewasaaan para pemilih nanti. Jokowi yang selama ini mengaku berkoalisi dengan rakyat cukup tenang-tenang saja melihat kubu Foke berhasil menggaet partai-partai besar diputaran kedua nanti.
Apa yang terjadi diputaran kedua nanti?
Telah lama kita menharapkan pemimpin yang merakyat yang sering terjun langsung melihat keluhan masyarakat. Telah lama kita berharap Jakarta memiliki pemimpin yang bisa membawa perubahan berarti untuk kepentingan masyarakat. Banjir dan macet menjadi masalah besar yang harus segera diselesaikan oleh calon pemimpin masa depan nanti. Kini warga Jakarta bulan September nanti memiliki kesempatan untuk melakukan perubahan yang berarti yakni dengan menentukan siapa yang akan mereka pilih untuk menjadi pemimpin di lima tahun kedepan. Peta perpolitikan kini semakin jelas, hanya tinggal dua calon pasangan gubernur dan wakil gubernur yang tersisa. Semoga mampu memudahkan sikap pemilih dalam menentukan pilihannya.
Jokowi merupakan satu sosok yang memiliki kesederhanaan dalam berpolitik. Dialah pemimpin yang selama ini kita cari. Dia mampu terjun langsung ke masyarakat dengan mendengar segala keluh kesah yang dirasakan oleh warganya. Ini telah terlihat di kota Solo yang telah dua periode dia pimpin. Masyarakat sana mampu terwakilkan dengan gaya asketisme politiknya. Asketisme politik secara sederhana seperti yang pernah saya baca dalam tulisan Gun-gun Heryanto merupakan upaya menjalankan aktivitas berpolitik berdasarkan atas prinsip kesederhanaan dan etika serta memproyeksikan tindakannya demi kemaslahatan rakyat banyak. Cara berpolitik seperti inilah yang selama ini kita harapkan di Indonesia dan lebih khususnya wilayah Jakarta saat ini. Dan itu telah terlihat dalam diri Jokowi.
Dalam melihat koalisi besar yang digalang kubu Foke untuk menghadapi putaran dua nanti seharusnya kubu Jokowi jangan panik. Kekalahan telak Foke diputaran pertamalah yang membuat dia bekerja mati-matian dalam meraih dukungan berbagai kubu demi mempertahankan kekuasaannya. Secara matematis kubu Foke menang satu langkah namun mereka lupa berapa total sauara yang golput diputaran pertama kemarin yang mampu menjadi sumber suara untuk meraih DKI 1.
Kemenganan Jokowi diputaran pertama kemarin dan melihat kinerja politik Jokowi yang dekat dengan rakyat mampu membawa suara golput ini untuk menggunakan hak pilihnya di putaran kedua nanti. Suara golput sangat berat ketika dia harus beralih dan menggunakan suaranya untuk mendukung Foke. Mereka golput karena mereka kecewa kepada kepemimpinan Foke selama ini dan akhirnya menimbulkan sikap apatis terhadap politik. Kini setelah melihat hasil diputaran pertama kemarin dan melihat cara-cara kotor yang digunakan oleh kubu salah satu pasangan untuk menyerang pasangan lainnya semoga mereka bergerak hatinya dan menggunakan hak pilihnya untuk melakukan perubahan.
Persuasi politik yang dilakukan Jokowi terlihat cukup elegan. Jokowi malah tidak menggunakan cara yang akan menyebabkan perpecahan di masyarakat sendiri. Seperti yang dijelaskan di atas Jokowi sangat dekat dengan rakyatnya. Bandwagon effect akan terjadi di putaran kedua nanti bagi para golput untuk menggunakan hak pilihnya. Bandwagon effect adalah kecnederungan seseorang malakuakan sebuah tindakan karena melihat begitu banyaknya mayoritas melakukan melakukan tindakan tersebut. Atau juga dalam dunia politik bandwagon effect adalah kecenderungan memilih karena melihat keberhasilan suatu pemimpin. Hal-hal seperti inilah yang akan membawa suara golput untuk menggunakan hak pilihnya diputaran kedua nanti untuk memilih Jokowi.
Kini saatnya DKI berbenah dan menuju perbaikan dijalur yang bersih. Keberhasilan Jokowi di Kota Solo wajib dilakukan juga di Jakarta. Dengan masuknya suara golput ke Jokowi sudah mampu mengalahkan Foke bersama koalisinya diputaran kedua nanti. Jokowi tidak perlu koalisi dengan banyak partai karena dia sudah dekat dengan masyarakat dan pembawaannya yang berhasil membangun Solo menjadi saksinya.
Salaaaammm…....
Jumat, 10 Agustus 2012
Jokowi vs Foke yang Kian Memanas
Pilkada DKI kini kian memanas, pertarungan kedua kubu yakni tim suksesnya Fauzi Bowo dan tim suksesnya Jokowi bertarung habis-habisan agar dapat meraih kemenangan di putaran kedua nanti. Kekalahan telak Fauzi Bowo diputaran pertama sungguh sangat mengejutkan bagi khalayak dan bagi tim suksesnya sendiri. Bagaimana tidak, Foke (sapaan akrab Fauzi Bowo) sebelum dilaksanakannya pemilihan, Foke sendiri digadang-gadang bakalan menang dalam satu putaran dengan meraih suara lebih dari 50% oleh salah satu tim survey. Namun apa yang terjadi, setelah pemilihan dan perhitungan suara, Foke suaranya tidak mampu mengalahkan suara golput (golongan putih) di DKI. Foke hanya mampu meraih suara 34 % sangat jauh dari prediksi tim survey nya atau kalah jauh dengan suara yang diraih Jokowi.
Diputaran kedua ini menjadi sangat berat bagi tim suksesnya Foke untuk meraih suara khalayak. Kekalahan telak diputaran pertama membuat tim suksesnya panik. Mereka harus bekerja ekstra keras demi meraih dan mempertahankan Fauzi Bowo sebagai gubernur DKI ini. Kepanikan dari tim Foke terlihat belakangan ini. Mereka memainkan isu SARA untuk meraih dukungan dari khalayak. Bahkan Rhoma Irama pun yang merupakan tim suksesnya Foke mengakui ini. Sungguh-sungguh sikap yang sangat panik terlihat dari kinerja timnya Foke.
Isu SARA ini digunakan untuk mengubah sikap, mental dan perilaku pemilih melalui kata-kata terucap dan tertulis. Dengan sikap inilah timnya Foke berusaha untuk meraih dukungan dari khalayak. Ada tiga pendekatan dalam usaha mengubah sikap dari pemilih yakni dengan propaganda, periklanan dan retorika. Dan ketiga cara ini di gunakan untuk menyebarkan isu SARA untuk menyerang pasangan Jokowi.
Seharusnya dalam melakukan persuasi politik yang seperti di atas, tim harus melakukan pemetaan terlebih dahulu dalam melihat temasuk kedalam tipe apa khalayak di Jakarta. Khalayak atau publik terbagi kedalam tiga bagian; yang pertama publik umum. Publik umum merupakan kelompok khalayak yang tingkat perhatiannya terhadap isu politik hanya selintas saja. Perhatian mereka tidak begitu mendalam terhadap isu politik. Publik umum inilah yang terkadang mampu mengubah hasil perolehan suara menjelang pemilihan. Karena ketidak perhatian mereka terhadap isu politik mereka menjelang pemilihan mudah tergoda dengan praktek politik uang yang dilakukan oleh setiap tim sukses kandidat. Yang kedua adalah attentive public adalah publik yang sudah mulai berperhatian. Baik dalam masalah politik yang sedang berkembang maupun permasalahan lainnya. Setidaknya mereka mencari tahu lebih jauh tentang apa yang sedang dibicarakan oleh banyak orang. Publik seperti ini tidak mudah termakan isu-isu negative yang belum tentu benar adanya. Mereka sangat menentukan masa depan bangsa ini. Yang ketiga adalah elit opini. Elit opini adalah khalayak politik yang karena posisinya sebagai orang berpengaruh di suatu masyarakat. Perkataan elit opini ini mampu mempengaruhi perilaku politik suatu masyarakat. Misalnya tokoh agama dalam menentukan sikap politiknya, secara tidak langsung ini mempengaruhi sikap masyarakat lainnya.
Propaganda yang di Lancarkan Kubu Foke
Kembali kepada isu SARA yang kini kian memanas, kubu Foke benar-benar menggunakan isu ini untuk mengubah perilaku politik para pemilih. Sebenarnya ini sangat memalukan, negeri yang menghargai perbedaan ini ternodai oleh sikap para tim sukses Foke. Ini merupakan salah satu kepanikan Foke untuk tetap mempertahankan kekuasaannya di DKI Jakarta.
Propaganda merupakan komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi pasif dan aktif dalam tindakan-tindakan suatu massa. Meraka dipersatukan secara psikologis malalui manipulasi psikologis dan digabungkan dalam suatu organisasi. Kubu Foke mencoba memanipulasi psikologis khalayak dengan black campaign yang dilancarkan belakangan ini.
Belum lama kita mengetahui bersama dipanggilnya “sang raja dangdut” Rhoma Irama oleh panwaslu (panitia pengawas pemilu) terkait isi ceramahnya yang diduga mengandung isu SARA. Bung Rhoma (begitu panggilan akrabnya) sampai menangis di kantor panwaslu karena ceramahnya tersebut dituduh sebagai pelanggaran SARA. Beliau mengaku hanya menyampaikan ajaran agama Islam saja dan tidak ingin menydutkan salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Dan beliau juga mengaku bukan sebagai salah satu tim sukses satu pasangan tertentu. “Ini hanya dakwah” katanya di berbagai pemberitaan media.
Salah seorang elit opini menurut saya tidak pantas sekali disaat seperti ini apalagi kedekatannya dengan salah satu calon gubernur mengeluarkan pendapat seperti “pilihlah pemimpin yang beragama Islam”. Dalam suasana menuju Pilkada ini sangat tidak tepat dan cukup dibilang sebagai sebuah blunder dalam kehidupannya. Ini secara tidak langsung memanfaatkan nilai-nilai agama untuk menjatuhkan lawan dalam pemilihan yang dilaksanakan cukup demokratis.
Teknik yang sering dipakai dalam propaganda untuk menjatuhkan lawan politiknya adalah teknik name calling. Dengan member label buruk kepada gagasan, orang, objek dengan tujuan agar orang menolak sesuatu tanpa menguji kebenarannya. Misalnya dengan yang belakangan ini terjadi ada isu yang menyatakan bahwa ibu dari salah satu calon gubernur adalah seorang beragama Kristen. Masyarakat yang malas untuk mencari tahu kebenaran isu tersebut sudah pasti akan termakan isu tersebut. Teknik yang kedua yang sering digunakan dalam menjatuhkan lawannya adalah teknik testimonial. Testimonial ialah memperoleh ucapan orang yang dihormati atau dibenci untuk mempromosikan dan meremahkan suatu maksud. Kasus ini seperti yang diakukan oleh Rhoma Irama. Beliau disini ialah sebagai sang propagandis yang secara tidak langsung meremehkan salah satu pasangan calon gubernur.
Kita sebagai rakyat tentunya jangan mau termakan oleh cara-cara kotor seperti ini. Kita harus berfikir untuk menentukan siapa yang tepat untuk dijadikan pemimpin.
Wassalamm
Diputaran kedua ini menjadi sangat berat bagi tim suksesnya Foke untuk meraih suara khalayak. Kekalahan telak diputaran pertama membuat tim suksesnya panik. Mereka harus bekerja ekstra keras demi meraih dan mempertahankan Fauzi Bowo sebagai gubernur DKI ini. Kepanikan dari tim Foke terlihat belakangan ini. Mereka memainkan isu SARA untuk meraih dukungan dari khalayak. Bahkan Rhoma Irama pun yang merupakan tim suksesnya Foke mengakui ini. Sungguh-sungguh sikap yang sangat panik terlihat dari kinerja timnya Foke.
Isu SARA ini digunakan untuk mengubah sikap, mental dan perilaku pemilih melalui kata-kata terucap dan tertulis. Dengan sikap inilah timnya Foke berusaha untuk meraih dukungan dari khalayak. Ada tiga pendekatan dalam usaha mengubah sikap dari pemilih yakni dengan propaganda, periklanan dan retorika. Dan ketiga cara ini di gunakan untuk menyebarkan isu SARA untuk menyerang pasangan Jokowi.
Seharusnya dalam melakukan persuasi politik yang seperti di atas, tim harus melakukan pemetaan terlebih dahulu dalam melihat temasuk kedalam tipe apa khalayak di Jakarta. Khalayak atau publik terbagi kedalam tiga bagian; yang pertama publik umum. Publik umum merupakan kelompok khalayak yang tingkat perhatiannya terhadap isu politik hanya selintas saja. Perhatian mereka tidak begitu mendalam terhadap isu politik. Publik umum inilah yang terkadang mampu mengubah hasil perolehan suara menjelang pemilihan. Karena ketidak perhatian mereka terhadap isu politik mereka menjelang pemilihan mudah tergoda dengan praktek politik uang yang dilakukan oleh setiap tim sukses kandidat. Yang kedua adalah attentive public adalah publik yang sudah mulai berperhatian. Baik dalam masalah politik yang sedang berkembang maupun permasalahan lainnya. Setidaknya mereka mencari tahu lebih jauh tentang apa yang sedang dibicarakan oleh banyak orang. Publik seperti ini tidak mudah termakan isu-isu negative yang belum tentu benar adanya. Mereka sangat menentukan masa depan bangsa ini. Yang ketiga adalah elit opini. Elit opini adalah khalayak politik yang karena posisinya sebagai orang berpengaruh di suatu masyarakat. Perkataan elit opini ini mampu mempengaruhi perilaku politik suatu masyarakat. Misalnya tokoh agama dalam menentukan sikap politiknya, secara tidak langsung ini mempengaruhi sikap masyarakat lainnya.
Propaganda yang di Lancarkan Kubu Foke
Kembali kepada isu SARA yang kini kian memanas, kubu Foke benar-benar menggunakan isu ini untuk mengubah perilaku politik para pemilih. Sebenarnya ini sangat memalukan, negeri yang menghargai perbedaan ini ternodai oleh sikap para tim sukses Foke. Ini merupakan salah satu kepanikan Foke untuk tetap mempertahankan kekuasaannya di DKI Jakarta.
Propaganda merupakan komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi pasif dan aktif dalam tindakan-tindakan suatu massa. Meraka dipersatukan secara psikologis malalui manipulasi psikologis dan digabungkan dalam suatu organisasi. Kubu Foke mencoba memanipulasi psikologis khalayak dengan black campaign yang dilancarkan belakangan ini.
Belum lama kita mengetahui bersama dipanggilnya “sang raja dangdut” Rhoma Irama oleh panwaslu (panitia pengawas pemilu) terkait isi ceramahnya yang diduga mengandung isu SARA. Bung Rhoma (begitu panggilan akrabnya) sampai menangis di kantor panwaslu karena ceramahnya tersebut dituduh sebagai pelanggaran SARA. Beliau mengaku hanya menyampaikan ajaran agama Islam saja dan tidak ingin menydutkan salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Dan beliau juga mengaku bukan sebagai salah satu tim sukses satu pasangan tertentu. “Ini hanya dakwah” katanya di berbagai pemberitaan media.
Salah seorang elit opini menurut saya tidak pantas sekali disaat seperti ini apalagi kedekatannya dengan salah satu calon gubernur mengeluarkan pendapat seperti “pilihlah pemimpin yang beragama Islam”. Dalam suasana menuju Pilkada ini sangat tidak tepat dan cukup dibilang sebagai sebuah blunder dalam kehidupannya. Ini secara tidak langsung memanfaatkan nilai-nilai agama untuk menjatuhkan lawan dalam pemilihan yang dilaksanakan cukup demokratis.
Teknik yang sering dipakai dalam propaganda untuk menjatuhkan lawan politiknya adalah teknik name calling. Dengan member label buruk kepada gagasan, orang, objek dengan tujuan agar orang menolak sesuatu tanpa menguji kebenarannya. Misalnya dengan yang belakangan ini terjadi ada isu yang menyatakan bahwa ibu dari salah satu calon gubernur adalah seorang beragama Kristen. Masyarakat yang malas untuk mencari tahu kebenaran isu tersebut sudah pasti akan termakan isu tersebut. Teknik yang kedua yang sering digunakan dalam menjatuhkan lawannya adalah teknik testimonial. Testimonial ialah memperoleh ucapan orang yang dihormati atau dibenci untuk mempromosikan dan meremahkan suatu maksud. Kasus ini seperti yang diakukan oleh Rhoma Irama. Beliau disini ialah sebagai sang propagandis yang secara tidak langsung meremehkan salah satu pasangan calon gubernur.
Kita sebagai rakyat tentunya jangan mau termakan oleh cara-cara kotor seperti ini. Kita harus berfikir untuk menentukan siapa yang tepat untuk dijadikan pemimpin.
Wassalamm
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengenai Saya
- ahmad fauzi
- bekasi, jawa barat, Indonesia
- sedang berproses, sederhana dan membumi. follow twitter: @ojiwae