Pada malam sabtu 06 Oktober 2012 kita sunguh terkejut dengan apa yang terjadi di depan gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Setelah resmi memanggil Djoko Susilo sebagai saksi kasus korupsi simulator sim di badan kepolisian selama ber jam-jam gedung KPK dipenuhi dengan kehadiran begitu banyaknya anggota kepolisian. Ini sungguh sangat mengejutkan bagi bangsa ini. KPK yang selama ini menangani berbagai kasus korupsi di seluruh penjuru negeri ini tiba-tiba bak mendapatkan musuh baru dalam memberantas korupsi.
Controversial seperti ini memicu banyak reaksi dari berbagai kalangan. Tokoh-tokoh anti korupsi di negeri ini sampai menyempatkan hadir di gedung KPK pada malam hari demi memberikan dukungan moril kepada KPK dalam melawan korupsi. Ya, memang kasus ini bukan sekedar kasus biasa, mampukah KPK menangani kasus ini sampai tuntas dan berani menerima tekanan langsung yang diberikan kepolisian. Seorang Jenderal dari tubuh kepolisian kini sedang dalam penyakitan kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK. Setelah satu kali melanggar panggilan yang diberikan oleh KPK.
Seperti ada batu besar menimpa menubuh tubuh KPK pada penanganan kasus ini. Ada perlawanan dari para koruptor sendiri. Sebelumnya kita mendengar kabar dari gedung DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bahwa mereka akan mervisi UU KPK. Banyak keistimewaan di tubuh KPK yang akan digeroti oleh DPR jika UU KPK akan direvisi. Para koruptor seperti sedang bersatu untuk membumi hanguskan KPK dari republik ini. Dan ada pula pihak-pihak yang tidak senang dengan keberadaan KPK di luar tubuh para koruptor. Mereka bersatu, mereka melawan keadilan yang coba ditegakkan dalam republik ini.
Pada kasus seperti ini mengingatkan saya apa yang pernah dituliskan oleh Hannah Arendt dalam buku Eichmann in Jerusalem yang menggambarkan tokoh Adolf Eichmann sebagai seorang yang “tidak berpikir”. Adolf Eichmann adalah tokoh yang merekayasa pembunuhan jutaan warga Yahudi, dianggap oleh Arendt sebagai bukanlah monster atau setan, melain cuma seorang yang menjalankan tugas kesehariannya untuk meraih karir dalam hirarki Nazi.
Ketika pelemahan KPK tidak lagi dianggap sebagai kesalahan moral maka akan menimbulkan bagaimana teknik paling efisien dalam melaksanakannya. Ini sangat berlaku bagi mereka yang memang sangaja ingin melemahkan KPK. DPR dan kepolisian memiliki momen yang tepat dalam melakukan pelemahan ini. DPR caranya dengan melakukan revisi UU KPK dan melemahkan keistimewaan yang dimiliki oleh lembaga anti korupsi ini. Sedangkan kepolisian memiliki momen yang tepat ketika salah satu Jenderalnya terjerat kasus korupsi yang ditangani oleh KPK. Caranya adalah dengan sengaja menarik para penyidiknya dari KPK. Ini sungguh ironi. Korupsi merupakan salah satu kejahatan yang dapat menyebabkan dampak yang begitu besar bagi keberlangsungan hidup orang banyak dan KPK melawan hal tersebut, namun disisi lain ada pihak-pihak yang dengan sengaja berniat melemahkan KPK. Ini sungguh merupakan “kekosongan berpikir” yang sempat dialami oleh Eichmann di jaman Nazi dan terulang kembali pada saat ini yang dialami oleh DPR dan kepolisian.
Absennya berpikir menurut Hannah Arendt dapat ditemukan pada orang yang sangat cerdas, dan hati yang jahat bukanlah penyebabnya; mungkin yang sebaliknya terjadi, bahwa kejahatan mungkin disebabkan oleh absennya pikiran. Kita sangat memahami ditubuh DPR dan kepolisian sangat banyak orang cerdas di sana, banyak lulusan terbaik anak negeri yang duduk di bangku-bangku terhormat di kedua lembaga tersebut. Namun seperti yang Arendt kemukakan di awal bahwa kejahatan bukan tercipta dari hati yang jahat,kejahatan terjadi oleh absennya pikiran. Bagi sebagian dan banyak orang, pelemahan KPK adalah sebuah kejahatan. Siapa yang berniat melemahkan KPK berarti dia mendukung kejahatan terbesar dalam republik ini, yaitu korupsi.
Namun, ketika kita melihat kembali kedalam media, begitu banyak orang-orang yang mendukung KPK dalam melawan korupsi apalagi dalam menangani kasus yang melibatkan Djoko Susilo ini. Ketidakpercayaan publik terhadap DPR dan kepolisian di mata masyarakat kini semakin meningkat. Ya, semoga badai yang menerpa bangsa ini cepat berlalu.
#SaveKPK
#SaveRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar