Selasa, 20 November 2012

Menyelamatkan Demokrasi

Belakangan ini sedang giat sekali pemilihan gubernur/wakil gubernur, walikota/wakil walikota, sampai pemilihan bupat/wakil bupati. Tentu ini akan sangat mempengaruhi iklim demokrasi di negeri kita. Pemilihan secara langsung oleh rakyat untuk memilih pemimpinnya dalam masa jabatan 5 tahun ke depan. Cara seperti ini tentnunya akan sangat mempengaruhi Indonesia dipandangan negera-negara luar. Akan memnjadi percontohan yang sangat bagus dalam menciptakan demokrasi.
Para calon pemimpin dari calon gubernur sampai calon bupati terus berlomba untuk dapat meraih dukungan dari para pemilik suara. Berbagai kegiatan sosial yang tadinya memang tidak ada sama sekali ketika menjelang pemilihan banyak sekali kegiatan-kegiatan itu dibentuk oleh para calon pemimpin untuk meraih simpati masyarakat. Tidak heran memang menjelang pemilihan banyak sekali para tokoh turun langsung ke dalam masyarakat. Semua itu dilakukan demi meraih dukungan oleh para pemilik suara.
Pemilihan peminpin seperti di atas memang sangat membutuhkan kedekatan-kedekatan dengan masyarakat. Pemilihan langsung yang ditentukan oleh masyarakat akan membawa para calon pemimpin mau tidak mau harus dekat dengan berbagai kalangan di masyarakat. Siapa yang berhasil meraih paling banyak dukungan dari masyarakat akan sangat menentukan sekali dalam hari H pemilihan. Kursi partai-partai yang telah diraih di DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dalam pemilu legislatif di tahun 2009 tidak lagi mempengaruhi suara yang akan diraih oleh salah satu calon di pilkada. Ini terbukti pada kemenangan Jokowi-Ahok kemarin di pilgub DKI Jakarta.
Yang menjadi perhatian lebih penting dalam pemilihan langsung seperti ini adalah bagaimana para calon tersebut dalam meraih dukungan dari masyarakat. Dalam hal ini tentunya kita memfokuskan pada salah satu cara yang sangat familiar di dalam masyarakat ialah dengan cara bagaimana para calon tersebut melabelkan dirinya sebagai tokoh islam yang sangat taat. Banyak sekali calon-calon pemimpin dalam maju mengahadapi pilkada yang sangat menggunakan simbol-simbol islam demi mendapatkan dukungan dari masyarakat. Dalam baliho-baliho besar misalnya, mereka tidak canggung menggunakan kopiah haji, sorban, atau bahkan yang lebih dalam lagi menggunakan Haji di depan namanya. Memang tidak ada salahnya melakukan hal seperti ini demi meraih dukungan.
Cara-cara seperti di atas tentunya berfokuskan kepada jumlah besar umat islam di negeri ini. Memanfaatkan islam yang menjadi mayoritas di negeri ini untuk memenangkan dirinya menjadi pemimpin. Menganggap bahwa penduduk yang menjadi mayoritaslah yang akan menguasai demokrasi. Dalam hal ini islam. Dan mengabaikan aspek-aspek lain dalam demokrasi dan politik dalam menjadi pemimpin. Jika sudah menganggap hal seperti itu benar ada, maka matilah negeri kita. Demokrasi hanya menguntungkan kaum mayoritas saja.
Dalam pemilihan pemimpin secara langsung oleh masyarakat tentunya harus melihat aspek-aspek lain yang harus diperhatikan. Menurut Herbert McClosky yang memaknai term partisipasi politik sebagai kegiatan-kegaiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam proses pembentukan kebijakan umum. Jika melihat definisi ini tentunya masyarakat akan memilih pemimpinnya dengan melihat dari sisi bagian mana dia akan mengambil keputusan. Begitu banyaknya sisi kehidupan manusia akan ikut mempengaruhi sikapnya dalam memilih pemimpin. Intinya masyarakat tidak hanya mempertimbangkan sisi agamanya saja dalam memilih pemimpin.
Selain itu tingkatan dalam partisipasi politik juga harus menjadi hitungan. Penduduk islam yang menjadi mayoritas di negeri ini jika tindakan partisipasi politiknya sangat lemah maka tidak akan menjamin seorang tokoh yang memanfaatkan simbol islam dalam meraih dukungan dari masyarakat belum tentu menang. Partisipasi politik diebadakan menjadi tiga berdasarkan tingkatannya:
1. Apatis, artinya tidak menaruh perhatian sama sekali pada kegiatan politik dan masa bodoh.
2. Spektator, berarti orang yang bersangkutan setidak-tidaknya ikut menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum.
3. Gladiator adalah tingkatan partisipasi politik sampai pada keikutsertaan secara aktif dalam proses politik.
Boleh kita beranggapan bahwa umat islam lah yang terbesar di negeri ini. Namun jika melihat tingkatan partisipasi politik tidak menjamin bahwa demokrasi kita ini menjadi milik mayoritas semata.
Motif Partisipasi Politik
• Motif rasional bernilai: yaitu motif yang disarkan atas penerimaan secara rasional terhadap nilai-nilai suatu kelompok. Motif ini akan merasionalisasikan sesuatu yang masyarakat anggap benar keberadaannya. Motif ini akan mempertahankan keyakinannya terhadap orang lain.
• Motif afektual emosional: yaitu motif yang didasarkan kepada kebenaran terhadap suatu ide, organisasi atau individu. Motif ini melihat bahwa ide yang dibawa oleh calon pemimpin atau partai tertentu mudah diterima dikalangan masyarakat dan akan membawa perubahan yang signifikan. Maka ia akan memilih calon atau partai tersebut tanpa ada embel-embel lainnya.
• Motif tradisional: motif yang didasarkan kepada penerimaan norma, tingkh laku individu dari suatu kelompok sosial. Motif ini mempengaruhi masyarakat dalam memilih berdasarkan apa yang telah diyakini sebelumnya oleh para pendahulunya atau orang tuanya. Misalkan orang tuanya sebagia seorang NU maka anaknya akan juga seorang NU. Dan dalam memilih pemimpin mereka akan memilih PKB sebagai partai yang berbasis NU.
• Motif rasional bertujuan: motif yang didasarkan atas kepentingan pribadi. Dia memilih atau berpartisipasi dalam berpolitik karena dia juga memiliki kepentingan lain dari calon yang dia pilih. Misalnya, untuk memuluskan bisnisnya dari jeratan pajak Negara.

Jika melihat empat motif tersebut, artinya masyarakat yang tadinya mayoritas menjadi melebur kedalam kepentingan/keyakinan berpolitik mereka. Demokrasi sebenarnya tidak menjamin bahwa masyarakat mayoritaslah yang akan menguasai perpolitikan seuatu negeri. Demokrasi tidak akan menindas kaum minoritas dalam kehidupan. Jangan semata menganggap demokrasi kita ini menguntungkan suatu kelompok saja. Namun, memang masih ada dari nilai-nilai dari peraturan Negara yang dilanggar oleh suatu kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Tapi ini merupakan bukan efek dari demokrasi. Ini hanyalah kelemahan dari kepemimpinan suatu pemimpin.

Pemilu secara langsung merupakan bukan semata memilih pemimpin saja. Menurut AAGN Dwipayana, pemilu juga memuat beberapa norma dasar:
• Pertama, pemilu adalah wadah aktualisasi kewarganegaraan (citizenship), terutama penyelenggaraan hak-hak politik warga Negara. Kualitas pemilu terlihat dari bagaimana kebebasan warga negera dalam melaksanakan hak-hak politiknya, tidak adanya intimidasi, diskriminasi dalam memperoleh informasi-informasi alternetif.
• Kedua, seberapa tingkat kompetisi kontestasi dimungkinkan. Persaingan yang kompetitif akan menentukan kualitas pemilu. Baik dari bagaimana kontestan mencari dukungan kepada warga dan warga pun maraih informasi yang sukup dari kontestan. Hal ini akan sangat mendukung kualitas pemilu.
• Ketiga, derajat keterwakilan yang dihasilkan oleh proses pemilu. Pemilu merupakan ajang menuju pemerintahan yang mampu meningkatan kualitas keterwakilan warganya dalam membuat kebijakan. Jika hasil dari proses pemilu malah membuat warga merasa tak terwakilkan dalam kebijakannya maka kualitas pemilu tersebut sangat rendah dan sebaliknya.

Intinya dari semua ini adalah ada baiknya para calon pemimpin yang maju sebagai gubernur, walikota, atau bupati sebaikanya jangang menggunakan identitas kelompoknya/golongannya saja. Ada baiknya mereka menyadari sedari awal bahwa tujuan dari proses pemilu ini adalah untuk menciptakan pemerintahan yang keterwakilan politik warganya dari segala golongan merasa terwakili. Apa yang menjadi dasar tulisan ini adalah resah dari segala banyak calon pemimpin di negeri ini hanya mementingkan satu golongannya saja. Dan mengabaikan kelompok minoritas. Takutnya ini malah menimbulkan konflik dan menurunkan kualitas demokrasi saja. Mereka adalah pelaku politik dan ada baiknya mereka menjaganya dengan baik.

Wasssalam

#SaveRI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
bekasi, jawa barat, Indonesia
sedang berproses, sederhana dan membumi. follow twitter: @ojiwae