Malam telah kembali menyelimuti bumi. Awan gelap seperti biasa datang terlebih dahulu menutupi langit sedari sore hari. Ini memang musim penghujan yang cukup dahsyat. Setelah lama kemarau menemani manusia di bumi pertiwi ini. Banyak sekali petani, dan warga mengeluhkan kemarau yang cukup pangjang. Air-air kering, tanaman pada mati, dan jalan pun berdebu begitu kejam. Tak ada keakraban antara manusia dan bumi sewaktu kemarau panjang. Yang ada saling mengeluh diantara manusia dan bumi. Siang terasa panjang sekali, dan malam terasa panas. Nyamuk-nyamuk berkeliaran, angin tek sedikitpun menghembuskan dirinya di malam hari. Banyak orang berputus asa di siang dan malam. Sedikit sukurpun terucapkan dari manusia-manusia yang rejekinya panjang. Begitulah kemarau menemani manusia di bumi. Kini kemarau telah pergi secara pasti. Musim penghujan pun menggantikannya dengan penuh percaya diri. Dengan penuh keyakinan akan membahagiakan manusia yang penuh dahaga. Penuh nafsu untuk segera bangkit dari kekeringan panjang. Hujanpun turun tak menentu. Pagi, siang, sore, malam, dan bahkan paginya pun turun hujan. Jalan-jalan terasa damai penuh kebencian. Hujan ternyata lebih membuat manusia menjadi hewan. Tak ada syukurnya. Bagaimana tidak, hujan yang diharapkan datang malah membuat jalanan begitu macet. Genangnan air sepanjang jalan di Jakarta tak bisa dihindari. Kendaraan tampak kusam. Ada yang salah mungkin dengan alam untuk saat ini. Kemarau dan penghujan datang secara berlebihan. Tak ada yang mau disalahkan. Begitupun dengan alam.
Begiilah hidup mahasiswa tingkat akhir yang belum juga mampu menyelasaikan kuliahnya. Tak ada senyuman di setiap harinya. Datang dan tidaknya ke kampus tak ada lagi yang peduli. Teman yang satu per satu mulai kembali ke rumahnya dengan senyuman. Ya, mereka berhasil membawakan selembar kepastian dari kampus untuk orang tuanya. Surat keterangan lulus sidang skripsi. Senyum bahagia pun terpancar dari orang tuanya. Mereka telah membayangkan anaknya akan segera membalas kerja kerasnya selama ini. Anaknya akan membahagiakan masa tuanya dengan kesuksesan. Sang anak pun sudah sangat bahagia. Status mahasiswa dalam dirinya akan segera berakhir. Kini tinggal bagaimana dia bertarung di dunia barunya, yakni pekerjaan.
Tampak kering di musim kemarau, dan tampak lusuh di musim penghujan. Membayangkan kesalahan besar dalam benak dirinya. Lalu bersandar dalam tembok kamar yang sedikit berantakan dengan catatan, buku dan kertas-kertas yang memenuhi lantai kamar. Laptop menganga terbuka, menyala, lalu mati dengan perasaan putus asa. Tak ada lagi ide dalam diri untuk menambah lembaran-lembaran dalam skripsi. Pikiran terbebani, karena tak mampu lulus tepat waktu. Sedikit ketidak pastian untuk diberikan kepada orang tua.
Malam ini kuputuskan untuk kuseduh kopi hitam yang sedikit manis untuk menemani pertualangan ku malam ini. Ku nyalakan laptop, ku ambil lembaran-lembaran catatan analisis tentang skripsi ku yang membahas teks berita. Kuhirup wangi kopi. Tak mampu menahan untuk segera menyeruputnya. Melayang pikiran ku. Membuka mata yang telah sedikit mengantuk. Ku tatap malam dengan penuh kepastian. Ku ketik lembaran demi lembaran analisisku mengenai pemberitaan konflik SARA di salah satu harian nasional. Dengan sebuah buku tuntunan ku awali malam ini dengan penuh kepastian. Tak ada sedikitpun masalah dalam mengerjakannya. Hanya sedikit resah dalam diri. Yang tak tahu darimana datangnya.
Mengerjakan skripsi penuh dengan semangat, sembari sedikit mengingat, apa gerangan dalam diri yang menyelinap ini sehingga membuat ku resah. Tak lupa memainkan lagu-lagu dari “payung teduh” yang penuh dengan penghayatan. Skripsi yang telah lama terabaikan ini, kini ada sedikit cerah karena sudah mulai lagi semangat mengerkannya. Tak ada salahnya. Mencoba untuk segera meluluskan diri dari status mahasiswa.
Kunyalakan modem, lalu ku buka akun twitter ku. Mencari sedikit berita olahraga dan apapun yang terjadi di dalam negeri ini dalam seharian. Membuka mention, tak ada yang istimewa. Isinya hanya sapaan akrab saja dari kawan seperjuangan yang belum pada lulus. Inilah tantangan yang berat dalam mengerjakan skripsi. Godaan untuk berselancar begitu lama dalam dunia maya. Sedikit teringat tentang seorang kawan di twitland ini. Yang belum pernah bertemu sebelumnya. Namun sedikit akrab diantara kami ketika telah saling menyapa. Saling membalas mention. Sedikit sederhana, penuh kedamaian apabila melihat wajahnya dalam twitland. Tak ada kesombongan sedikitpun dalam dirinya. Itulah awal yang ku lihat dari dirinya. Dirinya yang sering kali ku inisialkan dalam kegalauanku dengan #adekitu. Hahaha, lucu mungkin. Sangat membutuhkan ruang temu diantara kami untuk berkomunikasi dalam dunia nyata. Tapi apalah mungkin. Tak berani ku terlalu banyak berharap dengan yang ini, apalagi diantara kami bukan dari satu ruang dalam kehidupan nyata.
Cinta memang menjadi sedikit bumbu penggoda dalam menggapai perjalanan hidup ini. Obsesi yang terlalu besar dalam meraih kesuksesan terkadang mampu sedikit mengesampingkan masalah asmara. Begitu banyaknya membaca literature, buku-buku, dan menulis opini di blog sendiri membuat diri ini benar-benar asing dalam dunia asmara. Namun, seiring perkenalanku dengan dirinya di twitland membuat ada sedikit harapan muncul untuk segera memiliki kekasih. Akhirnya twitland menjawab sendiri kecemasan perasaan ini. Dia mentwitkan rindu pada kekasihnya. Kekasih yang beru saja dibinanya dalam beberapa minggu belakangan. Mereka saling kenal dalam fan base salah satu komunitas supporter klub luar negeri. Dan ini sedikit membuat ku bersedih dan sedikit bahagia. Karena tak ada lagi kecemasan luar biasa untuk mencari tahu kabarnya. Dan ternyata hal ini yang membuat ku resah di awal perjalananku malam ini dalam mengerjakan skripsi. Ya, mau tidak mau hal itu harus sedikit menusuk perjalanaan malam ini yang sudah hampir menemui pagi. Dingin, dan semakin dingin dengan menatap timeline profilnya.
Secangkir kopi pun tak terasa telah membahasi isi perut ku. Malam pun terlewati begitu panjang. Antara mengerjakan skripsi dan memandangi timeline profilmu. Aku tertawa di akhir ini. Karena malam semakin lama membunuh rasa ku ini dengan dinginnya. Pagi mulai berganti mengambil alih malam. Shubuh semakin mendekati waktunya. Para bujangan masih banyak yang di luar sana. Inilah ujung malam dan pagi. Penuh penjiwaan melewatinya. Tak ada kata. Tak ada rasa. Menemui hari dengan hati. Tak perlu ada yang disesali. Lulus kuliah yang tertunda ataupun rasa yang sedikit terlewati.
Masih banyak jiwa yang perlu dibahasi. Jiwa yang haus akan pengetahuan. Jiwa yang terus memberontak. Merongrong keras dalam hati. Jiwa yang terus menantang akan perubahan. Masih ada jalan untuk tersenyum. Sapa dari kawan. Senyum dari ibu. Bahkan sunyi ini. Bermain dalam rasa. Jiwa dan rasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar