Allah menciptakan manusia begitu dahsyat. Menciptakan manusia dengan memberikan kombinasi antara 2 sifat mahluk lainnya, yakni akal dari malaikat dan nafsu dari hewan. Dari kombinasi dua sifat ini Allah mengutus manusia ke bumi sebagai khalifah. Allah tentunya telah memperkirakan apa yang akan terjadi di bumi jika manusia yang memimpinnya, dengan melihat dua potensi yang ada yang diberikan oleh-Nya kepada diri manusia. Dan Allah telah melihat akan terjadi kerusakan, keserakahan, pertumpahan darah dan potensi-potensi buruk lainnya, dan juga Allah telah melihat akan terjadi pula kebaikan-kebaikan yang akan diberikan manusia pada alam sekitarnya. Maka dalam sebuah pendangan ada yang menilai bahwa manusia akan jauh lebih unggul dibanding malaikat jika manusia menggunakan akalnya di atas hawa nafsunya, dan juga manusia akan lebih buruk dibanding hewan apabila menggunakan nafsunya di atas akalnya.
Sifat kedua dari manusia ini sangat berbahaya, hewan hanya mancabik-cabik dan menghabisi musuhnya hanya dalam keadaan lapar dan mendesak, bukan untuk bersenang-senang. Namun manusia ketika melakukan kegiatan dengan menggunakan nafsu di atas akalnya tidak hanya dalam keadaan terdesak/lapar, ada juga yang memenuhi rasa kesenangannya. Bahkan disaat manusia tersebut sudah tak sanggup lagi melakukan perbuatan “jahat” tersebut dia akan mengajarkan kepada manusia lainnya untuk melakukan hal tersebut. Misalnya, dalam era demokrasi ini kita sangat dihadapkan pada kenyataan yang amat sangat pahit. Pelaku politik baik di eksekutif maupun legislative banyak sekali yang terjerat kasus korupsi. Bahkan korupsi kini telah masuk kedalam tubuh partai politik baik ditingkat pusat maupun daerah. Pemberitaan tentang korupsi tidak ada habisnya. Yang satu tertangkap, yang satu lainnya menyusul. Inilah sifat yang lebih berbahaya daripada hewan yang ada di tubuh manusia.
Selanjutnya, yang muncul ada dibenak manusia apakah segala perbuatan manusia tersebut merupakan kehendak Allah atau memang berasal dari potensi yang ada pada manusia?
Dalam QS Al-Balad ayat 8-10 yang artinya, “Bukankah kami telah jadikan untukmu sepasang mata, lidah dan dua bibir, dan kami telah menunjukinya dua jalan”.
Dan juga dalam QS Al-Kahfi ayat 29 yang artinya, “Katakanlah: kebenaran itu dari Tuhanmu, barang siapa yang mau berimanlah ia, dan barang siapa yang mau janganlah ia beriman”.
Dari dua ayat di atas menunjukan betapa besarnya kehendak bebas memilih jalan sendiri yang Allah berikan kepada umat-Nya. Bahkan manusia bukan saja diberikan hak untuk memilih, melainkan wajib untuk memilih. Bahkan disaat manusia itu sendiri memutuskan untuk tidak memilih maka secara tidak langsung ia telah membuat sebuah pilihan. Tentu saja atas kehendak bebas memilih jalannya sendiri manusia bertanggung jawab atas pilihannya. Dalam menghadapi pilihan-pilihan yang menghadang dikemudian hari, bukan serta merta manusia memilihnya dengan “buta” atau “tuli” atau bahkan tanpa “akal”. Karena manusia telah diciptakan dengan dua mata, dua telinga, dan akal yang amat luar biasa bila dimanfaatkan potensinya untuk digunakan agar dapat memilih jalan yang tepat. Dua mata untuk membaca, dua telinga untuk mendengar, kedua pasang tersebut terus kita asah agar akal kita mampu membawa kita melahirkan akhlak-akhlak yang mulia. Karena dalam sebuah literature akhlak merupakan “kepemilikan jiwa seseorang atas sifat-sifat tertentu (baik atau buruk) yang (dari kepemilikan sifat itu) memunculkan perbuatan secara mudah tanpa (orang tersebut) merasa terbebani.”
Jelas sudah “Nikmat Tuhan mana lagi yang mau kit dustakan”. Setelah kita diciptakan dari kombinasi sifat antara malaikat dan hewan yakni akal dan nafsu, Allah juga memberikan sebuah kebebasan pada diri kita untuk memilih jalan kita sendiri melalui anggota-anggota tubuh yang diberikan kepada kita dan juga tentunya kualitas intelektualitas yang amat istimewa pada diri kita. Semoga kita bisa lebih mulia daripada malaikat dn pilihan-pilihan jalan yang kita ambil dapat membawa diri kita mencapai ridha-Nya Allah SWT. Semoga kita termasuk orang-orang yang pengetahuannya lebih banyak, yang jiwanya lebih luas, dan yang dadanya lebih lapang -, lebih rendah hati dan lebih santun.
Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar