Entah harus memulainya dari mana. Yang pasti ku terbangun subuh itu. Dingin, syahdu dengan alunan ayat-ayat al-Qur’an yang berkumandang dari masjid-masjid sekitar lingkungan. Ku terbangun dari mimpi yang tak bermakna apapun. Terbangun dari tidur yang diawali dengan kegelisahan. Mahasiswa tingkat akhir yang tak juga lulus kuliah. Aku terbangun dari semua kenikmatan karena ku tak sanggup menahan beban diri yang masih saja mengharap belas kasih orang tua.
Ku ambil wudhu, ku kenakan pakaian takwa dan sarung bersama peci hitam. Subuh ini ingin ku habiskan di dalam masjid, memanjat ridha ilahi. Agar jalan yang ku tempuh tak lah keliru. Seperti biasa, di dalam masjid sudah ada Bapakku dan H. Rosyid. Mereka bersila di sana, memuji ilahi tanpa lelah, memanjat ampun atas kesalahan masa lalunya, meminta berkah atas keluarga yang dipimpinnya, agar anak, cucu mereka kelak menjadi lebih baik dari dirinya. Menjadi hamba yang bahagia dunia akhirat.
Ku pilih barisan paling belakang, ku langsungkan shalat tahiyatul masjid, ku berdzikir sambil menunggu waktu shalat subuh tiba. Memohon akan petunjuk yang lebih cerah, memohon agar ku segera lulus kuliah dan dapat melangkah lebih pasti di hari esok. Alunan ayat suci di dalam masjid membuat suasana semakin khusyuk. Mengingatkan diri ini akan kelalaian masa lalu. Masa dimana ku larut dalam kenikmatan dunia. Masa yang ku lupa akan syukur atas nikmat yang begitu banyak Tuhan berikan. Aku bersimpuh pada Mu Ya Rabb.
Selepas dari subuh berjamaah, entah kenapa pagi ini tak ingin ku lanjutkan tidur. Pagi yang masih sedikit dingin. Pagi yang sudah begitu ramai oleh orang-orang yang lalu lalang berangkat kerja, sekolah, dan entah mau kemana lagi orang-orang tersebut. Pagi yang dingin namun tak menyurutkan kesibukan manusia yang menghuninya.
Berbeda dengan kehidupan diriku. Yang belum lulus kuliah, belum bekerja dan masih menjadi beban kedua orang tua. Aku lebih memilih jalan sendiri menyendiri, menekuni pengetahuan yang panjang yang tiada ujungnya. Aku lebih memilih jalan untuk menjadi seorang yang bermanfaat untuk lingkungan sekitar rumah walaupun hanya menjadi marbot masjid. Aku yang kini tak bernafsu lagi mencari nikmat dunia. Entah kenapa ini terjadi. Tak tahu ku alasannya.
Dunia semakin penuh. Produksi pangan semakin menipis. Keadilan semakin tak beradab. Kejahatan merajalela di mana-mana. Pemerintahan semakin gaduh. Politik tak ada lagi yang menginspirasi. Lalu ku berpikir apa yang akan ku wariskan untuk generasi mendatang? Tak sanggup ku membayangkan apa yang akan terjadi di masa depan. Makanya ku pilih jalan pengetahuan agar bisa sedikit berarti, ku pilih menjadi marbot dan ku ajarkan anak-anak untuk berani adzan dan bersholawat di dalam masjid. Agar mereka kelak menjadi generasi yang mengenal dan mengamalkan agamanya. Ah, sudahlah. Toh inipun tak berarti apa-apa.
Pagi ini ada yang berbeda. Ada secercah harapan dari pengharapan yang sekian lama ku tunggu. Ini memang sebuah permasalahan untuk diriku. Suka menunggu dari ketidakpastian. Itulah diriku. Dia ku kenal sedari dulu tanpa pernah bertemu dan mendengar seucap katapun. Dia yang memang ku sukai. Lagi-lagi entah ku tak tahu apa alasan dari semua ini. Aku tak pernah tahu alasan atas apa yang ku pilih dalam hidupku sendiri.
Tak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya waktu itu. Dia menyapa ku dalam dunia maya. Senang! Oh tentulah betapa senangnya diriku. Pagi ini berasa bintang-bintang bermunculan kembali. Matahari kembali terbenam. Tak lupa bulan yang indahpun segera muncul. Pagi yang seolah menjadi malam yang begitu nikmat bagi seorang pecinta. Pecinta yang sedikit aneh. Menunggu yang tidak pasti kepada orang yang tak pernah ditemui. Pagi seolah menjadi malam panjang bersamaan dengan sejuta mimpi indah bersamanya. Entah.
Semua berawal dari perbincangan yang sederhana. Kami membicarakan yang bukan tentang diri kami. Kami membicarakan hal yang di luar kepribadian masing-masing. Membicarakan hal yang memang tak penting. Terkadang sedikit demi sedikit kami bercerita, dan tentunya bukan hal yang penting pula. Aku selalu berharap dari yang tak penting ini akan menjadi sebuah cerita yang bermakna.
Pagi ini berjalan luar biasa, perbincangan di social media ini sedikit mengubah cerita pagi ini. Sambil ku memahami tentang Etika Politik Islam Imam Khamaini karangan Sayyid Hasan Islami yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, aku juga mencoba memahami sebuah pesan itu. Namun, ini tak berlansung lama, kemudian seketika hening, dia ternyata offline lebih dahulu. Aku mencoba pasrah, sambil terus berharap.
Ku hirup teh hijau panas ini, tak terasa panas, apa karena aku sedang dilanda cinta atau memang aku sudah tak merasakan lagi panas atau dinginnya sebuah minuman. Ku terus membuka lembaran-lembaran buku Etika Politik tersebut. Udara pagi yang masih terasa dingin tak kunjung hilang setelah ku menengguk teh hijau tersebut. Dalam sebuah penjelasannya, Imam Khamaini menerangkan tentang akhlak. Akhlak baginya adalah tentang kumpulan jiwa seseorang dari sifat baik dan sifat buruk, yang dari kepemilikan sifat tersebut melahirkan sebuah tindakan yang bagi pemiliknya tanpa merasa terbebani. Jadi dapat dikatakan, orang yang tingkah lakunya buruk berarti di dalam jiwanya terdapat sifat-sifat buruk begitupun sebaliknya.
Kepemilikan jiwa atas sifat baik sangatlah penting. Selain untuk menghasilkan sebuah perilaku yang baik pula juga ada sisi lain manfaat dari hal tersebut. Ilmu bersifat lahiriah, dan tempatnya adalah ada di dalam jiwa seseorang. Untuk mencapai hakikat keilmua sebagai cahaya maka kita harus terlebih dahulu mempersiapkan jiwa kita dari sifat-sifat baik. Lalu fenomena yang berkembang dalam negeri kita adalah begitu banyaknya pejabat pemerintah baik pusat maupun daerah, anggota DPR pusat maupun DPRD, yang tingkah lakunya menyimpang, sebut saja korupsi. Kenapa ini bisa terjadi? Yang menjadi pertanyaan utama adalah hal tersebut. Bukankah mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan, yang memiliki ilmu begitu luas!. Dalam buku ini terjawab semua. Ilmu hanya akan menjadi cahaya bagi orang dan lingkungan sekitar ketika orang tersebut memiliki jiwa yang terdapat sifat baik. Ya kenapa negeri ini selalu dipimpin oleh orang-orang yang korup, mungkin karena negeri ini sedang krisis pemimpin yang memiliki akhlak yang baik.
Pagi selalu seperti ini, berkutat dengan buku walaupun hanya sebentar, lalu terkadang berpikir dalam hati kapan bisa dapat lulus kuliah. Ya, hidup yang begitu sederhana. Minim aktifitas, minim perjalanan menghirup udara luar. Aku lebih senang di rumah, sendiri menyendiri, menempuh jalan pengetahuan yang panjang tiada ujungnya.
Lelah tubuh dan mataku seketika, ku buka twitter ternyata dia tak muncul juga. Aku lalu larut dalam lelah memutuskan untuk istirahat sejenak walaupun belum sarapan pagi.
Tertidur dalam lelah, lelah yang sangat berarti. Ku puas, pagi ini ku bisa menambah nutrisi positif ke dalam otak ku dengan membaca. Ku puas pagi ini karena aku kembali di sapa oleh dia. Aku puas pagi ini. Entah.
Terik siang ini begitu mencolok ke kulit. Cahaya matahari masuk melalui ventilasi kamarku. Tanpa sadar keringat ku telah bercucuran di kulit ku. Namun, aku merasakan hal yang berbeda. Di siang yang terik, dan keringat ku yang bercucuran, namun dalam mimpiku, aku merasakan sebuah kenikmatan. Entah mimpi tentang apa. Aka tak ingat lagi waktu tersadar.
Ku mengenal dia melalui akun twitter. Salah satu twit nya tentang salah satu klub sepakbola di Inggris di retweet oleh komunitas supporternya di Indonesia. Tanpa sadar aku langsung berkeinginan untuk mem follow dia. Ku baca profil dan isi twitnya ternyata dia fans sejati klub sepakbola tersebut. Ah sungguh.
Di setiap harinya ku menikmati isi twitnya, tentang apapun dan kapanpun. Aku yang tak tahu kenapa ini terjadi. Aku yang tak lagi bisa mengendalikan perasaan.
Saat itu aku belum terlalu mengenal dirinya, maklum saja. Ini hanya sebuah dunia maya. Yang akan selalu maya, yang ruang temunya hanya di maya tersebut. Tak ada ruang temu, yang ada hanya ruang rindu, ruang ingin mengenal dia dengan lebih dalam di ruang nyata.
Ku tak tahu kenapa dia lebih sering muncul di waktu dini hari dalam dunia maya, apa karena dia memang penikmat malam, atau sedang sibuk menlaksanakan tugasnya, atau tentang apapun. Yang aku tahu, di setiap dini hari itu aku berkhayal dengan jelas. Seandainya …
Aku juga tak tahu, kenapa di pagi dan siang hari dia sangat jarang muncul, entah karena dia sibuk bekerja atau kuliah, atau karena memang dia tidak menyukai kehidupan siang, karena begitu banyak orang sibuk menyempurnakan nafsu ke duniawiannya. Yang ku tahu pada waktu siang, di sela lelahku mencari kehidupan, aku berharap cemas dia muncul, entah apa yang dia tuliskan dalam twitland. Kisah . . .
Aku, aku, aku, aku, dan semua tentang aku dalam tulisan ini, aku muak, aku ingin menulis tentang kamu untuk kali ini, wahai kasih (tak sampai).
Twitter siang ini tampak sedikit menghembuskan angin damai yang keluar dari layar handphone ku. Entah ini benar terjadi atau hanya perasaan ku saja. Seandainya benar berarti ku telah gila. Ah sudahlah. Terserah aku mau menilai apa tentang diriku toh juga tidak merugikan orang lain.
Kali ini ada pesan masuk dalam akun twitter ku. Lah ada apa. Ku pikir ku sedang tidak memiliki urusan yang penting dengan orang yang penting. Lagipula aku pun belum menjadi orang penting. Mana mungkin aku memiliki urusan yang penting. Yang lebih penting adalah segera membuka isi pesan tersebut, dari siapa dan untuk kepentingan apa. Penting . . .
Dan ternyata, sungguh aku tak menduga dan tak menyesal, hanya banyak bahagianya siang ini. Twitter kali ini bukan hanya menghembuskan angin damai melalui layar handphone ku, tetapi mampu menghembuskan angin kebahagiaan. Apa yang harus aku lakukan, ternyata pesan dalam twitterku berasal dari dia. Dan, dan, dan, aku berhenti bernapas untuk sesaat.
Dia mengirim pesan malalui twitter ingin meminta no handphone ku. Aku tertawa sendiri, rupanya dia tertarik juga untuk mengenal aku. Hahaha, ini aneh. Aneh memang teramat aneh, setelah sekian lama, ada seorang perempuan dari luar hidupku yang begitu jauh ingin mengenal diriku. Aneh . . .
Setelah sekian lama ku merasakan keanehan dalam siang ini, lalu ku membalas pesan tersebut dengan mengirimkan no handphone ku, dan sedikit berharap akan diberikan pula no handphone nya. Oke. Aku begitu kepedean untuk saat itu.
Dan ada jawaban lagi dalam pesan tersebut, ternyata dia pun mau memberikan no handphone nya kepada ku. Ternyata . . .
Siang yang terik seolah menjadi syahdu, ku suka hari itu dan sampai kapanpun ku suka. 6 April 2013.
Lalu Tuhan memberikan waktu kepada ku kepada hari esok agar aku lebih banyak mengenalnya dan belajar tentang kehidupan darinya. Tuhan apa mau Mu pikirku pada saat itu. Kau telah memaksa ku berharap kepadanya dengan Ke Maha Memakasaan Mu. Tuhan . . .
Waktu-waktu selanjutnya seperti berubah dalam hidupku, kini ada yang ku perhatikan selain buku-buku bacaan ku. Hidupku kini juga sedikit ada getaran dalam hati. Aku selalu bangkit dengan semangat lebih di saat ku merasakan lelah. Sampai kapan pikirku hidupku menjadi penuh bahgia dan cemas ini. Bahagia karena dia selalu ada dalam setiap waktu dan cemas, takut dia akan pergi dan tak akan kembali.
Dia seorang perempuan yang memiliki tekad kuat. Dia banyak mengambil peran dalam hidup ini. Namun, dia tak pernah merasa lelah atas apa yang dia pilih. Bahkan dia tak pernah berhenti sedikitpun untuk istirahat dalam melaksanakan rutinitasnya. Dia bahagia, dengan ke diaanya.
Lulus kuliah, lalu bekerja, dan bertekad mengambil kuliah lagi dalam jurusan yang berbeda. Luar biasa pikirku. Aktifitas yang begitu padat dalam kehidupannya pun tak menyurutkan keinginannya untuk dekat dengan Sang Pencipta. Dia menutup tubuhnya dengan pakaian yang pantas, dia shalat lima waktu, dia mencoba melaksanakan puasa senin kamis dengan istiqamah. Subhanallah . . . semoga Allah selalu melindungi dia dari segala kekecewaan.
Waktu tidurnya sebentar, aktifitasnya begitu padat, dan bermanfaat untuk orang-orang disekitarnya. Tuhan, bolehkah ku sedikit berharap padanya. Sedikit . . .
Dia tak pernah lelah, dia malah menganggap kesibukannya untuk mengabdi kepada orang sekitar dan Tuhannya. Pernah suatu malam, ku temui dia dalam dunia maya tampak begitu kecewa. Aku tahu, jika dia saat itu memang sedang sakit hati. Namun aku berpura-pura untuk tak tahu. Aku hanya berpesan janganlah kau menangis perempuan hebat. Segeralah bangkit. Lalu tanpa sadar aku berpuisi, namun tak ku berikan kepadanya. Ku simpan saja dalam ingatan hati ku.
Lepaskanlah
Tampak murung wajahmu
Terbaca, sebuah kepedihan dalam tulisanmu
Sakit ku membacanya
Wanita seperti mu tak pantas untuk tersakiti
Yakinlah,
Karena kau pasti berlari
Bejalan ke depan dengan pasti
Melangkah tanpa harus pernah berhenti
Melawan tanpa harus rasa takut
Membuktikan betapa kuatnya tekadmu
Tanpa peduli apa yang pernah terjadi
Tanpa merisaukan orang yang pernah meremehkanmu
Hilangkan luka itu segera
Karena ku sangat ingin
Melihatmu tersenyum
Walau sesungguhnya kita tak pernah bertemu
Suatu hari nanti
Tanpa janji pasti
Tersenyumlah.
Begitulah tulisku pada malam itu. Aku sendiri bergetar dalam menulisnya. Tak tahu apa yang sedang dia rasakan di sana sendiri, di pelamunannya. Aku hanya bisa membayangkan. Perih . . .
Mendapat kabar, dia ingin menangis sejenak malam itu, lalu ku ijinkan. Lagi-lagi aku tak mampu membayangkan. Tersedu sekali dia, atas kehilangan itu. Aku tak beranjak dari kursi belajarku. Menanti dia kembali, bangkit. Lalu terdapat pesan kembali dan ku membacanya, dia puas setelah mengeluarkan air matanya. Aku takut mendengarnya.
Setelah malam itu, malam-malam panjang pun kembali muncul. Kita berdua saling bercerita tentang hidup kita masing-masing. Saya semakin mengaguminya. Tenang dan bertanggung jawab pendiriannya. Tak sanggup ku manatap hari esok. Takut, sangatlah takut, takut dia akan beranjak pergi dan tak kembali. Takut . . .
Lagi-lagi aku menulis sebuah puisi untuknya, kali ini karena aku memang jatuh cinta. Aneh memang, tak ada pertemuan namun aku sudah memberanikan untuk jatuh cinta kepadanya. Ku tulis puisi itu penuh dengan pengharapan dan ketakutan. Cinta . . .
Cinta
Ini adalah sebuah rasa yang ku rasakan begitu dahsyat
Cinta tumbuh begitu deras
Tak sanggup ku menghentikannya
Tak pernah ada perjumpaan
Tak pernah ada sepatah kata terucap
Mengenalnya hanya melalui sebuah tulisan
Seperti cintaku kepada baginda Nabi Muhammad
Ku tak pernah berjumpa dengan beliau
Tak pernah mendengar suara beliau
Namun ketika ku mendengar kisah beliau
Langsung ku jatuh cinta kepadanya
Akhlaknya yang mulia
Sebagai penutup para nabi
Sungguh ku memujanya
Begitu pun dengan kamu
Aku tak pernah berjumpa denganmu
Namun ku temukan kamu yang selama ini ku cari
Pada akhirnya, dalam kehidupan ini memang semuanya kita harus serahkan kepada Tuhan. Seperti kaum fatalis pikirku dalam diri. Dalam urusan cinta memang aku tak mampu membacanya. Aku yang sedikit tak percaya akan takdir, kali ini ku serahkan semuanya pada takdir. Cinta sedikit menggoyahkan keidealisan ku.
Satu pesan darinya yang sangat menyangkut dalam diriku ialah “kakak harus segera lulus kuliah, konsentrasi, tak usah memikirkan yang belum menjadi tanggungjawab kakak, jangan sampai lamanya kelulusan kakak menghambat langkah kakak-kakak selanjutnya”. Semenjak itu aku langsung semangat kembali menyelesaikan skripsi. Mencoba kembali menemui dosen terhebatku. Mencoba kembali membuka lembaran-lembaran skripsi. Sungguh . . .
Seiring waktu terus berjalan, seiring ku semakin mencintainya. Mungkin pikiranku sudah tertutupi cinta, sehingga membuat jiwa ku “picik”. Seiring waktu berjalan, kenyataannya dia malah menjauh, seperti yang ku takutkan di awal. Namun dengan ke “picikan” ku karena cinta yang semakin tumbuh, ku menganggap penghindaran dia dari aku karena dia sedang sibuk. Sibuk di kerjaan dan di perkuliahan. Karena awal ku mengenal dia memang seperti itu. Namun . . .
Dan akhirnya waktu menjawab, dia menjauh, jauh sekali. Dia sibuk, sibuk sekali. Tapi dia bahagia, bahagia sekali. Dia selalu tersenyum, manis sekali. Dia tak lagi menangis. Dia bahkan tampak cantik sekali. Dia jauhm sibuk, bahagia, selalu tersenyum, tak lagi menangis, dan selalu tampil cantik bersama kekasih lamanya. Sakit, teramat.
Semoga di waktu ini kamu bahagia, untuk esok dan selamanya bahagia. Dan hari ini aku bersedih, untuk esok dan selamanya berubah menjadi bahagia.
Sampai saat ini tak lagi tersiar kabar. Semuanya berakhir, tapi tidak ke “picikan” ku. Ada sedikit hati yang berkata, dia akan kembali dan bersama padamu selamanya. Maaf, demi Tuhan aku minta maaf padamu dan kekasihmu.
Engkau kini adalah elang yang terbang tak lagi sendiri
Aku akan terus terbang tanpa harus peduli terjatuh dimana
Tuhan, Engkau memang sungguh sedikit aneh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar