Indonesia kini telah berumur kurang dari 69 tahun. Proses demokratisasi terus bergulir demi mengupayakan kesejahteraan dan keadilan social di kalangan masyarakat. Menurut Adnan Buyung Nasution bukan hanya sebuah cara, tetapi juga tujuan yang harus terus menerus kita bangun sebagai sesuatu proses yang akan memakan waktu. Demokrasi bukan sekedar alat untuk mencapai tujuan, melainkan tujuan demokrasi ialah harus mengandung aspek-aspek demokrasi tersebut.
Penciptaan demokrasi yang sehat bukan hanya membutuhkan konsep yang baik dan itikad yang murni saja. Menurut Adam Malik dalam teks klasiknya “Menuju Pelaksanaan Demokrasi Pancasila” untuk menciptakan demokrasi yang sehat ialah dapat atau tidaknya diciptakan suatu mekanisme politik yang ampuh.
Pada saat ini ketika Indonesia menjadi Negara diperingkat ketiga paling demokrasi di dunia setelah Amerika Serikat dan India realitasnya justru sangat berbalik. Setelah melaksanakan pemilu secara jujur dan adil dalam menentukan arah kekuasaan dan kebijakan rupanya para bapak reformasi kita terbuai oleh hal tersebut. Tidak dapat dipungkiri memang pelaksanaan pemilu secara langsung jujur dan adil selama dua kali berturut-turut dan hasilnya diterima dengan baik oleh para pelaku di dalamnya merupakan sebuah kebanggaan. Namun kebanggan tersebut kini diiringi oleh skeptisme dan lemahnya kinerja partai politik sebagai pilar utama demokrasi.
Pertentangan utama yang sangat jelas dalam “sakitnya” perjalanan demokrasi di Indonesia ialah gerak-gerik partai politik yang sudah menyimpang. Partai politik sudah tidak lagi menjembatani aspirasi rakyat dalam menyuarakan kehendak mereka dalam aktifitas pembuatan peraturan dan perundang-undangan yang baru di level Negara. Fungsi utama ini telah terabaikan. Hal ini terjadi karena dua alasan. Yang Pertama ialah karena partai politik hanya menganggap demokrasi sebagai sistem procedural dan mekanisme perebutan kekuasaan saja. Komunikasi yang terjalin antara partai politik dan masyarakat hanya terjadi menjelang pemilihan umum. Terungkap janji-janji manis yang disampaikan oleh partai kepada calon pemilih dan untuk mencapai ke tahap selanjutnya pada hari pelaksanaan pemilihan umum terjadi negoisasi-negoisasi berbau materi antara Parpol dan pemilih. Di saat seperti itu, partai politik menganggap sudah selesai hubungan mereka dengan masyarakat ketika mereka sudah memberikan imbalan kepada masyarakat.
Yang kedua ialah terjadinya sebuah reproduksi oligarki dikalangan internal partai. Para aktivis era reformasi yang kini menjabat sebagai pimpinan-pimpinan partai malah terjebak pada sifat butuk lawan politiknya di masa silam. Roda perjalanan partai politik kini hanya sebatas kepentingan dan kehendak elit partai. Hal ini sangat meminimalkan terjadinya debat argumentasi yang lebih luas di kalangan kader internal partai. Kader-kader partai politik kini bekerja hanya untuk memenuhi kepentingan dan kehendak elit partai, bukan lagi menyuarakan pendapat-pendapat progresif dari publik untuk didiskusikan sehingga menjadi kebijakan politik melalui partai politik. Suara-suara yang mewakili kepentingan dan kehendak publik harus dinegoisasikan ulang oleh para keder partai jika itu semua bertentangan dengan kepentingan dan kehendak elit partai politik dan bahkan hal tersebut lebih sering diabaikan. Publik kini hanya menjadi sebuah pelengkap tanpa harus lebih jauh bersikap dalam kancah politik.
Dua masalah besar tersebut yang terdapat di dalam partai politik yang justru sangat mempengaruhi proses demokrasi ke arah yang semakin suram. Jalan tersebut semakin berliku ketika praktik kotor partai politik tidak diberingi dengan tumbuhnya masyarakat yang demokratis – partisipatoris, reflektif dan dewasa. Jika pemerintah melalui partai-partai politiknya sudah menyimpang maka harus ada sebuah kontrol yang kuat dari masyarakat berupa civil society yang mapan.
Menurut Nurcholish Madjid, jika perlambang demokrasi ialah pemilihan yang jujur dan adil maka civil society adalah rumahnya. Strategi penguatan civil society ke arah pembentukan masyarakat yang demokratis – partisipatoris, reflektif dan dewasa adalah sebuah syarat utama bagi penyeimbang atas kecenderungan praktik negative partai politik. Melalui gerakan civil society masyarakat disadarkan hak nya sebagai pemilik kedaulatan dan hak untuk mengontrol kekuasaan yang mengatasnamakan rakyat tersebut.
Agar demokrasi berjalan tidak ke arah yang semakin suram maka dituntut kepada kita semua untuk terus berkorban. Perjuangan demokrasi dituntut perjuangan tiada henti, mengambil resiko pribadi, mobilisasi dan daya tahan dari banyak orang, dari rakyat. Larry Diamond menambahkan demokrasi niscaya akan langgeng jika ia didukung dengan perkembangan civil society yang bersemangat, gigih dan pluralis.
Mengutip Jurgen Habermas, civil society adalah bagian dari lifeworld, yaitu wilayah kehidupan dimana tindakan-tindakan social warganya tidak didorong oleh hasrat untuk mengakumulasi kekuasaan maupun uang tetapi oleh nilai dasar yang muncul dalam kehidupan social seperti keadilan, kebenaran, kebaikan dan yang sejenisnya.
Hal ini harus didukung oleh adanya sebuah ruang publik yang bebas. Manusia mandiri menurut Hannah Arendt ialah manusia yang terbebas dari himpitan kebutuhan dasar dan pada saat yang sama mampu berwacana dalam ruang publik. Ketika manusia mandiri ketika itulah ia menjadi warga Negara yang sebenarnya, dan saat itu pula demokrasi bisa berjalan.
Namun kenyataannya pada saat ini kita tidak bisa berharap begitu banyak dari kelompok kemasyarakatan yang tumbuh di Indonesia. Kelompok kemasyarakatan yang menjadi pilar utama dalam civil society kerap kali dipengaruhi oleh dua kepentingan, yakni ekonomi dan politik. hal inilah yang disebut dengan “kolonisasi civil society”. Yakni sebuah keadaan dimana vitalitas civil society digrogoti oleh sistem politik dan ekonomi.
Rupanya masyarakat Indonesia harus bekerja keras untuk membawa angin demokrasi ke arah yang lebih baik. Ketika partai politik dan civil society yang seperti mata uang hubungannya dalam demokrasi sudah kehilangan pondasi demokrasinya, maka untuk saat ini dibutuhkan terus perjuangan dan tekad yang gigih untuk mengembalikan kesucian demokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar