Pemilihan umum pada tahun ini tinggal menghitung hari. Periode kekuasaan SBY beserta kabinetnya akan segera runtuh dan berganti dengan pemimpin dan susunan kabinet yang baru. Begitupun dengan anggota parlemen, mereka akan segera angkat kaki dari gedung mewah tak berperikemanusiaan tersebut. Namun, sebagian dari mereka akan mencoba untuk kembali lagi, membawa sejuta cita-cita kemunafikan yang dalam masa kampanyenya memperjuangkan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat. Tetapi, yang pasti dari Pemilu kali ini ialah, Partai Demokrat dan SBY-nya akan segera tamat dari kekuasaannya.
Indonesia melaksanakan pemilihan umum secara lima tahun sekali. Pemilihan umum membuat rakyat secara periodic diberikan kesempatan secara bebas dan kompetitif untuk memberikan hak pilihnya pada para peserta Pemilu. Mereka bebas menentukan elit kekuasaan mana yang akan memegang kendali pada periode yang akan datang. Masa berakhirnya kesempatan untuk SBY yang telah memimpin Indonesia selama dua periode dapat dipastikan rakyat akan memilih tokoh baru untuk menjadi pemimpin bagi mereka. Hanya melalui pemilihan yang jujur dan adillah perebutan kekuasaan yang sah dalam sistem demokrasi.
Pemilihan umum adalah sebuah manifestasi dari kedaulatan rakyat. Kita telah lama membicarakan bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat dan keputusan pemerintah tidak sah jika tidak berdasarkan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Namun, dalam pemerintahan demokratis selalu mengandaikan sistem perwakilan untuk mengekspresikan suara rakyat dalam pemerintahan. Kekuasaan rakyat dalam sistem perwakilan tidak berada dalam tangannya secara langsung, melainkan ada pada anggota parlemen yang mereka pilih melalui pemilihan umum. Itulah satu proses yang harus dijalani dalam sistem demokrasi.
Pertanyaannya adalah, apakah semua anggota parlemen yang dipilih secara langsung oleh rakyat melaksanakan apa yang dikehendaki rakyat? Tentu jawabannya cukup lumayan sulit untuk kita pelajari.
Pada saat ini, demokrasi kita telah memasuki fase demokrasi elit. Para elit kekuasaan partai politik hanya menganggap demokrasi sebagai sistem procedural dan mekanisme perebutan kekuasaan semata. Ini semikin membuat elit politik sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi dan menjadikan suara rakyat terabaikan.
Menurut Saldi Isra dalam “Pergeseran Fungsi Legislasi”, demokrasi elit cenderung menisbihkan peran masyarakat setelah proses pemilihan umum selesai yaitu dengan terpilihnya pemimpin baru dan para wakil rakyat yang baru pula. Setelah rakyat menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum, maka selanjutnya penyelenggaraan pemerintahan hanya dijalankan oleh para elit politik yang berkuasa dan mengabaikan kepentingan rakyak.
Hal di atas menandakan bahwa pemilihan umum yang secara langsung yang telah dilaksanakan ketiga kalinya ini belum mampu menciptakan sebuah kesejahteraan dan keadilan di kehidupan masyarakat. Kenyataan tersebut diperparah dengan lahirnya oligarki kekuasaan dikalangan internal partai. Para elit partai yang sebulum era reformasi begitu kuat keinginannya untuk menjatuhkan Soeharto karena dianggap ototriter yang cenderung kepada kekuasaan oligarki, kali ini malah mereproduksi ulang kelemahan lawan politiknya di masa silam. Ini menyebabkan suara rakyat yang diperjuangkan oleh kader-kader mereka walaupun hanya sedikit mentok berada dalam kepentingan elit partai politik. Selain itu, ini juga meminimalkan terjadinya debat argumen yang lebih luas dikalangan internal partai. Kader-kader partai politik kini hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan elit politik, bukan lagi menyuarakan pendapat-pendapat progresif yang berasal dari rakyat untuk dijadikan kebijakan politik melalui partai politik.
Seperti yang dikatakan oleh Yudi Latif dalam “Krisis Legitimasi Negara”, bertahun-tahun pemerintahan demokratis diperjuangkan dengan keringat dan darah. Namun, ketika kesempatan itu diraih, politik tak berhikmat bagi kepentingan orang banyak. Aparatur Negara gagal menegakkan hukum dan ketertiban. Politisi dan pejabat Negara miskin visi dan wawasan.
Pemilihan umum yang demokratis melahirkan sebuah mekanisme control dan penyerahan kekuasaan yang menciptakan garis pertanggungjawaban yang jelas. Dalam demokrasi, penguasa bertanggung jawab kepada rakyat, rakyat melalui pilihan umum dan pilihannya, menentukan sosok-sosok aktor politik, arah politik, dan pada akhirnya, menentukan pemerintahan yang baik.
Demokrasi kini yang kita rasakan begitu menyesakkan. Pertarungan politik yang kian gaduh membuat masyarakat menjadi resah. Dan akhirnya membawa kita pada sebuah jurang perekonomian yang kian menganga antara si miskin dan si kaya. Mungkin kita terlalu berlebihan menyambut reformasi sehingga apa yang kita kerjakan saat ini merupakan sebuah kelanjutan dari kegelapan di masa silam. Kesenjangan sosial tidak dapat disembunyikan di balik data-data yang bagus. Data-data yang resmi datang dari pemerintah tidak menggambarkan bahwa kesenjangan itu terjadi.
Demokrasi saat ini hanya melahirkan kegaduhan dan kejenuhan, kesenjangan sosial, ketidakadilan ekonomi dan berbagai dampak kekecewaan lainnya yang dialami oleh rakyat. Hal ini bukan berarti kita berganti haluan atau memutar arah kembali ke masa lampau.
Adnan Buyung Nasution telah mempertingatkan kita, demokrasi merupakan bukan cara untuk mencapai tujuan. Demokrasi ialah tujuan yang harus kita bangun terus menerus sebagai sesuatu proses yang akan memakan waktu. Dan tujuan dari demokrasi haruslah mengandung nilai dan norma dari demokrasi itu sendiri.
Demokrasi bukan hanya masalah sosial dan politik, melainkan pula masalah ekonomi. Dan segala sesuatunya, yakni proses pembangunan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi harus mengacu pada UUD 1945 dan Pancasila. Dalam sebuah Negara, sistem politik yang baik akan mampu mempengaruhi keadaan ekonominya. Seperti yang sering kita dengar, bahwa masyarakat politik yang baik dan progresif akan melahirkan sebuah pemerintahan yang baik.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik Pasal 1 ayat 4 pendidikan politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, dan tanggung jawab setiap warga Negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebenarnya Undang-undang kita telah mengatur sangat jauh tentang pemilihan umum, hanya saja hal itu sering kali tercederai karena pada culas dan liciknya para elit politik untuk memberikan pendidikan yang cukup mengenai politik bagi setiap warga Negara. Sesungguhnya jika pendidikan politik digalakkan oleh partai politik maka proses demokratisasi ini akan segera melahirkan sebuah tatanan perekonomian dan keadilan sosial yang merata.
Maka dari permasalahan itu semua, mari kita siapkan dengan cara mengambil alih peran yang seharusnya dijalankan oleh partai politik untuk menyiapkan masyarakat kita dengan pendidikan, pendewasaan, dan partisipasi masyarakat politik yang baik, agar kedepannya melahirkan satu Negara yang sejahtera, adil dan makmur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar