“Nasionalisme tanpa keadilan sosial adalah nihilisme. Bagaimana suatu negeri yang miskin dan sangat buruk seperti negeri kami dapat menganut suatu aliran selain sosialisme?” Bung Karno dalam “Bung Karno: Penyambung Lidah Rayat Indonesia” karangan Cindy Adams.
Pernah dalam pidatonya Bung Karno menyatakan sendiri dengan lidahnya bahwa dirinya ialah seorang sosialis. Namun, sosialisme Bung Karno tidak seturut dengan komunis. Hal ini disebabkan oleh; yang pertama ialah dia percaya pada demokrasi dan yang kedua dia tidak memasukkan konsep materealisme ekstrem, karena menurutnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertakwa kepada Tuhan. Sumbangannya bagi sosialisme Indonesia adalah melakukan kontekstualisasi sosialisme menurut kebiasaan dan budaya bangsa Indonesia. Sosialisme Indonesia adalah sosialisme campuran, sosialisme Indonesia mengambil kesamaan politik dalam Declaration of Independence dari Amerika Serikat, mengambil persamaan spiritual dalam islam, dan mengambil persamaan ilmiah dari Marx.
Selain itu menurut Bung Karno kapitalisme yang dirasakan oleh bangsa Indonesia berbeda dengan yang terjadi di Eropa. Kapitalisme dahulu di Indonesia ialah kapitalisme pertanian, yang dominannya adalah rakyat Indonesia memiliki alat produksi sendiri namun menghasilkan petani yang melarat karena hasilnya sangat terbatas dan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup. Dari hal ini, Soekarno berkesimpulan bahwa konsep revolusi sosialisme yang dialamatkan kepada kaum proletar yang dipraktekkan di Eropa tidak bisa diterapkan di Indonesia.
Perjuangan sosialisme ala Indonesia menurut Soekarno ialah yang berlandaskan sosio – nasionalisme dan sosio – demokrasi yang menghendaki hilangnya tiap-tiap kapitalisme, imperealisme, dan kolonialisme. Sosio – nasionalisme yang dimaksud adalah semangat kebangsaan yang menjunjung tinggi perikemanusiaan ke dalam dan ke luar, yang tidak menari di atas “gebyarnya” atau kilaunya negeri keluar saja, tetapi ia haruslah mencari selamatnya semua manusia. Adapun sosio – demokrasi adalah demokrasi yang memperjuangkan keadilan sosial, yang tidak hanya memedulikan hak-hak sipil dan politik, melainkan juga hak ekonomi.
Adapun menurut Mohammad Hatta, lahirnya sosialisme di Indonesia ialah berawal dari upaya melaksanakan demokrasi ekonomi seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 33. Demokrasi ekonomi harus diwujudkan karena dengan adanya demokrasi ekonomi barulah terjamin adanya keadilan sosial yang menjadi tiang kelima daripada Negera Republik Indonesia. Keadilan sosial menghendaki kemakmuran yang merata ke seluruh rakyat, begitulah Hatta melihat sosialisme seperti tertuang dalam “Bung Hatta dan Ekonomi Islam” karangan Anwar Abbas.
Yang membedakan pergerakan sosialisme di Indonesia dengan di Barat yang menonjol adalah corak kehidupan bangsa Indonesia yang sudah terbiasa bersifat kolektifisme dibandingkan dengan di Barat yang bersifat individualism. Hal ini terjadi karean bangsa Indonesia mencitakan sebuah kedaulatan rakyat bukan kedaulatan individualism. Kedaulatan rakyat dapat dicapai melalui sebuah cara musyawarah mufakat yang dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri.
Kolektifisme atau kebersamaan, menurut Hatta jangan hanya tercermin dalam kehidupan politik dan sosial saja tetapi juga harus mencakup kehidupan ekonomi. Baginya kolektifisme tidaklah sulit diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena hal tersebut sudah berakar dalam kehidupan masyarakat asli Indonesia. Menurut Hatta, tanda-tanda kolektifisme tersebut tercermin dalam sifat gotong royong atas dasar tolong menolong. Dalam hal ini, masyarakat kita tidak mengenal upah-mengupah karena yang menjadi prinsip bagi mereka adalah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, sedih sama diderita dan gembira sama dirasa. Dari hal inilah lahirlah dasar-dasar bagi sosialisme Indonesia, yang bersifat kolektif, yang banyak sedikitnya masih bertahan sampai sekarang.
Namun, kolektifisme yang dianut bangsa Indonesia bukanlah kolektifisme yang berdasar atas sentralisasi atau terpusat pada satu orang dan satu kelompok manapun. Kolektifisme yang dianut oleh bangsa Indonesia ialah berdasar atas desentralisasi, yaitu tiap-tiap bagian berhak menentukan nasibnya sendiri.
Sebagai penutup, menurut Hatta demokrasi asli Indonesia tidaklah pincang seperti demokrasi politik Barat. Demokrasi asli Indonesia mengandung di dalamnya pelaksanaan cita-cita demokrasi politik dan ekonomi, pendek kata demokrasi sosial. Semuanya ini besar pengaruhnya atas perkembangan paham sosialisme yang memakai corak kolektifisme.
Intinya sosialisme Indonesia memiliki coraknya sendiri, menuju masyarakat yang adil dan makmur, suatu masyarakat yang bebas dari kemiskinan dan kesengsaraan hidup, di mana produksi dilakukan oleh orang banyak, atas dasar usaha bersama, di bawah pimpinan badan-badan masyarakat yang bertanggung jawab kepada masyarakat. Tujuannya seterusnya ialah melaksanakan perikemanusiaan dan perikeadilan, jelas Hatta dalam bukunya “Mohammad Hatta Bicara Marxis”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar