Banyak yang menyatakan bahwa ada hubungan yang khas antara Parta Keadilan Sejahter (PKS) dengan gerakan Ikhawanul Muslimin (IM) di Mesir. Ini terlihat sekali dari gelagat-gelagat yang dipertunjukkan oleh kader-kader PKS. Dari yang masih duduk di bangku kuliah maupun yang sudah nyaman duduk dalam parlemen.
Lalu sejatinya apa benar mereka berdua saling berhubungan? Mari kita telisisk terlebih dahulu apa itu Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ikhwanul Muslimin adalah sebuah gerakan dakwah yang didirikan oleh Hasan al-Banna pada tahun 1928. Bersama dengan enam orang temannya al-Banna melihat bahwa kondisi Mesir pada masa itu sedang dalam keadaan terburuk. Orang islam di sana tidak berada dalam posisi yang mulia. Tujuan utama berdirinya Ikhwanul Muslimin ada dua: yang pertama adalah membebaskan Negara islam dari kekuasaan asing. Yang kedua adalah menegakkan di Negara itu suatu pemerintahan yang merdeka yang sanggup melaksanakan hukum-hukum islam sebagai hukum sosialnya, mengumandangkan dasar-dasarnya yang lurus dan menyampaikan dakwahnya yang bijaksana kepada seluruh umat.
Seiring perkembanngannya di masyarakat Mesir, Ikhwanul Muslimin mendirikan sayap-sayap gerakannya dengan cara menyebarkan ideology mereka dengan membentuk media-media cetak. Dengan media tersebut mereka menyampaikan kepada rakyat Mesir yang lebih luas bahwa mereka memiliki lima pondasi awal dalam gerakannya. Yang pertama adalah penjelan kembali ajaran islam. Mereka mengemukakan ajaran islam akan selalu serasi dengan perkembangan jaman dan pengetahuan yang semakin modern, dan juga bahwa islam adalah ajaran yang terbaik untuk umat manusia. Yang kedua adalah membuktikan kelangsungan tuduhan yang dialamatkan kepada gerakan Ikhwan. Yang ketiga adalah menggalang persatuan umat islam. Yang keempat adalah menyakinkan kepada umat islam sendiri bahwa agama mereka tidak memiliki pertentangan dengan agama manapun. Dan yang kelima adalah menunjukkan jalan menuju islam.
Sejak awal, didirikannya gerakan dakwa Ikhwanul Muslimin ini dalam melihat problema di kalangan masyarakat Mesir sudah menginginkan terciptanya pemerintahan islam dalam Negara Mesir. Sampai pada masa selanjutnya pada tahun 1939 Ikhwan kembali menegaskan bahwa islam adalah ibadah dan kepemimpinan, agama dan kenegaraan, kerohanian dan kerja nyata, shalat dan perjuangan, ketaatan dan hukum, mushaf dan senjata, yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Kemudian mereka menyatakan bahwa program mereka di dasarkan atas tiga prinsip: 1) islam adalah sistem yang lengkap dan jalan terbaik dalam semua aspek, 2) islam bersumber dan didasarkan pada dua asas fundamental; Al-Qur’an dan Sunnah. 3) islam dapat diterapkan pada segala jaman dan tempat.
Tujuan akhir dari gerakan Ikhwan adalah dapat berdirinya “Pemerintahan Islam”. Ini terlihat jelas dari rumusan-rumusan yang mereka sendiri dengungkan.
Selanjutnya, seperti yang dikutip dari “dailymuslim” Sejatinya di Indonesia telah berdiri Jamaah Ikhwanul Muslimin. Menurut Yusuf Supendi, yang pernah menjadi salah satu pendiri PKS itu, menyatakan, Jamaah Ikhwan di Indonesia berdiri pada 11 September 1983. Sebagai ‘muasis’ (pendirinya) adalah Salim Segaf al Jufri, Abdullah Baharmus, Abdul Syakur (almarhum), dan Hilmi Aminudin. Jamaah Ikhwan di Indonesia menjelma menjadi Partai Keadilan (PK), pada 20 Juli 1998. Usai jatuhnya rezim Orde Baru, dan terjadinya perubahan yang luas, dan munculnya kekuatan Reformasi.
Tujuannya mendirikan partai, tak lain untuk berpartisipasi secara aktif bersama dengan komponen bangsa lainnya, khususnya dalam rangka melakukan transformasi kehidupan bangsa, menuju kehidupan yang lebih baik, sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam. Perubahan itu dilakukan secara gradual (bertahap), serta berusaha memperbaiki kehidupan masyarakat secara keseluruhan, dan mengajak komponen bangsa ini menjunjung nilia-nilai Islam yang mulia, dan yang sudah ada dalam kehidupan masyarakat luas.
Selanjutnya, Partai Keadilan itu menjelmakan diri menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera) berdasarkan keputusan Majelis Syuro (MS) ke XIII PKS pada 17 April 2003. Perubahan ini sebagai langkah antisipasi menjaga eksistensi Partai agar tetap dapat berpartisipasi dengan baik, khususnya untuk menghadapi perubahan yang terjadi di Indonesia.
Sejatinya antara IM dan PKS memiliki kesamaan dalam melakukan sebuah gerakan. Tujuan akhir dari gerakan IM adalah berdirinya pemerintahan islam di negeri Mesir. Sedangkan dalam diri PKS seperti kutipan di atas berpartisipasi secara aktif bersama dengan komponen bangsa lainnya, khususnya dalam rangka melakukan transformasi kehidupan bangsa, menuju kehidupan yang lebih baik, sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam. Keduanya akan berakhir pada tujuan yang sama, yakni menidirikan pemerintahan yang berdasarkan prinsip-prinsip islam.
Belakangan di Mesir terjadi pergolakan yang begitu besar setelah Moursi memimpin. Moursi sering kali kita dengar bahwa dirinya adalah salah satu bagian dari kelompok IM. Dia berhasil menjadi pemimpin Mesir melalu cara yang demokrasi. Namun ia di gulingkan oleh militer secara paksa. Lantas apa yang akan kita bicarakan dalam tulisan ini mengenai hal yang paling penting untuk perkembangan negeri ini?
Pertama, yang jelas adalah demokrasi bukan sekedar cara untuk merebut kekuasaan dalam mencapai tujuan tertentu, melainkan ialah tujuan-tujuan tersebut itu sendiri harus sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma demokrasi. Artinya, demokrasi jangan hanya dimanfaatkan untuk meraih kekuasaan yang selanjutnya dalam menjalankan roda kekuasaan tersebut tidak sesuai dengan kandungan-kandungan dari sistem demokrasi.
Lebih lanjut, demokrasi juga mencakup bagaimana interaksi kehidupan di dalam masyarakat. Misalnnya interest group, pressure group, dan juga kelas. Demokrasi modern sangat mengedepankan masalah melindungi kebebasan dan hak individu masyarakat dari tindakan kesewenangan penguasa. Fungsi normative pemerintahan demokratis adalah melindungi dan menjamin hak individu untuk menjalankan kehidupan mereka sesuai dengan keyakinan yang mereka yakini masing-masing. Dari sini kita melihat bahwa pemerintahan yang demokratis menempatkan individu pada posisi utama dalam pusat perhatian pemerintah, dan bukannya konsep-konsep transcendental – Tuhan, misalnya – yang merupakan pusat dan perhatian untuk tatanan demokratis.
Menurut Anas Urbaningrun dalam “Janji Kebangsaan Kita” Demokrasi adalah sebuah sistem nilai yang harus dijaga. Apalgi di tengah keragaman Indonesia. Demokrasi menjadi sistem nilai yang dimungkinkan keragaman tersebut tetap lestari seraya memberi ruang bagi setiap orang untuk bereskpresi dan mengutarakan ide dan ekspresinya melalui berbagai saluran. Kompetisi dan kontestasi gagasan juga terbuka lebar di alam demokrasi.
Seperti yang dituliskan oleh Burhanuddin Muhtadi dalam pengantar untuk buku Civil Religion yang dituliskan oleh Jeffrie Geovanie. Burhanuddin menuliskan bahwasanya seorang demokrat adalah individu atau sekelompok orang yang bukan saja menilai sebagai sistem terbaik dan bersifat prosedural, tapi juga yang berkaitan dengan kebebasan sipil seperti pernghargaan terhadap kebebasan individu, toleran terhadap perbedaan, kesamaan hak dihadapan hukum dan lain-lain. Di samping itu, seorang demokrat adalah supporter utama kehidupan publik yang diatur atas norma-norma universal, bukan norma-norma dari suatu agama tertentu. Sebab, bila norma-norma dari suatu agama tertentu yang menjadi dasar kehidupan publik, tak terbayangkan bagaimana pluralism, toleransi, dan kesetaraan sesama warga yang berbeda agama yang asasi itu dapat dilaksanakan.
Kultur feodal yang masih sangat kuat bukan saja tak dapat ditransformasikan menjadi kultur demokratis, tetapi malah menjadi sarana ampuh bagi penyaluran kepentingan-kepentingan politik. Akibatnya sisitem patrimonialisme malahan Berjaya dalam praktek, semetara demokrasi malah menjadi bahan olok-olok karena dianggap asing. Masih banyak dari sebagian orang memanfaatkan mobilisasi dari kesetiaan-kesetiaan primordial yang memang masih ampuh dalam masyarakat transisi seperti Indonesia.
Yang terjadi belakangan ini adalah bergolaknya kembali politik identitas yang dengan mudah menggantikan politik ber kewarganegaraan dan wawasan kebangsaaan. Merajarelanya gagasan seperti ini, maka akan sangat rentan sekali terjadinya gesekan-gesekan yang dibungkus dengan identitas primordial. Gejala-gejala seperti ini telah banyak bermunculan.
Terlebih PKS yang menjadi corong utama menjadikan asas Islam dalam cita-citanya mengusai Indonesia.
Konflik Mesir seperti sebuah simalakama. Moursi menang melalu proses demokrasi, namun ia sendiri tak memiliki komitmen untuk menjaga demokrasi itu. Meminjam istilah “demokrat islamis” maka secara tidak langsung istilah tersebut menuju kepada gerakan IM dan PKS yang hanya menganggap demokrasi hanya sebatas pemilihan saja, di sisi lain mereka masih menjalankan dan memperjuangkan islam untuk menjadi dasar hukum dalam tatanan kehidupan publik. Sebenarnya antara islam dan demokrasi sendiri bisa berjalan beriringan selama islam mampu mengadopsi nilai-nilai kebebasan, kesetaraan dan toleransi dalam kehidupan masyarakat yang menjadi dasar utama bangunan demokrasi. Penjelasan lebih jauh tentang kebebasan di sini bukanlah manusia yang bebas bertindak dan berucap semaunya. Kebebasan di dalam tubuh demokrasi adalah adanya batasan yakni kebebasan individu yang dibatasi oleh kebabasan manusia lainnya. Lebih jauh lagi, dalam tatanan pemerintahan yang demokratis ialah yang terbebas dari agama. Yang dimaksud adalah bahwa pemerintah harus terbebas dari dogma agama manapun dalam melakukan kontrolnya terhadap warga negaranya.
Ada baiknya menjelang Pemilu kali ini, bangsa Indonesia dapat memilih secara bijak partai politik mana yang akan mereka pilih dan kasih wewenang untuk menjalankan pemerintahan yang demokratis dan plural ini. Semoga …
Pernah di muat pada Kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar