Selasa, 11 Agustus 2015

Alam kita itu surga, tapi ....

Saya kira yang paling sulit untuk dijelaskan di negeri ini selain tentang carut marutnya kebijakan para pemimpinnya ada satu hal lagi yang paling sulit untuk kita jelaskan, yakni tentang alamnya. Entah nanti atau saat ini kita sudah mendapatkan sebuah pertanyaan dari anak-anak yang masih belia usianya, pertanyaan yang akan membuat kita harus berpikir ulang, “apakah memang benar negeri kita ini dikatakan sebagai tanah surga yang kaya dan indah alam rayanya?”.
Baiklah sebaiknya saya jelaskan terlebih dahulu bahwa tulisan ini hanyalah tentang kebodohan pribadi diri saya sendiri yang tak mampu menjabarkan keindahan alam raya Indonesia. Tulisan ini juga hanya tentang cerita biasa, antara kegelisahan dan kebanggaan. Yang harus kita tanamkan dalam diri adalah rasa percaya dan optimis bahwa alam kita suatu saat nanti akan hijau kembali.

Rasa bangga akan selalu hadir saat kaki kita menapaki suatu tempat yang begitu mempesona keindahannya. Berada di puncak tertinggi atau bahkan di bawah lautan negeri ini melihat dengan mata kepala sendiri menyaksikan keindahan Tuhan dalam melukiskan alam raya-Nya. Semua penat yang di kepala tiba-tiba lepas begitu saja seakan melepaskan semua beban kehidupan. Bersyukurlah, kita masih bisa merasakan keindahan semesta ini.

Jiwa berpetualang kita yang masih didukung oleh usia muda dan tentunya rejeki yang mencukupi akan terus tertantang untuk menginjakkan kaki di lain tempat yang memiliki keindahan luar biasa. Sudah amat jelas, keindahan alam Indonesia amat sangat diakui oleh penduduk dunia. Hampir setiap hari turis-turis asing menginjakkan kakinya di sudut-sudut wilayah tanah air yang memiliki keindahan yang menakjubkan.

Seakan tak mau kalah dengan para turis, kita terus berupaya mengeksplor lokasi-lokasi yang belum banyak tersentuh oleh
tangan manusia. Berpetualang seakan telah menjadi gaya hidup pemuda bangsa kita pada saat ini.

Namun sampai di sini bayangan saya tentang keindahan alam Indonesia terhenti. Bermula pada suatu waktu saya melakukan perjalanan ke salah satu kota di Jawa Tengah dengan menggunakan kereta api. Waktu tempuh yang lumayan lama mampu membuat lamunan yang begitu dalam. Menyaksikan sisi-sisi lain yang belum pernah ditemui sebelumnya. Tentunya tentang kawasan-kawasan yang dilintasi oleh jalur kereta tersebut. Detik per detik terlewati dengan begitu seksama. Ternyata masih banyak dari penduduk bumi pertiwi ini hidup di bawah garis kelayakan. Tapi pastinya saya tak tahu juga apa mereka merasa hidup di bawah dari kelayakan. Itu hanya praduga semata.

Sekali lagi, sebagian banyak orang setuju bahwa tanah kita adalah tanah surga. Tanahnya subur, air nya mengalir kemana-mana, perut bumi nya kaya akan sumber mineral, gunungnya kaya akan produksi hutan, dan lautnya tak kalah kaya dari bagian-bagian alam lainnya.

Seharusnya dengan kondisi alam yang sebegitu surga tersebut, bangsa ini mampu membuat penduduknya hidup jauh dari rasa lapar. Sekali lagi itu yang seharusnya terjadi namun faktanya tentu tak usah dijelaskan lagi apa yang terjadi dengan penduduknya saat ini.

Alam yang bagaikan surga, ah iya semoga ini bukan mimpi semata. Ada perasaan lain saat kita menginjakkan kaki di suatu daerah yang begitu indah alamnya. Atau hanya sekedar melihatnya dari layar kaca yang saat ini sedang giat mengumbar aurat tersembunyi dari alam raya Indonesia ini. Pada saat itu terjadi selain alam yang indah tentu kita bisa melihat sisi lainnya. Mungkin ini hanya perasaan saya saja, penduduk disekitarnya hidup di bawah garis kelayakan. Jangan sampai, semoga ini tidak sampai terjadi, ketika kita berbangga diri dan begitu takjub menikmati keindahan alamnya membuat penduduk aslinya merasakan kecemburuan merasakan ketidak adilan dan ketimpangan pembangunan. Di saat kita berfoto-foto selfie, penduduk lokal malah merasakan iri hati. Sudah barang tentu penduduk lokal tidak pernah atau jarang melakukan selfie di depan kamera di tempat yang sama saat kita melakukannya.

Ah sudahlah, tak usah dipikirkan apalagi dianggap sebagai sindiran. Saya sendiri jarang sekali melakukan traveling ke alam bebas. Sebenarnya ingin tapi apa daya.

Satu hal lagi, tanah surga kita ini sedang mengalami gejolak yang luar biasa. Sinabung dan Raung kini sedang mengalami peningkatan aktifitas vulkaniknya. Belum lama, Taman Nasional Baluran sebagian hutannya terbakar. Dan di musim yang panas ini, membuat para petani harus rela gagal panen. Selain itu, ya inilah yang terus terjadi, pembakaran hutan gambut kerap kali terjadi. Sudah jelas demi pembukaan untuk lahan kelapa sawit yang padahal sekitar 50% atau 9,2 juta hektar (ha) bukan dikuasai oleh orang dari negeri kita sendiri. Hanya sekitar 3,6 juta ha yang dikuasai oleh petani lokal. Dan tentunya masih banyak lagi kekayaan alam kita yang dikuasai oleh bangsa asing.

Tentunya sudah pada mengetahui, Indonesia menjadi negara kedua setelah Brazil dalam tingkat kerusakan alamnya. Hampir 5,3 miliar ton karbon dilepaskan setiap tahunnya di Indonesia. Ini terjadi karena berubahnya tata guna lahan dan kerusakan hutan.

Hutan kita merupakan rumah bagi 12 persen mamalia di seluruh dunia, 16 persen spesies reptile dan amfibi, serta 17 persen spesies burung. Lebih dari 10.000 jenis pohon tumbuh di kawasan hutan Indonesia.

Penyebab utama kerusakan hutan ialah alih guna lahan dan kebakaran hutan serta pembalakan liar. Lemahnya pengawasan terhadap aturan larangan penebangan pohon dan juga penanaman kembali bagi pemilik ijin yang berkesempatan mengelola hutan membuat keadaan hutan kita semakin parah. Dari kerusakan hutan ini barang tentu akan menyebabkan tergerusnya tempat tinggal satwa-satwa langka. Ditambah lagi menipisnya hutan mangrove di garis pantai.

Tentu kita juga pernah mendengar punahnya suku Amungme dan Kamoro akibat eksploitasi habis-habisan alam nya menjadi Freeport. Mereka tak menerima untung sama sekali. Alamnya dirusak. Ketidak mampuan mengelola alam dengan cara yang baru, membuat mereka terbelakang. Alam yang sebelumnya menjadi tempat mereka mencari makan kini telah berubah. Tak ada lagi berkah alam yang dapat di konsumsi mereka. Air menjadi tak layak minum akaibat limbah yang berbahaya. Kepunahan dua suku asli ini tidak membuat pemerintah surut untuk terus mengeruk alam yang hanya menguntungkan pemodal dan tentunya dompet mereka pribadi. Penduduk asli diabaikan. Konversi alam ini pun selalu menimbulkan konflik. Setelah alam mereka habis dikeruk, maka ditingggalkan begitu saja. Alam yang tadinya menjadi harapan mereka hidup berabad-abad kini hanya tinggal kenangan.

Isu tentang Gunung Ciremai akan digunakan sebagai sumber energi panas oleh pemerintah yang juga bekerja sama dengan perusahaan asing, ditambah lagi kawasan lumbung padi di Rembang Jawa Tengah yang ingin diganti menjadi pabrik semen. Kedua hal ini serupa dan sejenis seperti apa yang terjadi di tanah Papua. Ya, tanah kita memang tanah surga bagi perusak lingkungan dan para koruptor bengis. Penguasa dan juga perusahaan asing hanya datang, gali (keruk kekayaan alam), lalu setelah rusak atau habis mereka meninggalkannya begitu saja.

Apakah nanti di suatu wilayah tertentu akan tertanam sebuah nisan yang bertuliskan “dahulu di sini kami pernah tinggal”.

Sekali lagi ini hanyalah curhat yang tak perlu diperdebatkan.

Tentu kita pernah melihat dari layar kaca betapa indahnya alam Indonesia di wilayah pelosok Indonesia, khususnya daerah Indonesia bagian Timur. Tentu juga kita sudah sangat tahu tentang komoditas alam di wilayah tersebut. Dari layar kaca yang sama dan acara tv yang sama juga, kita juga dapat melihat keadaan penduduk di wilayah tersebut.
Ini adalah surga, di musim hujan kita kebanjiran dan bencana longsor kerap kali datang. Sedangkan di musim kemarau kita kekeringan dan produksi pangan menjadi berkurang.

Kita dan pemerintah sebaiknya bijak berperilaku kepada penduduk-penduduk pedalaman apalagi yang memiliki kekayaan dan keindahan alam yang begitu melimpah.

Ingat ini tanah air kita, di sini kita bukan turis.

sumber foto: koleksi pribadi di Taman Nasional Gunung Gede

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
bekasi, jawa barat, Indonesia
sedang berproses, sederhana dan membumi. follow twitter: @ojiwae