Pondok gede merupakan daerah satelit di kawasan Bekasi yang menghubungkan langsung kota Bekasi dengan Jakarta. Di pusat wilayah ini juga terdapat pusat perbelanjaan yang cukup besar. Wilayah ini cukup banyak dilewati oleh angkutan umum yang berasal dari dan menuju Bekasi dan Jakarta. Wilayah ini sangat strategis, selain sebagai penghubung Jakarta dan Bekasi, Pondok Gede juga memiliki pusat perbelanjaan.
Karena dua alasan di atas wilayah Pondok Gede menjadi sangat rawan kemacetan. Bertumpuknya angkutan umum yang melawati daerah ini menjadi salah satu penyebabnya. Persoalan lebih lanjutnya karena wilayah ini yang begitu strategis tidak memiliki terminal. Semua lahan yang ada di sini dibangun menjadi gedung-gedung perbelanjaan. Tidak terbersit sekalipun terlihat niatan untuk membangun terminal.
Permasalahan selanjutnya adalah masih banyaknya pedagang kakilima yang berdagang di badan jalan. Ini menambah pemandangan Pondok Gede semakin kumuh, kotor dan macet. Direnovasinya gedung lama menjadi pasar modern menjadi salah satu penyebab dari banyaknya pedagang kakilima yang berjualan di jalanan. Mahalnya uang tebusan untuk kembali berjualan di dalam pasar tersebut membuat pedagang tidak memiliki pilihan lain untuk melanjutkan pencariannya tersebut. Rupanya renovasi pasar tersebut bukan menjadi sebuah solusi untuk memperindah wilayah Pondok Gede tetapi malah semakin memperkeruh permasalahan.
Tidak adanya lahan yang dibangun menjadi terminal dan mahalnya biaya yang harus ditebus pedagang untuk kembali berdagang di dalam pasar menjadi sebuah kesalahan besar pemerintah kota Bekasi dalam melakukan pemerintahan. Seharunsnya hak-hak pedagang yang telah memiliki kontrak penjang berjualan di dalam pasar sebelum direnovasi kembali diberikan walau sekarang gedungnya gedung baru. Perlindungan terhadap pedagang di wilayah pasar Pondok Gede dari pemerintah sangat kecil. Yang pada akhirnya malah memperburuk pemandangan daerahnya sendiri.
Kami berharap kepada calon pemimpin baru kota Bekasi yang nanti menjadi walikota mampu memperbaiki wilayah Pondok Gede. Bukan sekedar janji manis saja. Permasalah di kawasan ini sudah sangat kompleks. Butuh penanganan segera.
Senin, 29 Oktober 2012
Republik yang sedang "Sakit"
Di hari sumpah pemuda minggu kemarin, bangsa ini mendengar berita yang sangat memilukan dari Lampung. Terjadinya bentrok antar warga di Lampung Selatan yang melibatkan warga Desa Agom, Kecamatan Kalianda dengan warga Desa Sidoreno, Kecamatan Way Panji, membuat kondisi kedua kampung mencekam. Konflik ini melibatkan warga pribumi asli dengan warga pendatang. Konflik yang dimulai oleh masalah sepele, karena ada tindakan yang tidak menyenangkan dari pemuda Desa Sidoreno terhadap gadis Desa Agom yang menyebabkan gadis tersebut terluka.
Konflik yang sampai menyebabkan korban tewas. Ini menjadi permasalahan yang sangat berat bagi negeri ini. Konflik yang hampir menuju melibatkan antar etnis ini sangat tidak enak didengar bagi seluruh anak negeri. Bagaimana tidak, kini kita yang telah terbiasa hidup rukun dalam berbagai keragaman budaya, suku dan bahasa kini sedikit mengalami kegelisahan. Ke-Bhinekaan kita kini sedikit ternodai.
Konflik biasanya terjadi karena adanya informasi yang menyesatkan dikalangan masyarakat yang menuju kepada perpecahan di dalam masyarakat itu sendiri. Maka dari itu masyarakat jangan mudah terpancing oleh informasi yang menyesatkan seperti itu. Ada baiknya masyarakat menoreksi kembali informasi yang didapatkannya ketika informasi tersebut menuju kepada konflik horizontal antar masyarakat.
Permasalahan seperti di atas sudah sangat sering kita mendengarnya. Konflik antar masyarakat sering kali terjadi. Terkesan ada yang salah dalam menangani permasalah ini. Ada yang bilang, seharusnya aparat malakukan tindakan pengamanan yang lebih terhadap daerah-daerah yang cenderung terjadinya konflik. Upaya damai yang seharusnya dilakukan oleh aparat pemerintah daerah dan juga kepolisian seharusnya terjadi sangat intensif bagi daerah-daerah yang cenderung terjadinya konflik.
Belum lama kita juga mendengar isu yang hampir menyebabkan terjadinya perpecahan dalam masyarakat yang telah rukun dalam perbedaan di Jakarta ini. Dalam suasana pilgub ada saja oknum masyarakat yang menyulut terjadinya perpecahan dengan cara menyebarkan informasi SARA. Menyabarkan inoformasi jangan sampai pemimpin Jakarta ini dipimpin oleh suku lain. Atau bahkan yang lebih menyedihkan lagi dalam kasus ini, oknum tersebut malah memfitnah salah satu calon Gubernur Jakarta dengan mengatakan agamanya bukan agama islam. Jelas ini sangat menyedihkan dalam kehidupan berbangsa kita. Bangsa kita ingin dirusak oleh orang-orang tidak jelas yang tidak mengerti perbedaan. Apabila melihat dari efek konflik yang terjadi di Lampung tersebut, apa itu yang diinginkan oleh oknum tersebut agar terjadi di Jakarta. Sungguh sangat menyedihkan.
Selain konflik antar etnis, negeri kita juga dirundung oleh tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok “jubah putih” yang mengakui dirinya paling benar dalam masalah beragama. Sering kita mendengar kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ini kepada kelompok lain yang minoritas yang berbeda prinsip dalam mengimani keagamaannya. Atau sering kita mendengar kelompok ini melakukan tindakan-tindakan yang melebihi kewenangan kepolisian dalam menangani suatu kasus. Sungguh sangat menyedihkan apabila mendengar hal seperti ini.
Menyimak karya Hannah Arendt yang dikutip dari buku Agus Sudibyo yang berjudul “Politik Otentik (Manusia dan Kebebasan dalam Pemikiran Hannah Arendt), Arendt menyatakan politik yang otentik itu harus bertolak dari prinsip kebebasan, keseteraan, dan koeksistensi semua orang di dalam ruang kehidupan yang pluralistik. Politik yang otentik terwujud ketika individu yang berbeda-beda sekaligus setara bertindak dan berbicara untuk memutuskan perkara-perkara bersama secara argumentatif-diskursif. Artinya ialah, bagaimanapun kehidupan kita ini diisi oleh berbagai macam perbedaan, namun perbedaan itu membawa kepada kita pada posisi yang setara dan kita berhak melakukan dan menyampaikan apa yang kita pikirkan untuk menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi di dalam tubuh masyarakat. Kita yang berbeda melakukan tersebut secara diskursif. Kita yang berbeda-beda harus keluar dari domain privat kita untuk ikut masuk kedalam masyarakat yang plural dan berempati pada masalah sekitar. Inilah salah satu contoh kehidupan yang harus diterapkan dalam Negara kita ini.
Mari sama-sama kita kembalikan bangsa ini kepada apa yang dicita-citakan oleh para leluhur kita. Kita yang satu karena perbedaan, karena perbedaanlah yang mempersatukan kita. Lawan para oknum yang memanfaatkan perbedaan kita dan menginginkan bangsa ini dalam perpecahan. Jaga negeri ini, karena ini adalah tanggung jawab kita sebagai penerus bangsa.
#AkuAdaKarenaAkuIndonesia
#SaveRI
#Wassalam
Konflik yang sampai menyebabkan korban tewas. Ini menjadi permasalahan yang sangat berat bagi negeri ini. Konflik yang hampir menuju melibatkan antar etnis ini sangat tidak enak didengar bagi seluruh anak negeri. Bagaimana tidak, kini kita yang telah terbiasa hidup rukun dalam berbagai keragaman budaya, suku dan bahasa kini sedikit mengalami kegelisahan. Ke-Bhinekaan kita kini sedikit ternodai.
Konflik biasanya terjadi karena adanya informasi yang menyesatkan dikalangan masyarakat yang menuju kepada perpecahan di dalam masyarakat itu sendiri. Maka dari itu masyarakat jangan mudah terpancing oleh informasi yang menyesatkan seperti itu. Ada baiknya masyarakat menoreksi kembali informasi yang didapatkannya ketika informasi tersebut menuju kepada konflik horizontal antar masyarakat.
Permasalahan seperti di atas sudah sangat sering kita mendengarnya. Konflik antar masyarakat sering kali terjadi. Terkesan ada yang salah dalam menangani permasalah ini. Ada yang bilang, seharusnya aparat malakukan tindakan pengamanan yang lebih terhadap daerah-daerah yang cenderung terjadinya konflik. Upaya damai yang seharusnya dilakukan oleh aparat pemerintah daerah dan juga kepolisian seharusnya terjadi sangat intensif bagi daerah-daerah yang cenderung terjadinya konflik.
Belum lama kita juga mendengar isu yang hampir menyebabkan terjadinya perpecahan dalam masyarakat yang telah rukun dalam perbedaan di Jakarta ini. Dalam suasana pilgub ada saja oknum masyarakat yang menyulut terjadinya perpecahan dengan cara menyebarkan informasi SARA. Menyabarkan inoformasi jangan sampai pemimpin Jakarta ini dipimpin oleh suku lain. Atau bahkan yang lebih menyedihkan lagi dalam kasus ini, oknum tersebut malah memfitnah salah satu calon Gubernur Jakarta dengan mengatakan agamanya bukan agama islam. Jelas ini sangat menyedihkan dalam kehidupan berbangsa kita. Bangsa kita ingin dirusak oleh orang-orang tidak jelas yang tidak mengerti perbedaan. Apabila melihat dari efek konflik yang terjadi di Lampung tersebut, apa itu yang diinginkan oleh oknum tersebut agar terjadi di Jakarta. Sungguh sangat menyedihkan.
Selain konflik antar etnis, negeri kita juga dirundung oleh tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok “jubah putih” yang mengakui dirinya paling benar dalam masalah beragama. Sering kita mendengar kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ini kepada kelompok lain yang minoritas yang berbeda prinsip dalam mengimani keagamaannya. Atau sering kita mendengar kelompok ini melakukan tindakan-tindakan yang melebihi kewenangan kepolisian dalam menangani suatu kasus. Sungguh sangat menyedihkan apabila mendengar hal seperti ini.
Menyimak karya Hannah Arendt yang dikutip dari buku Agus Sudibyo yang berjudul “Politik Otentik (Manusia dan Kebebasan dalam Pemikiran Hannah Arendt), Arendt menyatakan politik yang otentik itu harus bertolak dari prinsip kebebasan, keseteraan, dan koeksistensi semua orang di dalam ruang kehidupan yang pluralistik. Politik yang otentik terwujud ketika individu yang berbeda-beda sekaligus setara bertindak dan berbicara untuk memutuskan perkara-perkara bersama secara argumentatif-diskursif. Artinya ialah, bagaimanapun kehidupan kita ini diisi oleh berbagai macam perbedaan, namun perbedaan itu membawa kepada kita pada posisi yang setara dan kita berhak melakukan dan menyampaikan apa yang kita pikirkan untuk menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi di dalam tubuh masyarakat. Kita yang berbeda melakukan tersebut secara diskursif. Kita yang berbeda-beda harus keluar dari domain privat kita untuk ikut masuk kedalam masyarakat yang plural dan berempati pada masalah sekitar. Inilah salah satu contoh kehidupan yang harus diterapkan dalam Negara kita ini.
Mari sama-sama kita kembalikan bangsa ini kepada apa yang dicita-citakan oleh para leluhur kita. Kita yang satu karena perbedaan, karena perbedaanlah yang mempersatukan kita. Lawan para oknum yang memanfaatkan perbedaan kita dan menginginkan bangsa ini dalam perpecahan. Jaga negeri ini, karena ini adalah tanggung jawab kita sebagai penerus bangsa.
#AkuAdaKarenaAkuIndonesia
#SaveRI
#Wassalam
Menuju Bekasi 1
Bekasi sedikit lagi akan melaksanakan pesta demokrasi terbesar di wilayahnya. Pemilihan walikota dan wakil walikota untuk periode 2012-2017 akan segera dilaksanakan pada bulan Desember nanti. Dan KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) Bekasi telah menentukan siapa saja yang bakal maju dalam pemilihan tersebut. Ada lima kandidat yang bakalan bersaing dalam Pilkada Bekasi nanti, yaitu, Shalih Mangara Sitompul dan Anwar Anshori (Independen), Dadang Mulyadi dan Lukman Hakim (PAN, Partai Gerindra, dan PPP), Rahmat Effendi dan Ahmad Syaikhu (Partai Golkar, PKS, Partai Hanura, dan PKB), Awing Asmawi dan Andi Zabidi (Partai Demokrat.), dan pasangan Sumiyati Mochtar Muhammad dan Anim Imanuddin (Partai PDIP, PBB, dan PDS). Kelima calon pasangan ini akan bertarung untuk menggantikan posisi Rahmat Effendi yang menjabat sebagai Walikota yang menggantikan walikota terpilih pada periode lalu Mochtar Muhammad yang tersandung kasus korupsi.
Majunya kembali Rahmat Effendi sebagai calon walikota makin memanaskan persaingan antara dirinya dengan Sumiyati Mochtar Muhammad isteri dari mantan walikota Bekasi yang dipenjara karena tersangkut kasus korupsi. Sumiyati akan berusaha merebut kembali tampuk kekuasaan suaminya tersebut agar dapat melanjutkan apa saja yang telah direncanakan oleh sang suami selama menjabat sebagai walikota. Persaingan ini akan bertambah seru dengan adanya calon pasangan dari kandidat lainnya. Bagaimanapun yang terjadi, penentuannya nanti pada tanggal 16 Desember 2012 waktu pelaksanaan pemilihan,
Yang menjadi persoalan di sini adalah bagaimana Sumiyati Mochtar Muhammad maju menjadi salah satu calon yang ingin bersaing dalam perebutan walikota Bekasi. Sumiyati yang juga didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) seperti suaminya dahulu Mochtar Muhammad. Penambahan nama Mochtar Muhammad di belakang namanya ini menunjukkan bahwa sebelumnya Sumiyati tidak memiliki ketenaran kepada masyarakat Bekasi.
Tentu dalam ilmu komunikasi politik kita sama-sama mengetahui bahwa dalam merebut atau mempertahankan kekuasaan memiliki tiga cara; yaitu simbolis, materil dan procedural. Simbolis: Memanipulasi kecenderungan-kecenderungan yang terikat dan berpengaruh dalam sejarah, tradisi, kepercayaan, dan nilai-nilai pada kehidupan kita. Contoh: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang membentuk lambang partainya seperti lambing Nahdatul Ulama(NU). Materil: dengan cara menjanjikan dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Contoh: money politik pada saat sebelum pemilu berlangsung. Procedural: dengan cara menyelengarakan pemilu untuk menentukan para wakil rakyat, presiden dan wakil presden, dan para anggota lembaga tinggi Negara.
Selain itu dalam dasar-dasar kekuasaan pun kita mengenal istilah reward power (kekuasaan memberi ganjaran), coercive power (kekuasaan yang memaksa), legitimate power (kekuasaan yang sah), referent power (kekuasaan referensi) dan expert power (kekuasaan ahli).reward power: kekuasaan yang didapat setela memberikan kepuasaan kepada pemimpin. Tentunya kekuasaan ini didapat setelah pemimpin yang ada memberikan mandat kepada kita karena kita telah melakukan sesuatu yang berharga kepada dirinya. Coercive power: kekuasaan yang lahir dari pemberontakan karena mengenggap pemirintahan yang sebelumnya telah gagal. Contoh: gerakan NTC di Libya yang memaksa Moammar Qaddafi mundur. Legitimate power: kekuasaan yang diperoleh dari hasil pemilihan umum yang sah. Contoh; kemenangan SBY dalam 2 pemilu terakhir di Indonesia. Referent power: kekuasan yang lahir karena menyandarkan dirinya (prediden) kepada orang yang telah berpengaruh dalam sejarah. Contoh; Megawati dan Alm. Gus Dur yang menjadi presiden karena menyandarkan dirinya kepada sosok Soekarno dan Hasyim Asyari. Expert power: kekuasaan yang lahir karena dia (pemimpin) memilki keahlian.
Pada diri Sumiyati adalah bagaimana cara dia memperoleh dasar-dasar kekuasaan dan merebut kekuasaan dengan cara simbolis dan referent power. Ini terlihat dari namanya yang ditambahkan nama Mochtar Muhammad di belakang namanya. Artinya dalam memperoleh dasar kekuasaan Sumiyati menyandarkan dirinya kepada tokoh yang telah berpengaruh atau terkenal sebelumnya yakni Mochtar Muhammad suaminya sendiri, Selain itu caranya dalam memperubut kekkuasaan nanti dalam persaingan pilkada pun dengan cara simbolis. Dia memanipulasi dirinya kedalam diri suaminya agar dirinya meraih dukungan dari para pendukung-pendukung suaminya pada periode yang lalu. Inilah strategi Sumiyati dalam memenangi persaingan menjadi walikota Bekasi.
Namun kita tidak boleh lupa siapa Mochtar Muhammad mantan walikota Bekasi yang kini dipenjara karena tersangkut kasus korupsi. Mochtar turun dari jabatannya dan kini mendekam dalam penjara karena didakwa melakukan empat tindak pidana korupsi, yaitu suap Piala Adipura tahun 2010, penyalahgunaan APBD, suap kepada pemeriksa dari BPK, dan penyalahgunaan anggaran makan minum DPRD Kota Bekasi. Tindakan Mochtar ini menyebabkan kerugian terhadap uang Negara sampai Rp. 5,5 milyar rupiah.
Jika kita melihat kasus di atas, ada yang salah dalam strategi politik yang diusung oleh Sumiyati. Bagaimana tidak, nama Mochtar Muhammad yang dia sandingkan bersama namanya dalam maju dalam pemilihan walikota Bekasi sudah sedikit “rusak” karena perbuatan korupsinya. Tentu kita bertanya-tanya apa motivasi dari Sumiyati ini sendiri. Dan tentu masyarakat Bekasi tidak lagi mau salah memilih dalam memilih pemimpin. Semoga kedepannya Bekasi dapat memiliki pemimpin yang benar-benar amanah terhadap janjinya dan terhadap jabatannya. Jangan sampai Bekasi kembali memiliki walikota yang harus diberhentikan karena tersandung kasus korupsi.
Majunya kembali Rahmat Effendi sebagai calon walikota makin memanaskan persaingan antara dirinya dengan Sumiyati Mochtar Muhammad isteri dari mantan walikota Bekasi yang dipenjara karena tersangkut kasus korupsi. Sumiyati akan berusaha merebut kembali tampuk kekuasaan suaminya tersebut agar dapat melanjutkan apa saja yang telah direncanakan oleh sang suami selama menjabat sebagai walikota. Persaingan ini akan bertambah seru dengan adanya calon pasangan dari kandidat lainnya. Bagaimanapun yang terjadi, penentuannya nanti pada tanggal 16 Desember 2012 waktu pelaksanaan pemilihan,
Yang menjadi persoalan di sini adalah bagaimana Sumiyati Mochtar Muhammad maju menjadi salah satu calon yang ingin bersaing dalam perebutan walikota Bekasi. Sumiyati yang juga didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) seperti suaminya dahulu Mochtar Muhammad. Penambahan nama Mochtar Muhammad di belakang namanya ini menunjukkan bahwa sebelumnya Sumiyati tidak memiliki ketenaran kepada masyarakat Bekasi.
Tentu dalam ilmu komunikasi politik kita sama-sama mengetahui bahwa dalam merebut atau mempertahankan kekuasaan memiliki tiga cara; yaitu simbolis, materil dan procedural. Simbolis: Memanipulasi kecenderungan-kecenderungan yang terikat dan berpengaruh dalam sejarah, tradisi, kepercayaan, dan nilai-nilai pada kehidupan kita. Contoh: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang membentuk lambang partainya seperti lambing Nahdatul Ulama(NU). Materil: dengan cara menjanjikan dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Contoh: money politik pada saat sebelum pemilu berlangsung. Procedural: dengan cara menyelengarakan pemilu untuk menentukan para wakil rakyat, presiden dan wakil presden, dan para anggota lembaga tinggi Negara.
Selain itu dalam dasar-dasar kekuasaan pun kita mengenal istilah reward power (kekuasaan memberi ganjaran), coercive power (kekuasaan yang memaksa), legitimate power (kekuasaan yang sah), referent power (kekuasaan referensi) dan expert power (kekuasaan ahli).reward power: kekuasaan yang didapat setela memberikan kepuasaan kepada pemimpin. Tentunya kekuasaan ini didapat setelah pemimpin yang ada memberikan mandat kepada kita karena kita telah melakukan sesuatu yang berharga kepada dirinya. Coercive power: kekuasaan yang lahir dari pemberontakan karena mengenggap pemirintahan yang sebelumnya telah gagal. Contoh: gerakan NTC di Libya yang memaksa Moammar Qaddafi mundur. Legitimate power: kekuasaan yang diperoleh dari hasil pemilihan umum yang sah. Contoh; kemenangan SBY dalam 2 pemilu terakhir di Indonesia. Referent power: kekuasan yang lahir karena menyandarkan dirinya (prediden) kepada orang yang telah berpengaruh dalam sejarah. Contoh; Megawati dan Alm. Gus Dur yang menjadi presiden karena menyandarkan dirinya kepada sosok Soekarno dan Hasyim Asyari. Expert power: kekuasaan yang lahir karena dia (pemimpin) memilki keahlian.
Pada diri Sumiyati adalah bagaimana cara dia memperoleh dasar-dasar kekuasaan dan merebut kekuasaan dengan cara simbolis dan referent power. Ini terlihat dari namanya yang ditambahkan nama Mochtar Muhammad di belakang namanya. Artinya dalam memperoleh dasar kekuasaan Sumiyati menyandarkan dirinya kepada tokoh yang telah berpengaruh atau terkenal sebelumnya yakni Mochtar Muhammad suaminya sendiri, Selain itu caranya dalam memperubut kekkuasaan nanti dalam persaingan pilkada pun dengan cara simbolis. Dia memanipulasi dirinya kedalam diri suaminya agar dirinya meraih dukungan dari para pendukung-pendukung suaminya pada periode yang lalu. Inilah strategi Sumiyati dalam memenangi persaingan menjadi walikota Bekasi.
Namun kita tidak boleh lupa siapa Mochtar Muhammad mantan walikota Bekasi yang kini dipenjara karena tersangkut kasus korupsi. Mochtar turun dari jabatannya dan kini mendekam dalam penjara karena didakwa melakukan empat tindak pidana korupsi, yaitu suap Piala Adipura tahun 2010, penyalahgunaan APBD, suap kepada pemeriksa dari BPK, dan penyalahgunaan anggaran makan minum DPRD Kota Bekasi. Tindakan Mochtar ini menyebabkan kerugian terhadap uang Negara sampai Rp. 5,5 milyar rupiah.
Jika kita melihat kasus di atas, ada yang salah dalam strategi politik yang diusung oleh Sumiyati. Bagaimana tidak, nama Mochtar Muhammad yang dia sandingkan bersama namanya dalam maju dalam pemilihan walikota Bekasi sudah sedikit “rusak” karena perbuatan korupsinya. Tentu kita bertanya-tanya apa motivasi dari Sumiyati ini sendiri. Dan tentu masyarakat Bekasi tidak lagi mau salah memilih dalam memilih pemimpin. Semoga kedepannya Bekasi dapat memiliki pemimpin yang benar-benar amanah terhadap janjinya dan terhadap jabatannya. Jangan sampai Bekasi kembali memiliki walikota yang harus diberhentikan karena tersandung kasus korupsi.
Jumat, 05 Oktober 2012
KPK Yang Sedang Digembosi
Pada malam sabtu 06 Oktober 2012 kita sunguh terkejut dengan apa yang terjadi di depan gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Setelah resmi memanggil Djoko Susilo sebagai saksi kasus korupsi simulator sim di badan kepolisian selama ber jam-jam gedung KPK dipenuhi dengan kehadiran begitu banyaknya anggota kepolisian. Ini sungguh sangat mengejutkan bagi bangsa ini. KPK yang selama ini menangani berbagai kasus korupsi di seluruh penjuru negeri ini tiba-tiba bak mendapatkan musuh baru dalam memberantas korupsi.
Controversial seperti ini memicu banyak reaksi dari berbagai kalangan. Tokoh-tokoh anti korupsi di negeri ini sampai menyempatkan hadir di gedung KPK pada malam hari demi memberikan dukungan moril kepada KPK dalam melawan korupsi. Ya, memang kasus ini bukan sekedar kasus biasa, mampukah KPK menangani kasus ini sampai tuntas dan berani menerima tekanan langsung yang diberikan kepolisian. Seorang Jenderal dari tubuh kepolisian kini sedang dalam penyakitan kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK. Setelah satu kali melanggar panggilan yang diberikan oleh KPK.
Seperti ada batu besar menimpa menubuh tubuh KPK pada penanganan kasus ini. Ada perlawanan dari para koruptor sendiri. Sebelumnya kita mendengar kabar dari gedung DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bahwa mereka akan mervisi UU KPK. Banyak keistimewaan di tubuh KPK yang akan digeroti oleh DPR jika UU KPK akan direvisi. Para koruptor seperti sedang bersatu untuk membumi hanguskan KPK dari republik ini. Dan ada pula pihak-pihak yang tidak senang dengan keberadaan KPK di luar tubuh para koruptor. Mereka bersatu, mereka melawan keadilan yang coba ditegakkan dalam republik ini.
Pada kasus seperti ini mengingatkan saya apa yang pernah dituliskan oleh Hannah Arendt dalam buku Eichmann in Jerusalem yang menggambarkan tokoh Adolf Eichmann sebagai seorang yang “tidak berpikir”. Adolf Eichmann adalah tokoh yang merekayasa pembunuhan jutaan warga Yahudi, dianggap oleh Arendt sebagai bukanlah monster atau setan, melain cuma seorang yang menjalankan tugas kesehariannya untuk meraih karir dalam hirarki Nazi.
Ketika pelemahan KPK tidak lagi dianggap sebagai kesalahan moral maka akan menimbulkan bagaimana teknik paling efisien dalam melaksanakannya. Ini sangat berlaku bagi mereka yang memang sangaja ingin melemahkan KPK. DPR dan kepolisian memiliki momen yang tepat dalam melakukan pelemahan ini. DPR caranya dengan melakukan revisi UU KPK dan melemahkan keistimewaan yang dimiliki oleh lembaga anti korupsi ini. Sedangkan kepolisian memiliki momen yang tepat ketika salah satu Jenderalnya terjerat kasus korupsi yang ditangani oleh KPK. Caranya adalah dengan sengaja menarik para penyidiknya dari KPK. Ini sungguh ironi. Korupsi merupakan salah satu kejahatan yang dapat menyebabkan dampak yang begitu besar bagi keberlangsungan hidup orang banyak dan KPK melawan hal tersebut, namun disisi lain ada pihak-pihak yang dengan sengaja berniat melemahkan KPK. Ini sungguh merupakan “kekosongan berpikir” yang sempat dialami oleh Eichmann di jaman Nazi dan terulang kembali pada saat ini yang dialami oleh DPR dan kepolisian.
Absennya berpikir menurut Hannah Arendt dapat ditemukan pada orang yang sangat cerdas, dan hati yang jahat bukanlah penyebabnya; mungkin yang sebaliknya terjadi, bahwa kejahatan mungkin disebabkan oleh absennya pikiran. Kita sangat memahami ditubuh DPR dan kepolisian sangat banyak orang cerdas di sana, banyak lulusan terbaik anak negeri yang duduk di bangku-bangku terhormat di kedua lembaga tersebut. Namun seperti yang Arendt kemukakan di awal bahwa kejahatan bukan tercipta dari hati yang jahat,kejahatan terjadi oleh absennya pikiran. Bagi sebagian dan banyak orang, pelemahan KPK adalah sebuah kejahatan. Siapa yang berniat melemahkan KPK berarti dia mendukung kejahatan terbesar dalam republik ini, yaitu korupsi.
Namun, ketika kita melihat kembali kedalam media, begitu banyak orang-orang yang mendukung KPK dalam melawan korupsi apalagi dalam menangani kasus yang melibatkan Djoko Susilo ini. Ketidakpercayaan publik terhadap DPR dan kepolisian di mata masyarakat kini semakin meningkat. Ya, semoga badai yang menerpa bangsa ini cepat berlalu.
#SaveKPK
#SaveRI
Controversial seperti ini memicu banyak reaksi dari berbagai kalangan. Tokoh-tokoh anti korupsi di negeri ini sampai menyempatkan hadir di gedung KPK pada malam hari demi memberikan dukungan moril kepada KPK dalam melawan korupsi. Ya, memang kasus ini bukan sekedar kasus biasa, mampukah KPK menangani kasus ini sampai tuntas dan berani menerima tekanan langsung yang diberikan kepolisian. Seorang Jenderal dari tubuh kepolisian kini sedang dalam penyakitan kasus korupsi yang sedang ditangani oleh KPK. Setelah satu kali melanggar panggilan yang diberikan oleh KPK.
Seperti ada batu besar menimpa menubuh tubuh KPK pada penanganan kasus ini. Ada perlawanan dari para koruptor sendiri. Sebelumnya kita mendengar kabar dari gedung DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bahwa mereka akan mervisi UU KPK. Banyak keistimewaan di tubuh KPK yang akan digeroti oleh DPR jika UU KPK akan direvisi. Para koruptor seperti sedang bersatu untuk membumi hanguskan KPK dari republik ini. Dan ada pula pihak-pihak yang tidak senang dengan keberadaan KPK di luar tubuh para koruptor. Mereka bersatu, mereka melawan keadilan yang coba ditegakkan dalam republik ini.
Pada kasus seperti ini mengingatkan saya apa yang pernah dituliskan oleh Hannah Arendt dalam buku Eichmann in Jerusalem yang menggambarkan tokoh Adolf Eichmann sebagai seorang yang “tidak berpikir”. Adolf Eichmann adalah tokoh yang merekayasa pembunuhan jutaan warga Yahudi, dianggap oleh Arendt sebagai bukanlah monster atau setan, melain cuma seorang yang menjalankan tugas kesehariannya untuk meraih karir dalam hirarki Nazi.
Ketika pelemahan KPK tidak lagi dianggap sebagai kesalahan moral maka akan menimbulkan bagaimana teknik paling efisien dalam melaksanakannya. Ini sangat berlaku bagi mereka yang memang sangaja ingin melemahkan KPK. DPR dan kepolisian memiliki momen yang tepat dalam melakukan pelemahan ini. DPR caranya dengan melakukan revisi UU KPK dan melemahkan keistimewaan yang dimiliki oleh lembaga anti korupsi ini. Sedangkan kepolisian memiliki momen yang tepat ketika salah satu Jenderalnya terjerat kasus korupsi yang ditangani oleh KPK. Caranya adalah dengan sengaja menarik para penyidiknya dari KPK. Ini sungguh ironi. Korupsi merupakan salah satu kejahatan yang dapat menyebabkan dampak yang begitu besar bagi keberlangsungan hidup orang banyak dan KPK melawan hal tersebut, namun disisi lain ada pihak-pihak yang dengan sengaja berniat melemahkan KPK. Ini sungguh merupakan “kekosongan berpikir” yang sempat dialami oleh Eichmann di jaman Nazi dan terulang kembali pada saat ini yang dialami oleh DPR dan kepolisian.
Absennya berpikir menurut Hannah Arendt dapat ditemukan pada orang yang sangat cerdas, dan hati yang jahat bukanlah penyebabnya; mungkin yang sebaliknya terjadi, bahwa kejahatan mungkin disebabkan oleh absennya pikiran. Kita sangat memahami ditubuh DPR dan kepolisian sangat banyak orang cerdas di sana, banyak lulusan terbaik anak negeri yang duduk di bangku-bangku terhormat di kedua lembaga tersebut. Namun seperti yang Arendt kemukakan di awal bahwa kejahatan bukan tercipta dari hati yang jahat,kejahatan terjadi oleh absennya pikiran. Bagi sebagian dan banyak orang, pelemahan KPK adalah sebuah kejahatan. Siapa yang berniat melemahkan KPK berarti dia mendukung kejahatan terbesar dalam republik ini, yaitu korupsi.
Namun, ketika kita melihat kembali kedalam media, begitu banyak orang-orang yang mendukung KPK dalam melawan korupsi apalagi dalam menangani kasus yang melibatkan Djoko Susilo ini. Ketidakpercayaan publik terhadap DPR dan kepolisian di mata masyarakat kini semakin meningkat. Ya, semoga badai yang menerpa bangsa ini cepat berlalu.
#SaveKPK
#SaveRI
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengenai Saya
- ahmad fauzi
- bekasi, jawa barat, Indonesia
- sedang berproses, sederhana dan membumi. follow twitter: @ojiwae