Kita begitu tercengan ketika menyaksikan televise, namun di sana lebih banyak iklan yang ditampilkan ketimbang hiburan. Tujuan umum masyarakat kita melihat televise adalah untuk mencari hiburan berupan tontonan yang berkualitas. Diantara kejenuhan kehiudupan yang semakin menghimpit kebutuhannya, masyarakat kita umumnya melarikan diri dari kepenatan tersebut ke depan layar kaca.
Namun, yang sering dijumpai dari pertelevisian kita adalah minimnya hiburan tersebut. Kini iklan lebih sering tampil di hadapan kita ketimbang hiburan tersebut. Terlebih lagi jika kita mengharapkan sebuah hiburan yang menuntun bukan sekedar tontonan, ini sudah sangat jarang kita jumpai. Di sisi lain, kita terkadang menuntut sebuah iklan agar lebih mengedepankan kejujuran ketimbang sebuah fantasi belaka dalam isinya. Ini sangat tidak mungkin kita peroleh.
Yang menjadi titik permasalahan di sini adalah bukan masalah regulasi penyiaran atau masalah kejujuran yang harus ditampilkan dalam sebuah iklan. Yang ingin dikaji dalam tulisan ini adalah bagaimana Jean Baudrillard melihat iklan ini dalam era sekarang yang menurutnya sudah memasuki era kapitalisme lanjutan.
Menurut Baudrillard kini adalah era kapitalisme lanjutan, dimana era kapitalisnya Marx sudah berakhir. Mengacu pada Marx, bersamaan dengan prinsip masyarakat foedal menuju masyarakat kapitalis, muncul konsep komoditas yang merupakan konsekuensi logis dominannya logika produksi dalam era kapitalisme. Komoditas adalah objek produksi yang di dalamnya memuat dua nilai dasar, yakni nilai guna dan nilai tukar. Nilai guna adalah nilai yang secara alamiah terdapat dalam objek. Berdasarkan kegunaannya, setiap objek dianggap memiliki manfaat atau kegunaan bagi manusia. Sementara itu, seiring dengan perkembangan struktur masyarakat feudal menunuju masyarakt kapitalis muncullah satu nilai baru, yakni nilai tukar. Nilai tukar adalah nilai yang diberikan kepada objek-objek produksi berdasarkan ukuran nilai-gunanya.
Menurut pandangan Marx di atas Baudrillard melihat lebih jauh lagi tentang era saat ini. Menurutnya telah lahir era baru yakni nilai tanda dan nilai symbol dalam struktur masyarakat dewasa ini. Dengan merujuk pada Marcel Mauss, Baudrillard menerima pendapat bahwa aktivitas konsumsi pada dasarnya bukan dilakukan karena kebutuhan, namun lebih kepada alasan simbolis: kehormatan, status, dan prestise.
Pandangan Baudrillard di atas membawa kita pada posisi baru yakni masyarakat konsumen. Masyarakat konsumen ialah masyarakat yang dibentuk dan dihidupi oleh konsumsi. Dalam masyarakat konsumen, yang dikonsumsi bukan lagi nilai guna dan nilai tukar seperti pandangan yang diajukan Marx. Kini yang menjadi acuan mereka malakukan sebuah tindakan konsumsi adalah tanda yang dalam sebuah objek produksi.
Nilai-tanda yang yang berupa status, prestise, ekspresi dan gaya hidup, kemewahan dan kehormatan adalah motif utama aktivitas konsumsi masyarakat konsumen. Apa yang kita beli, tidak lebih dari tanda-tanda yang ditanamkan ke dalam objek-objek konsumsi, yang membedakan pilihan pribadi orang yang satu dengan yang lainnya. Tema-tema gaya hidup tertentu adalah makna-makna yang jamak ditanamkan ke dalam objek-objek konsumsi.
Masyarakat konsumen dalam melihat eksitensi dirinya di lingkungan hanya mengacu kepada semakin banyaknya mengkonsumsi tanda dan status social di balik komoditi. Bukan hanya dirinya saja yang mengaktualisasikan dirinya lewat tindakan konsumsi, orang lain juga akan dinilai menurut standar yang dipakaianya itu. Artinya eksistensi orang lain pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar social yang dipegangnya.
Baudrillard melihat konsumsi sebagai hasil kreasi dari sistem produksi. Dalam masyarakat konsumen, bukan kebutuhan konsumen yang menyebabkan adanya kegiatan produksi, melainkan kepentingan produsenlah yang menyebabkan adanya kebutuhan masyarakat. Produsen yang menentukan apa yang dibutuhkan masyarakat dan masyarakat dimanipulasi kebutuhannya.
Masyarakat yang telah menjadi masyarakat konsumen akan melihat iklan sebagai guru dan teladan moral yang harus diikuti. Tanggung jawab moral kini ada dipundak institusi pembuat iklan tersebut. Akan tetapi karena iklan merupakan ujung tombak kapitalisme sebagai guru dan teladan moralitas, maka moralitas yang berkembang dalam masyarakat adalah moralitas hedonis.
Inilah yang harus kita pahami dari sebuah iklan di era seperti ini. Iklan bukan lagi menyampaikan sebuah nilai guna yang terdapat dalam objek produksi tersebut. Kini adalah era nya kapitalisme lanjutan sebagai sebuah konsekuensi logis dari semakin berkembangnya kemajuan teknologi dan industry.
Kita tidak mungkin membendung permasalahan ini dari masyarakat kini. Yang bisa kita lakukan adalah meminimalisir masyarakat kita dalam melihat tayangan televise. Harus ada alternative lain yang harus didengungkan kepada masyarakat agar disaat mereka mencapai titik jenuh dalam kehidupan mereka tidak masuk dalam tayangan imajinasi palsu yang disampaikan kaum kapitalis melalui televise. Mengingat saat ini televise menjadi sebuah kotak kecil yang mampu membius masyarakat menjadi diam dan tak berdaya.
Kita telah kehilangan cita-cita agung bersama agar menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang berdaya dan berkualitas. Kita telah digempur habis-habisan oleh kemajuan teknologi dan industry yang tidak mampu kita filter. Inilah sebuah era baru yang harus kita terima kepahitannya. Era kapitalisme lanjutan, yang membuat masyarakat tak sanggup lagi berdaya dan telah kehilangan akal sehatnya. Sebuah era dalam MASYARAKAT KONSUMEN.
Sumber:
Selu Margaretha Kushendrawati, Hiperrealitas dan Ruang Publik, (Jakarta: Penaku, 2011)
Medhy Aginta Hidayat, Menggugat Modernisme: Mengenali Rentang Pemikiran Postmodernisme Jean Baudrillard, (Yogyakarta: Jalasutra, 2012)
Sabtu, 29 Juni 2013
Kamis, 27 Juni 2013
Rasa Tuhan
Selalu ada yang berbeda dalam kehidupan. Ini memang sudah menjadi takdir Tuhan. Namun, ingat Tuhan tak menakdirkan diri kita menyikapi perbedaan itu dengan kekerasan dan konflik berkepanjangan. Perbedaan ini adalah cara Tuhan bagaimana melihat kita tampak rukun dalam perbedaan tersebut.
Selalu ada yang tampak menyebalkan dalam kehidupan. Ada saja yang membuat kita tak puas dalam kenyataan ini. Kita melihat orang lain selalu salah karena apa yang mereka lakukan dan pikirkan di luar harapan kita. Kita selalu menganggap diri kita paling benar. Orang lain selalu dalam posisi yang salah. Padahal dalam hal ini, Tuhan menunjukkan kepada diri kita bahwa kita sangat kecil. Tidak semua yang kita harapkan akan sesuai dengan yang kita inginkan.
Selalu ada yang tampak menyakitkan dalam kehidupan kita. Ketika kita begitu mencintai sesuatu atau bahkan mencintai lawan jenis kita, selalu saja ada yang di luar keinginan kita. Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Cinta yang begitu kuat, namun begitu rapuh. Cinta yang didominasi oleh keegoisan. Cinta yang angkuh. Itu akan sangat menyakitkan ketika tertolak. Tuhan tak mengijinkan perasaan yang tertingginya tersebut untuk sebuah keegoisan, keangkuhan, dan keinginan untuk memiliki. Tuhan menciptakan sebuah cinta untuk sebuah keharmonian dalam kehidupan.
Cinta yang tertolak juga menunjukkan bahwa hanya Tuhan yang boleh memiliki ciptaannya. Tidak ada mahluk lain yang boleh memilikinya apa lagi dihiasi oleh keegoisan dan keangkuhan. Tuhan mengajarkan cinta untuk sebuah keharmonian. Ketika kita begitu sakit dalam hal cinta. Maka kembalikan cinta itu kepada Sang Pemilik-Nya. Serahkan kepada Dia. Kita harus sadar bahwa cinta tercipta bukan untuk tersakiti. Setelahnya baru kita pinta lagi cinta itu pada Tuhan.
Selalu ada yang menyedihkan dalam kehidupan ini. Kita sedih karena merasa nikmat yang diberikan Tuhan begitu sedikit. Sedangkan keinginan dan kebutuhan kita begitu banyak. Kita dipenuhi nafsu duniawi kita. Kita buta akan nikmat yang sebenarnya telah diberikan oleh Tuhan kepada kita. Namun nafsu sudah memenuhi pikiran kita, tak ada lagi rasa syukur. Padahal Tuhan memberikan kita rasa sedih bukan untuk sebuah kekecewaan atas nikmat dunia yang kurang. Tuhan menciptakan rasa sedih untuk kita ketika kita dalam keadaaan sangat sedikit bersyukur. Kita sedih karena tidak terlalu patuh terhadap perintah-Nya. Kita seharusnya bersedih ketika kita tak ada lagi waktu untuk berbagi kepada-Nya. Bukan untuk kecewa kita pada nafsu dunia yang tak terpenuhi.
Kita kadang sangat bahagia dalam kehidupan ini. Begitu banyak nikmat yang telah Tuhan berikan kepada kita sehingga membuat kita terus berusaha menambah kenikmatan-kenikmatan yang lain, yang seharusnya tidak kita kejar. Begitu banyak nikmat yang kita peroleh, sehingga kita salah menjalankannya. Kita berfoya-foya, bersenang-senang seakan hidup selamanya. Tak ada bagi, tak ada kasih dan tak ada rasa kepada orang yang membutuhkan. Padahal Tuhan menciptakan kenikmatan yang begitu banyak kepada kita agar kita dapat berbagi, berkasih dan berasa kepada yang membutuhkan. Perasaan bahagia diciptakan Tuhan untuk merasakan sebuah penderitaan. Karena dengan penderitaan itu menandakan Tuhan masih sayang kepada kita.
Kita kadang sangat merasa sepi walau diantara keramaian. Sepi walau begitu banyak yang memperhatikan. Sepi walau begitu banyak telinga yang mendengar keluhan kita. Sepi walau begitu banyak suara yang sampai ke pendengaran kita. Sepi, bahkan di saat tersepi sekalipun. Padahal Tuhan menciptakan sebuah kesepian untuk mendekatkan kita kepada-Nya. Rasa sepi seharusnya muncul ketika kita memanjatkan doa dan syukur agar kita lebih khusyuk dalam melakukannya.
Sepi, sedih, bahagia, sakit, sebal, dan beda kadang campur aduk menjadi satu. Kita seakan tak sanggup merasakan hal tersebut. Kadang pilihan kita saat merasakan hal tersebut adalah sebuah keputus asaan dan menjauh dari Tuhan. Tujuannya adalah agar Tuhan tahu bahwa kita sedang bingung. Lalu kita kehilangan akal, padahal Tuhan selalu memiliki ke maha mengetahu-Nya. Tanpa kita kecewa dan menjauh darinya, Tuhan sudah tahu bahwa kita sedang bingung.
Lalu apa yang mesti kita lakukan, ketika rasa bingung sedang memuncak. Entahlah karena saya pun jarang mencari tahunya. Menurut saya bingung adalah sebuah rasa Tuhan yang paling tinggi dan paling rendah yang dimiliki manusia. Karena ketika kita bingung kita selalu salah melangkah. Mendustakan ke Tuhanan Tuhan salah satunya. Ekspresi kita kadang malah melawan perintah-Nya dan menjalankan larangan-Nya ketika rasa bingung melanda. Bahkan di saat menulis inipun saya sedang bingung. Dan cara saya untuk melawannya adalah menulis. Karena saya merasa di saat menulis saya merasakan kehadiran Tuhan saya. Tuhan, maafkan hamba-Mu ini, karena saya selalu kufur nikmat kepada-Mu. Dan semoga Engkau selalu hadir ketika jemari saya sedang menari dan juga selalu hadir di saat saya sedang bingung.
Salam kepada-Mu wahai Tuhan semesra alam.
Selalu ada yang tampak menyebalkan dalam kehidupan. Ada saja yang membuat kita tak puas dalam kenyataan ini. Kita melihat orang lain selalu salah karena apa yang mereka lakukan dan pikirkan di luar harapan kita. Kita selalu menganggap diri kita paling benar. Orang lain selalu dalam posisi yang salah. Padahal dalam hal ini, Tuhan menunjukkan kepada diri kita bahwa kita sangat kecil. Tidak semua yang kita harapkan akan sesuai dengan yang kita inginkan.
Selalu ada yang tampak menyakitkan dalam kehidupan kita. Ketika kita begitu mencintai sesuatu atau bahkan mencintai lawan jenis kita, selalu saja ada yang di luar keinginan kita. Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Cinta yang begitu kuat, namun begitu rapuh. Cinta yang didominasi oleh keegoisan. Cinta yang angkuh. Itu akan sangat menyakitkan ketika tertolak. Tuhan tak mengijinkan perasaan yang tertingginya tersebut untuk sebuah keegoisan, keangkuhan, dan keinginan untuk memiliki. Tuhan menciptakan sebuah cinta untuk sebuah keharmonian dalam kehidupan.
Cinta yang tertolak juga menunjukkan bahwa hanya Tuhan yang boleh memiliki ciptaannya. Tidak ada mahluk lain yang boleh memilikinya apa lagi dihiasi oleh keegoisan dan keangkuhan. Tuhan mengajarkan cinta untuk sebuah keharmonian. Ketika kita begitu sakit dalam hal cinta. Maka kembalikan cinta itu kepada Sang Pemilik-Nya. Serahkan kepada Dia. Kita harus sadar bahwa cinta tercipta bukan untuk tersakiti. Setelahnya baru kita pinta lagi cinta itu pada Tuhan.
Selalu ada yang menyedihkan dalam kehidupan ini. Kita sedih karena merasa nikmat yang diberikan Tuhan begitu sedikit. Sedangkan keinginan dan kebutuhan kita begitu banyak. Kita dipenuhi nafsu duniawi kita. Kita buta akan nikmat yang sebenarnya telah diberikan oleh Tuhan kepada kita. Namun nafsu sudah memenuhi pikiran kita, tak ada lagi rasa syukur. Padahal Tuhan memberikan kita rasa sedih bukan untuk sebuah kekecewaan atas nikmat dunia yang kurang. Tuhan menciptakan rasa sedih untuk kita ketika kita dalam keadaaan sangat sedikit bersyukur. Kita sedih karena tidak terlalu patuh terhadap perintah-Nya. Kita seharusnya bersedih ketika kita tak ada lagi waktu untuk berbagi kepada-Nya. Bukan untuk kecewa kita pada nafsu dunia yang tak terpenuhi.
Kita kadang sangat bahagia dalam kehidupan ini. Begitu banyak nikmat yang telah Tuhan berikan kepada kita sehingga membuat kita terus berusaha menambah kenikmatan-kenikmatan yang lain, yang seharusnya tidak kita kejar. Begitu banyak nikmat yang kita peroleh, sehingga kita salah menjalankannya. Kita berfoya-foya, bersenang-senang seakan hidup selamanya. Tak ada bagi, tak ada kasih dan tak ada rasa kepada orang yang membutuhkan. Padahal Tuhan menciptakan kenikmatan yang begitu banyak kepada kita agar kita dapat berbagi, berkasih dan berasa kepada yang membutuhkan. Perasaan bahagia diciptakan Tuhan untuk merasakan sebuah penderitaan. Karena dengan penderitaan itu menandakan Tuhan masih sayang kepada kita.
Kita kadang sangat merasa sepi walau diantara keramaian. Sepi walau begitu banyak yang memperhatikan. Sepi walau begitu banyak telinga yang mendengar keluhan kita. Sepi walau begitu banyak suara yang sampai ke pendengaran kita. Sepi, bahkan di saat tersepi sekalipun. Padahal Tuhan menciptakan sebuah kesepian untuk mendekatkan kita kepada-Nya. Rasa sepi seharusnya muncul ketika kita memanjatkan doa dan syukur agar kita lebih khusyuk dalam melakukannya.
Sepi, sedih, bahagia, sakit, sebal, dan beda kadang campur aduk menjadi satu. Kita seakan tak sanggup merasakan hal tersebut. Kadang pilihan kita saat merasakan hal tersebut adalah sebuah keputus asaan dan menjauh dari Tuhan. Tujuannya adalah agar Tuhan tahu bahwa kita sedang bingung. Lalu kita kehilangan akal, padahal Tuhan selalu memiliki ke maha mengetahu-Nya. Tanpa kita kecewa dan menjauh darinya, Tuhan sudah tahu bahwa kita sedang bingung.
Lalu apa yang mesti kita lakukan, ketika rasa bingung sedang memuncak. Entahlah karena saya pun jarang mencari tahunya. Menurut saya bingung adalah sebuah rasa Tuhan yang paling tinggi dan paling rendah yang dimiliki manusia. Karena ketika kita bingung kita selalu salah melangkah. Mendustakan ke Tuhanan Tuhan salah satunya. Ekspresi kita kadang malah melawan perintah-Nya dan menjalankan larangan-Nya ketika rasa bingung melanda. Bahkan di saat menulis inipun saya sedang bingung. Dan cara saya untuk melawannya adalah menulis. Karena saya merasa di saat menulis saya merasakan kehadiran Tuhan saya. Tuhan, maafkan hamba-Mu ini, karena saya selalu kufur nikmat kepada-Mu. Dan semoga Engkau selalu hadir ketika jemari saya sedang menari dan juga selalu hadir di saat saya sedang bingung.
Salam kepada-Mu wahai Tuhan semesra alam.
Jumat, 21 Juni 2013
Konsumsi Tanda (Kenapa Harga BBM Naik)
Akhirnya pada tanggal 22 Juni pemerintah memutuskan kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) subsidi. Setelah menjadi polemik beberapa bulan terakhir dan mengakibatkan kenaikan harga bahan pokok akhirnya pemerintah kini memastikan kenaikan harga tersebut. Pemerintah mengaku tak sanggup lagi menganggarkan biaya lagi untuk menahan kenaikan harga BBM ini. Sebenarnya, pada bulan Maret tahun lalu hal ini pun akan terjadi, namun kala itu pemerintah membatalkan kenaikan harga tersebut.
Atas kenaikan harga BBM tersebut muncul aksi-aksi penolakan yang disampaikan oleh masyarakat, mahasiswa, dan buruh. Mereka beramai-ramai menuntut pemerintah membatalkan kenaikan harga tersebut. Mereka merasa rakyat akan semakin miskin dari permasalahan tersebut. Harga bahan pokok, tarif angkutan umum, harga daging dan sayur mayur dan lain-lain akan ikut naik akibat kenaikan harga BBM tersebut. Rakyat akan miskin dan dimiskinkan dalam hal ini.
Dampak kenaikan harga BBM tersebut bukan hanya dirasakan oleh masyarakat kota, namun juga dirasakan oleh masyarakat miskin yang ada di daerah yang pembangunannya masih sangat minim. Di daerah mereka yang terabaikan dalam pembangunan pendidikan dan lapangan kerja sehingga penghasilan mereka pun seadanya akan merasakan hal ini juga. Sungguh sesuatu yang tak adil.
Namun yang menjadi sedikit titik perhatian dalam tulisan ini adalah mengapa harga BBM bisa naik dan pemerintah tak sanggup lagi memberi subsidi dilihat dari perspektif Jean Baudrillard. Kini dalam pendapat Baudrillard masyarakat kita telah memasuki masyarakat konsumen. Dimana nilai guna dan nilai tukar telah berganti menjadi nilai symbol dan nilai tanda. Pola konsumsi masyarakat kali ini ialah dengan melihat objek apa yang ada dalam barang tersebut bukan lagi dari faktor kebutuhan. Nilai prestise, nilai mewah, nilai kekinian, gaya hidup dan macam-macam nilai lain yang menjadi alasan masyarakat kini dalam melakukan hal konsumsi. Ketika mereka menggunakan atau memiliki barang tersebut mereka merasa lebih unggul dengan orang lain yang tidak memilikinya atau menggunakannya.
Masayarakat konsumen menurut Baudrillard adalah masyarakat yang berkembang belakangan ini adalah yang melihat logika konsumsinya bukan lagi dilihat dari motif pelayanan dan kebutuhan. Individu-individu dalam masyarakat konsumen menerima identitas mereka dalam hubungan social bukan lagi dilihat dari siapa dan apa yang dilakukannya, melainkan dari tanda dan makna yang mereka miliki dan tampilkan dalam interaksi social.
Lebih awal Guy Debord menilai masyarakat kita saat ini adalah mayarakat tontonan. Masyarakat ini adalah masyarakat yang kehidupannya diterpa oleh berbagai tontonan, dan menjadikannya rujukan nilai dan rujukan hidup. Tontonan memanipulasi dan mengeksploitasi nilai-guna dan nilai kebutuhan manusia sebagai sarana memperbesar keuntungan dan control ideologis atas manusia. Televise, iklan dan fesyen adalah aparat masyarakat tontonan yang paling representative.
Lalu apa hubungan ini dengan kenapa harga bahan bakar minyak bisa naik? Kita saat ini seharusnya merefleksikan diri kita pada keadaan sekitar. Kendaraan pribadi baik mobil dan motor kini hampir disetiap masyarakat perkotaan memilikinya. Lebih jauh lagi, hampir yang memiliki kendaraan motor adalah masyarakat menengah yang ekonominya hanya pas-pasan untuk kebutuhan sehari-hari. Dari anak sekolah sampai orang tua memiliki kendaraan bermotor. Yang lebih parah adalah mereka tidak hanya memiliki satu kendaraan saja terkadang bisa dua bahkan ada yang sampai setiap anggota keluarga memilikinya. Titik awal ini membawa kita pada kedua pemikir di atas.
Berawal dari pemikiran Guy Debord, dewasa ini masyarakat kita sangat tidak jauh dari televise dan bahkan hampir sebagian hidup kesehariannya dihabiskan di depan layar kaca. Mereka di terpa habis-habisan oleh televise. Menurut Guy Debord, penampakan yang berupa tontonan adalah ciri dominan masyarakat ini. Dalam masyarakat yang mengedepankan penampakan ketimbang kedalaman maka segala sesuatu ditampilkan sebagai citra-citra yang nampak lebih real dibanding realitas sebenarnya. Inilah yang membawa masyarakat pada tingkatan selanjutnya yakni masyarakat konsumen milik Jean Baudrillard.
Masyarakat kita kini diterpa secara terus menurus oleh symbol dan tanda melalui apa yang nampak dalam televise. Iklan adalah peran utama yang membawa ini. Melalui iklan yang nampak dalam televise mereka menyebarkan begitu banyak tanda dan symbol sehingga masyarakat tak sanggup lagi membedakan yang real dan yang palsu. Masyarakat akhirnya menjadi bisu dan terbius dalam citra yang ditawarkan oleh iklan tersebut. Motor dalam setiap iklannya kini tidak lagi diberikan kepada masyarakat sebatas nilai gunanya saja. Melainkan ada nilai lebih dalam iklan tersebut. Prestise, jiwa muda dan gaya hidup menjadi sebuah tanda yang ditawarkan ke dalam masyarakat. Akhirnya ini membawa masyarakat kita pada masyarakat konsumen. Dimana tanda adalah menjadi logika utama dalam kegiatan konsumsi.
Kepemilikan masyarakat kepada kendaraan motor maupun mobil meningkatkan naiknay kuota BBM dari 46,02 juta kiloliter (kl) menjadi 48 juta (kl). Jika tidak dikontrol ini akan diprediksi akan naik menjadi 53 juta (kl). Inilah yang menyebabkan pemerintah untuk memutuskan untuk menaiki harga bahan bakar minyak akibat terlalu banyaknya konsumsi kita terhadap BBM.
Kita kini tak bisa lagi menolak kenyataan, kini harga BBM telah disetujui naik. Dan akan berdampak sangat buruk juga pada harga bahan pokok lainnya. Mereka akan ikut merangsek naik. Kini peran kita sebagai mahasiswa dan para elit dan praktisi bukan melakukan penolakan membabi buta untuk melakukan penolakan. Yang perlu kita lakukan adalah bagaimana masyarakat kita menjadi masyarakat yang berkualitas dengan budaya baca yang bagus. Tidak lagi menjadi massa yang bisu yang menerima apa saja yang ditawarkan oleh dunia kapitalis lanjutan ini.
Salam satu negeri.
Atas kenaikan harga BBM tersebut muncul aksi-aksi penolakan yang disampaikan oleh masyarakat, mahasiswa, dan buruh. Mereka beramai-ramai menuntut pemerintah membatalkan kenaikan harga tersebut. Mereka merasa rakyat akan semakin miskin dari permasalahan tersebut. Harga bahan pokok, tarif angkutan umum, harga daging dan sayur mayur dan lain-lain akan ikut naik akibat kenaikan harga BBM tersebut. Rakyat akan miskin dan dimiskinkan dalam hal ini.
Dampak kenaikan harga BBM tersebut bukan hanya dirasakan oleh masyarakat kota, namun juga dirasakan oleh masyarakat miskin yang ada di daerah yang pembangunannya masih sangat minim. Di daerah mereka yang terabaikan dalam pembangunan pendidikan dan lapangan kerja sehingga penghasilan mereka pun seadanya akan merasakan hal ini juga. Sungguh sesuatu yang tak adil.
Namun yang menjadi sedikit titik perhatian dalam tulisan ini adalah mengapa harga BBM bisa naik dan pemerintah tak sanggup lagi memberi subsidi dilihat dari perspektif Jean Baudrillard. Kini dalam pendapat Baudrillard masyarakat kita telah memasuki masyarakat konsumen. Dimana nilai guna dan nilai tukar telah berganti menjadi nilai symbol dan nilai tanda. Pola konsumsi masyarakat kali ini ialah dengan melihat objek apa yang ada dalam barang tersebut bukan lagi dari faktor kebutuhan. Nilai prestise, nilai mewah, nilai kekinian, gaya hidup dan macam-macam nilai lain yang menjadi alasan masyarakat kini dalam melakukan hal konsumsi. Ketika mereka menggunakan atau memiliki barang tersebut mereka merasa lebih unggul dengan orang lain yang tidak memilikinya atau menggunakannya.
Masayarakat konsumen menurut Baudrillard adalah masyarakat yang berkembang belakangan ini adalah yang melihat logika konsumsinya bukan lagi dilihat dari motif pelayanan dan kebutuhan. Individu-individu dalam masyarakat konsumen menerima identitas mereka dalam hubungan social bukan lagi dilihat dari siapa dan apa yang dilakukannya, melainkan dari tanda dan makna yang mereka miliki dan tampilkan dalam interaksi social.
Lebih awal Guy Debord menilai masyarakat kita saat ini adalah mayarakat tontonan. Masyarakat ini adalah masyarakat yang kehidupannya diterpa oleh berbagai tontonan, dan menjadikannya rujukan nilai dan rujukan hidup. Tontonan memanipulasi dan mengeksploitasi nilai-guna dan nilai kebutuhan manusia sebagai sarana memperbesar keuntungan dan control ideologis atas manusia. Televise, iklan dan fesyen adalah aparat masyarakat tontonan yang paling representative.
Lalu apa hubungan ini dengan kenapa harga bahan bakar minyak bisa naik? Kita saat ini seharusnya merefleksikan diri kita pada keadaan sekitar. Kendaraan pribadi baik mobil dan motor kini hampir disetiap masyarakat perkotaan memilikinya. Lebih jauh lagi, hampir yang memiliki kendaraan motor adalah masyarakat menengah yang ekonominya hanya pas-pasan untuk kebutuhan sehari-hari. Dari anak sekolah sampai orang tua memiliki kendaraan bermotor. Yang lebih parah adalah mereka tidak hanya memiliki satu kendaraan saja terkadang bisa dua bahkan ada yang sampai setiap anggota keluarga memilikinya. Titik awal ini membawa kita pada kedua pemikir di atas.
Berawal dari pemikiran Guy Debord, dewasa ini masyarakat kita sangat tidak jauh dari televise dan bahkan hampir sebagian hidup kesehariannya dihabiskan di depan layar kaca. Mereka di terpa habis-habisan oleh televise. Menurut Guy Debord, penampakan yang berupa tontonan adalah ciri dominan masyarakat ini. Dalam masyarakat yang mengedepankan penampakan ketimbang kedalaman maka segala sesuatu ditampilkan sebagai citra-citra yang nampak lebih real dibanding realitas sebenarnya. Inilah yang membawa masyarakat pada tingkatan selanjutnya yakni masyarakat konsumen milik Jean Baudrillard.
Masyarakat kita kini diterpa secara terus menurus oleh symbol dan tanda melalui apa yang nampak dalam televise. Iklan adalah peran utama yang membawa ini. Melalui iklan yang nampak dalam televise mereka menyebarkan begitu banyak tanda dan symbol sehingga masyarakat tak sanggup lagi membedakan yang real dan yang palsu. Masyarakat akhirnya menjadi bisu dan terbius dalam citra yang ditawarkan oleh iklan tersebut. Motor dalam setiap iklannya kini tidak lagi diberikan kepada masyarakat sebatas nilai gunanya saja. Melainkan ada nilai lebih dalam iklan tersebut. Prestise, jiwa muda dan gaya hidup menjadi sebuah tanda yang ditawarkan ke dalam masyarakat. Akhirnya ini membawa masyarakat kita pada masyarakat konsumen. Dimana tanda adalah menjadi logika utama dalam kegiatan konsumsi.
Kepemilikan masyarakat kepada kendaraan motor maupun mobil meningkatkan naiknay kuota BBM dari 46,02 juta kiloliter (kl) menjadi 48 juta (kl). Jika tidak dikontrol ini akan diprediksi akan naik menjadi 53 juta (kl). Inilah yang menyebabkan pemerintah untuk memutuskan untuk menaiki harga bahan bakar minyak akibat terlalu banyaknya konsumsi kita terhadap BBM.
Kita kini tak bisa lagi menolak kenyataan, kini harga BBM telah disetujui naik. Dan akan berdampak sangat buruk juga pada harga bahan pokok lainnya. Mereka akan ikut merangsek naik. Kini peran kita sebagai mahasiswa dan para elit dan praktisi bukan melakukan penolakan membabi buta untuk melakukan penolakan. Yang perlu kita lakukan adalah bagaimana masyarakat kita menjadi masyarakat yang berkualitas dengan budaya baca yang bagus. Tidak lagi menjadi massa yang bisu yang menerima apa saja yang ditawarkan oleh dunia kapitalis lanjutan ini.
Salam satu negeri.
Selasa, 04 Juni 2013
Poligami Dibolehkan Islam (Benarkah?)
Poligami kini menjadi perhatian khusus bagi kalangan perempuan agar sang suami tak melakukan hal tersebut. Banyak dari mereka seakan memperjuangkan hal tersebut, namun selalu kalah dengan dalih yang “disesatkan” dari sebagian kaum lelaki. Poligami menjadi momok yang menakutkan bagi perempuan, namun sulit terhindarkan. Apalagi disaat sang suami semakin mapan setelah menikah, hartanya semakin bertambah dan dia merasa cukup untuk segera menambah isrtrinya dengan dalih menjalankan “sunah” nabinya.
Kini banyak kaum lelaki yang semakin mapan setelah menikah mereka “menindas” hak-hak istrinya. Dalam keadaan bagaimanapun lelaki selalu menyalahkan perempuan ketika nafsu poligaminya muncul. Dengan dalih “kini aku sudah semakin mapan, kini saatnya aku (suami) menjalankan sunah nabi, memiliki istri kembali.” Ketika saat seperti ini, kita melihat betapa hancur leburnya perasaan perempuan, sang suami yang semakin mapan setelah menikah tidak bukan merupakan adanya peran dari sang istri dalam memberikan motivasi kehidupan yang selalu mendukung suami dalam bekerja. Namun apa hasilnya, dengan dalih yang “disesatkan” – poligami – ini, peran perempuan tak berarti apa-apa dan semakin tertindas. Atau bahkan ada yang lebih menyakitkan lagi, ketika perempuan tak memberi restu pada lelaki untuk menikah lagi, perempuan terebut disuruh menanggung dosa suami yang diakibatkan dari perkara tersebut, misalnya ketika tak diizinkan menikah kembali sang suami memilih berzina dengan wanita idamannya, namun suami menuntut istrinya ikut menanggung dosanya tersebut. Dalih yang “disesatkan” ini semakin menindas kaum perempuan.
Poligami merupakan satu tamparan yang amat menyakitkan untuk perempuan dan amat sangat menghina kaum perempuan. Menurut Qasim Amin, pemikir besar islam dari Mesir menyatakan bahwa tradisi poligami ditransfer ke dalam islam dan dikembangkan ke seluruh penjuru dunia. Menurut Qasim Amin tidak terbantahkan poligami merupakan bentuk hinaan yang keras terhadap perempuan, karena anda (laki-laki) tidak akan pernah mendapatkan perempuan yang rela melihat perempuan lain ikut mencintai suaminya. Seperti halnya juga seorang laki-laki tidak rela jika ada laki-laki lain ikut mencintai istrinya. Cinta jenis ini – cinta yang tak bisa dibagi – merupakan kodrat perempuan, seperti ia juga menjadi kodrat laki-laki.
Pendapat ini seharusnya membuat sadar kaum laki-laki bahwa tak ada satupun perempuan yang rela melihat suaminya dicintai lagi oleh perempuan lain. Aspek pertama yang membolehkan poligami dalam islam (katanya) adalah keikhlasan istri, namun apakah ada yang sanggup? Kalimat “namun apakah ada (ada di sini jika diibaratkan sebagai perempuan) yang sanggup?” maka akan mendiskreditkan perempuan. Seharusnya pemikiran Qasim Amin tadi membuat lelaki berpikir, apakah dia sanggup melihat perempuan (istri pertamanya) terluka hatinya.
Terkadang menjadi dilema besar bagi perempuan, karena dogma agama “yang disesatkan” mengkungkung mereka dalam hal ini. Namun bagi saya, agama yang mana? Agama yang mengajarkan ibadah namun menyakiti hati umat lainnya. Tak ada dalam ajaran islam laki-laki boleh berpoligami. Tak ada perempuan yang mampu ikhlas melihat suaminya menikah lagi, yang ada adalah perempuan yang dipaksa untuk ikhlas oleh kebodohan yang ada pada diri laki-laki tersebut. Saat ini, kita hidup begitu jauh dari jaman Nabi Muhammad SAW. Pernikahan yang lebih satu kali yang melibatkan Nabi pada masa hidupnya adalah bentuk perwujudan beliau yang melibihi kedekatannya dengan Allah dibandingkan dengan manusia lainnya. Nabi sudah sangat dekat dengan Allah, apakah kita (lelaki) yang hidup diakhir jaman ini mampu manyandingkan diri dengan Kanjeng Nabi dalam hal kedekatannya kepada Allah? Tidak. Inilah yang perempuan harus tahu dan perjuangkan.
Ayat al-Qur’an yang tepat untuk menjadi alasan sebuah pernikahan ialah surat Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi, artinya; “ dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah menciptakan untuk mu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang . . .”. Dalam ayat ini menurut Qasim Amin terkandung makna dan keharusan sang suami untuk menggauli isterinya dengan jalinan kasih sayang.
Kritik yang sengit juga disampaikan oleh Qasim Amin kepada kaum ulama yang menyumbang penafsiran dan aturan yang menindas perempuan. “Tak terbantahkan oleh siapapun bahwa agama islam sekarang ini telah berubah dari ajaran dasarnya, sedangkan para ulama sangat sedikit yang diberi cahaya oleh Allah, mereka telah memainkan agama sesuai kepentingan nafsu mereka, sehingga mereka menjadi bahan tertawaan dan ejekan.”
Atau yang perlu diketahui oleh kaum laki-laki dan perempuan adalah sikap yang diambil oleh Syaikh Rifa’ah al-Thahthawi saat menikah. Bahwa beliau menulis janji tertulis pada pernikahannya. Ia berjanji setia kepada istrinya dan tidak akan melakukan poligami baik dengan perempuan merdeka lainnya atau dengan budak perempuan. Dalam perjanjian tertulisnya itu ditegaskan, kalau Syaikh al-Thahthawi melanggar janji, maka istrinya telah “cerai tiga”, artinya istrinya tersebut telah memperoleh kebebasan dan bisa menentukan pilihan. Syaikh al-Thahthawi tidak memiliki hak lagi terhadap istrinya.
Janji itu selain ditulis juga dilandaskan pada sumpah kepada Allah, Rasul dan Malaikat-Nya, serta kesanggupan menerima resiko di dunia dan akhirat. Maka sebelum pernikahan berlangsung sebaiknya perempuan menuntut calon suaminya melakukan hal seperti ini. Atau bahkan bagi laki-laki yang cerdas ia tidak menungggu dipinta oleh calon istrinya, namun ia malah mengajukan hal tersebut.
Wahai lelaki, kemapanan dan kesuksesan kalian sebelum atau bahkan sesudah menikah disana ada peran perempuan dalam membantu kesuksesan kalian. Seimbangkanlah dan kalian egois dan meresa sanggup untuk menikah lagi.
Sungguh, islam tidak megajarkan sebuah ibadah yang wajib maupun sunah yang mampu membuat hati orang lain terluka.
Wassalam.
Yang benar dimata saya bisa salah dimata orang lain.
Yang salah dimata saya bisa benar dimata orang lain.
Sungguh Allah lah yang maha benar.
Untuk kalian perempuan yang mencintai diri seutuhnya, mencintai Rasul dan Tuhannya.
Kini banyak kaum lelaki yang semakin mapan setelah menikah mereka “menindas” hak-hak istrinya. Dalam keadaan bagaimanapun lelaki selalu menyalahkan perempuan ketika nafsu poligaminya muncul. Dengan dalih “kini aku sudah semakin mapan, kini saatnya aku (suami) menjalankan sunah nabi, memiliki istri kembali.” Ketika saat seperti ini, kita melihat betapa hancur leburnya perasaan perempuan, sang suami yang semakin mapan setelah menikah tidak bukan merupakan adanya peran dari sang istri dalam memberikan motivasi kehidupan yang selalu mendukung suami dalam bekerja. Namun apa hasilnya, dengan dalih yang “disesatkan” – poligami – ini, peran perempuan tak berarti apa-apa dan semakin tertindas. Atau bahkan ada yang lebih menyakitkan lagi, ketika perempuan tak memberi restu pada lelaki untuk menikah lagi, perempuan terebut disuruh menanggung dosa suami yang diakibatkan dari perkara tersebut, misalnya ketika tak diizinkan menikah kembali sang suami memilih berzina dengan wanita idamannya, namun suami menuntut istrinya ikut menanggung dosanya tersebut. Dalih yang “disesatkan” ini semakin menindas kaum perempuan.
Poligami merupakan satu tamparan yang amat menyakitkan untuk perempuan dan amat sangat menghina kaum perempuan. Menurut Qasim Amin, pemikir besar islam dari Mesir menyatakan bahwa tradisi poligami ditransfer ke dalam islam dan dikembangkan ke seluruh penjuru dunia. Menurut Qasim Amin tidak terbantahkan poligami merupakan bentuk hinaan yang keras terhadap perempuan, karena anda (laki-laki) tidak akan pernah mendapatkan perempuan yang rela melihat perempuan lain ikut mencintai suaminya. Seperti halnya juga seorang laki-laki tidak rela jika ada laki-laki lain ikut mencintai istrinya. Cinta jenis ini – cinta yang tak bisa dibagi – merupakan kodrat perempuan, seperti ia juga menjadi kodrat laki-laki.
Pendapat ini seharusnya membuat sadar kaum laki-laki bahwa tak ada satupun perempuan yang rela melihat suaminya dicintai lagi oleh perempuan lain. Aspek pertama yang membolehkan poligami dalam islam (katanya) adalah keikhlasan istri, namun apakah ada yang sanggup? Kalimat “namun apakah ada (ada di sini jika diibaratkan sebagai perempuan) yang sanggup?” maka akan mendiskreditkan perempuan. Seharusnya pemikiran Qasim Amin tadi membuat lelaki berpikir, apakah dia sanggup melihat perempuan (istri pertamanya) terluka hatinya.
Terkadang menjadi dilema besar bagi perempuan, karena dogma agama “yang disesatkan” mengkungkung mereka dalam hal ini. Namun bagi saya, agama yang mana? Agama yang mengajarkan ibadah namun menyakiti hati umat lainnya. Tak ada dalam ajaran islam laki-laki boleh berpoligami. Tak ada perempuan yang mampu ikhlas melihat suaminya menikah lagi, yang ada adalah perempuan yang dipaksa untuk ikhlas oleh kebodohan yang ada pada diri laki-laki tersebut. Saat ini, kita hidup begitu jauh dari jaman Nabi Muhammad SAW. Pernikahan yang lebih satu kali yang melibatkan Nabi pada masa hidupnya adalah bentuk perwujudan beliau yang melibihi kedekatannya dengan Allah dibandingkan dengan manusia lainnya. Nabi sudah sangat dekat dengan Allah, apakah kita (lelaki) yang hidup diakhir jaman ini mampu manyandingkan diri dengan Kanjeng Nabi dalam hal kedekatannya kepada Allah? Tidak. Inilah yang perempuan harus tahu dan perjuangkan.
Ayat al-Qur’an yang tepat untuk menjadi alasan sebuah pernikahan ialah surat Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi, artinya; “ dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah menciptakan untuk mu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang . . .”. Dalam ayat ini menurut Qasim Amin terkandung makna dan keharusan sang suami untuk menggauli isterinya dengan jalinan kasih sayang.
Kritik yang sengit juga disampaikan oleh Qasim Amin kepada kaum ulama yang menyumbang penafsiran dan aturan yang menindas perempuan. “Tak terbantahkan oleh siapapun bahwa agama islam sekarang ini telah berubah dari ajaran dasarnya, sedangkan para ulama sangat sedikit yang diberi cahaya oleh Allah, mereka telah memainkan agama sesuai kepentingan nafsu mereka, sehingga mereka menjadi bahan tertawaan dan ejekan.”
Atau yang perlu diketahui oleh kaum laki-laki dan perempuan adalah sikap yang diambil oleh Syaikh Rifa’ah al-Thahthawi saat menikah. Bahwa beliau menulis janji tertulis pada pernikahannya. Ia berjanji setia kepada istrinya dan tidak akan melakukan poligami baik dengan perempuan merdeka lainnya atau dengan budak perempuan. Dalam perjanjian tertulisnya itu ditegaskan, kalau Syaikh al-Thahthawi melanggar janji, maka istrinya telah “cerai tiga”, artinya istrinya tersebut telah memperoleh kebebasan dan bisa menentukan pilihan. Syaikh al-Thahthawi tidak memiliki hak lagi terhadap istrinya.
Janji itu selain ditulis juga dilandaskan pada sumpah kepada Allah, Rasul dan Malaikat-Nya, serta kesanggupan menerima resiko di dunia dan akhirat. Maka sebelum pernikahan berlangsung sebaiknya perempuan menuntut calon suaminya melakukan hal seperti ini. Atau bahkan bagi laki-laki yang cerdas ia tidak menungggu dipinta oleh calon istrinya, namun ia malah mengajukan hal tersebut.
Wahai lelaki, kemapanan dan kesuksesan kalian sebelum atau bahkan sesudah menikah disana ada peran perempuan dalam membantu kesuksesan kalian. Seimbangkanlah dan kalian egois dan meresa sanggup untuk menikah lagi.
Sungguh, islam tidak megajarkan sebuah ibadah yang wajib maupun sunah yang mampu membuat hati orang lain terluka.
Wassalam.
Yang benar dimata saya bisa salah dimata orang lain.
Yang salah dimata saya bisa benar dimata orang lain.
Sungguh Allah lah yang maha benar.
Untuk kalian perempuan yang mencintai diri seutuhnya, mencintai Rasul dan Tuhannya.
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengenai Saya
- ahmad fauzi
- bekasi, jawa barat, Indonesia
- sedang berproses, sederhana dan membumi. follow twitter: @ojiwae