Rabu, 28 Maret 2012
Selasa, 27 Maret 2012
DEMONSTRASI MAHASISWA (kenapa media menyebut kami anarkis)
Sekarang sedang marak terjadinya aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan berbagai kalangan untuk menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Dari mahasiswa, buruh sampai ibu-ibu rumah tangga pun ikut turun ke jalan menyuarakan penolakan kenaikan harga BBM. Ada berbagai sebab mereka menolak kenaikan harga BBM, misalnya; pembangunan yang tidak merata di berbagai daerah-daerah, hak-hak buruh tidak diperhatikan oleh pemerintah, dan masih banyaknya korupsi yang di lakukan oleh orang-orang yang berada di lingkungan legislative dan ekskutif. Tidak heran jika hal ini terjadi.
Dampak dari kenaikan harga BBM pun akan sangat mempengaruhi harga bahan-bahan pokok lainnya. Belum di naikkan saja harganya, kita dapat mendengar berita yang datangnya dari berbagai daerah yakni menyebutkan bahwa dari akan dinaikkannya harga BBM maka harga dari sayuran, buah-buahan, tarif angkutan kota, dan harga BBM sendiri pun sudah naik duluan. Suatu yang sangat ditakutkan oleh warga. Belum dinaikkan saja sudah dapat menimbulkan dampak yang sangat besar kepada harga-harga kebutuhan pokok laiinya. Hingga timbullah aksi-aksi penolakan kenaikan harga BBM.
Di setiap harinya kita dapat menyaksikan berita di televise, dan membaca di berita-berita hariab cetak dan online yang menyampaikan berbagai aksi penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Hanya inilah yang dapat di lakukan oleh sebagian masyarakat dalam menghadapi egoisnya pemerintahan.
Tetapi sayangnya di dalam pemberitaan-pemberitaan tersebut, mengapa media cetak, televise, dan online menyatakan demonstrasi-demonstrasi yang di lakukan masyarakat di iringi dengan tindakan anarkisme. Apa berarti ini pihak-pihak media tidak mengijinkan terjadinya sebuah perubahan dalam kebijakan kenaikan harga BBM. Dengan menyatakan demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan masyarakat di iringi dengan anarkisme berarti mereka tidak memihak perjuangan rakyat melawan pemerintah yang dzalim. Adanya kata anarkisme dalam aksi-aksi demonstrasi akan menimbulkan efek negative dari sebuah nilai luhur yang dilakukan oleh sebagian masyarakat dalam melakukan perlawanan. Anarkisme akan membuat pembaca yang tidak ikut dalam melakukan aksi demonstrasi akan menilainya sebagai sebuah tindakan yang merugikan bagi kehidupan orang banyak. Mereka juga akan menilai orang-orang yang melakukan aksi demonstrasi akan merugikan ekonomi Negara. Mereka yang tadinya ingin mengikuti aksi demonstrasi pada sendirinya akan mengurungkan keinginannya untuk turun ke jalan karena efek negative yang telah diberikan pihak media kepada para demonstran dengan menyatakannya sebagai tindakan yang anarkis.
Padahal dalam terjadinya bentrokan dengan pihak keamanan dalam sebuah aksi demonstrasi bukan semata-mata terjadi karena para demonstran yang memulainya. Terkadang tindakan petugas keamanan yang terlalu agresif dalam menghalau sebuah demonstrasi juga dapat menimbulkan kericuhan. Tidak adanya pendekatan terlebih dahulu yang dilakukan oleh petugas keamanan dalam menghalangi aksi demonstrasi juga sebenarnya hal yang patut di beritakan oleh sebuah media dalam menyampaikan berita tentang aksi demonstrasi. Namun apa yang belakangan terdengar dari berbagai pemberitaan yang disampaikan oleh media massa menunjukkan para demonstranlah yang di tunjukkan sebagai penyebab sebuah masalah dari terjadinya kericuhan.
Apakah ini menunjukkan bahwa media massa yang seperti itu tidak mengijinkan terjadinya perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat kepade pemerintah yang sewenang-wenang dalam membuat kebijakan? Ingat kami rakyat kecil sudah terlalu lama menahan amarah kepada pemerintah, ingat kami selalu dijadikan korban oleh hokum yang berat sebelah, ingat akibat sering munculnya koruptor yang memakan hak kami; kami menjadi sulit meraih pendidikan; kesempatan kerja yang sangat tipis; pembangunan daerah yang tidak adil bahkan kami dalam mencari makannya saja sangat sulit, ingat masih banyak lagi yang kami rasakan tentang penderitaan ini. Lalu kenapa kau beritakan aksi kami sebagai sebuah perlawanan yang anarkis, perlawanan yang menimbulkan efek negative di berbagai bidang. Apa sudah tidak cukup lagi kalian membuta kami menderita, dan nyatanya kami tidak mengerti apa yang kalian mau dari kami wahai pemerintah dan juga para pemilik media. Di walau kami menderita sekalipun, ingat yang satu pasti KAMI TETAP BANGGA MENJADI WARGA INDONESIA…. LAWAAAANNNNNN!!!!!!!!!!!!!!!!
Dampak dari kenaikan harga BBM pun akan sangat mempengaruhi harga bahan-bahan pokok lainnya. Belum di naikkan saja harganya, kita dapat mendengar berita yang datangnya dari berbagai daerah yakni menyebutkan bahwa dari akan dinaikkannya harga BBM maka harga dari sayuran, buah-buahan, tarif angkutan kota, dan harga BBM sendiri pun sudah naik duluan. Suatu yang sangat ditakutkan oleh warga. Belum dinaikkan saja sudah dapat menimbulkan dampak yang sangat besar kepada harga-harga kebutuhan pokok laiinya. Hingga timbullah aksi-aksi penolakan kenaikan harga BBM.
Di setiap harinya kita dapat menyaksikan berita di televise, dan membaca di berita-berita hariab cetak dan online yang menyampaikan berbagai aksi penolakan dari berbagai kalangan masyarakat. Hanya inilah yang dapat di lakukan oleh sebagian masyarakat dalam menghadapi egoisnya pemerintahan.
Tetapi sayangnya di dalam pemberitaan-pemberitaan tersebut, mengapa media cetak, televise, dan online menyatakan demonstrasi-demonstrasi yang di lakukan masyarakat di iringi dengan tindakan anarkisme. Apa berarti ini pihak-pihak media tidak mengijinkan terjadinya sebuah perubahan dalam kebijakan kenaikan harga BBM. Dengan menyatakan demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan masyarakat di iringi dengan anarkisme berarti mereka tidak memihak perjuangan rakyat melawan pemerintah yang dzalim. Adanya kata anarkisme dalam aksi-aksi demonstrasi akan menimbulkan efek negative dari sebuah nilai luhur yang dilakukan oleh sebagian masyarakat dalam melakukan perlawanan. Anarkisme akan membuat pembaca yang tidak ikut dalam melakukan aksi demonstrasi akan menilainya sebagai sebuah tindakan yang merugikan bagi kehidupan orang banyak. Mereka juga akan menilai orang-orang yang melakukan aksi demonstrasi akan merugikan ekonomi Negara. Mereka yang tadinya ingin mengikuti aksi demonstrasi pada sendirinya akan mengurungkan keinginannya untuk turun ke jalan karena efek negative yang telah diberikan pihak media kepada para demonstran dengan menyatakannya sebagai tindakan yang anarkis.
Padahal dalam terjadinya bentrokan dengan pihak keamanan dalam sebuah aksi demonstrasi bukan semata-mata terjadi karena para demonstran yang memulainya. Terkadang tindakan petugas keamanan yang terlalu agresif dalam menghalau sebuah demonstrasi juga dapat menimbulkan kericuhan. Tidak adanya pendekatan terlebih dahulu yang dilakukan oleh petugas keamanan dalam menghalangi aksi demonstrasi juga sebenarnya hal yang patut di beritakan oleh sebuah media dalam menyampaikan berita tentang aksi demonstrasi. Namun apa yang belakangan terdengar dari berbagai pemberitaan yang disampaikan oleh media massa menunjukkan para demonstranlah yang di tunjukkan sebagai penyebab sebuah masalah dari terjadinya kericuhan.
Apakah ini menunjukkan bahwa media massa yang seperti itu tidak mengijinkan terjadinya perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat kepade pemerintah yang sewenang-wenang dalam membuat kebijakan? Ingat kami rakyat kecil sudah terlalu lama menahan amarah kepada pemerintah, ingat kami selalu dijadikan korban oleh hokum yang berat sebelah, ingat akibat sering munculnya koruptor yang memakan hak kami; kami menjadi sulit meraih pendidikan; kesempatan kerja yang sangat tipis; pembangunan daerah yang tidak adil bahkan kami dalam mencari makannya saja sangat sulit, ingat masih banyak lagi yang kami rasakan tentang penderitaan ini. Lalu kenapa kau beritakan aksi kami sebagai sebuah perlawanan yang anarkis, perlawanan yang menimbulkan efek negative di berbagai bidang. Apa sudah tidak cukup lagi kalian membuta kami menderita, dan nyatanya kami tidak mengerti apa yang kalian mau dari kami wahai pemerintah dan juga para pemilik media. Di walau kami menderita sekalipun, ingat yang satu pasti KAMI TETAP BANGGA MENJADI WARGA INDONESIA…. LAWAAAANNNNNN!!!!!!!!!!!!!!!!
Senin, 26 Maret 2012
konsumsi tanda
Dunia semakin sesak dengan kemajuan-kemajuan produk barang dagang. Kita lihat saja di Negara kita sendiri, produk-produk dari luar negeri sudah hampir memenuhi pusat perdagangan. Tidak hanya sampai di ibu kota saja, namun sudah masuk sampai ke daerah-daerah. Tidak heran bangsa kita seperti konsumen terbesar dari produk-produk luar negeri. Sebenarnya masuknya produk-produk luar negeri ke Indonesia bukan karena bangsa kita memang membutuhkan produk-produk tersebut.
Dalam dunia perdagangan sekarang mereka sudah melupakan bagaimana mereka menciptakan produk yang banyak dan dapat disebarkan ke seluruh penjuru dunia. Mereka kini selain menciptakan produk, misi utamanya adalah bagaimana mereka menciptakan kebutuhan ke dalam benak masing-masing individu. Artinya mereka melalui perusahaan iklan mempengaruhi pola pikir konsumen dengan cara memanipulasi sebauh produk agar kita merasa membutuhkan barang tersebut.
Konsumsi sekarang bukan lagi manyangkut memanfaatkan nilai-nilai yang dapat memberikan manfaat bagi hidup kita, sekarang konsumsi lebih tertuju kepada ketertarikan diri kita kepada “tanda-tanda” yang diberikan di dalam barang tersebut. “Tanda” di sini ialah apa yang dimasukkan oleh perusahaan-perusahaan pengiklan ke dalam barang tersebut. “Tanda” bisa berupa peneguhan identitas diri, nilai prestis, masuk ke dalam sebuah kelompok social tertentu. dan merasa diri kita lebih berharga di bandingkan dengan orang-orang yang tidak mengkonsumsi barang tersebut.
Tidak heran kita dalam melihat iklan-iklan sebuah produk yang terkadang memanipulasi pola konsumsi kita untuk membeli produk tersebut padahal kita belum tentu memang membutuhkan barang tersebut. Kita membeli barang tersebut karena lebih tertarik kepada tanda yang telah dimasukkan ke dalam produk tersebut.
Dalam dunia perdagangan sekarang mereka sudah melupakan bagaimana mereka menciptakan produk yang banyak dan dapat disebarkan ke seluruh penjuru dunia. Mereka kini selain menciptakan produk, misi utamanya adalah bagaimana mereka menciptakan kebutuhan ke dalam benak masing-masing individu. Artinya mereka melalui perusahaan iklan mempengaruhi pola pikir konsumen dengan cara memanipulasi sebauh produk agar kita merasa membutuhkan barang tersebut.
Konsumsi sekarang bukan lagi manyangkut memanfaatkan nilai-nilai yang dapat memberikan manfaat bagi hidup kita, sekarang konsumsi lebih tertuju kepada ketertarikan diri kita kepada “tanda-tanda” yang diberikan di dalam barang tersebut. “Tanda” di sini ialah apa yang dimasukkan oleh perusahaan-perusahaan pengiklan ke dalam barang tersebut. “Tanda” bisa berupa peneguhan identitas diri, nilai prestis, masuk ke dalam sebuah kelompok social tertentu. dan merasa diri kita lebih berharga di bandingkan dengan orang-orang yang tidak mengkonsumsi barang tersebut.
Tidak heran kita dalam melihat iklan-iklan sebuah produk yang terkadang memanipulasi pola konsumsi kita untuk membeli produk tersebut padahal kita belum tentu memang membutuhkan barang tersebut. Kita membeli barang tersebut karena lebih tertarik kepada tanda yang telah dimasukkan ke dalam produk tersebut.
surat untuk bapak BEYE tercinta (walau ku tak mencintaimu)
Masihkah kita perlu merasakan kesusahan-kesusahan di dalam menjalani kehidupan ini. Di Negara yang sudah murni merdeka ini, hari demi hari kita harus lewati dengan kepedihan. Penduduknya tidak dapat menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Negara hanya dikuasai oleh orang-orang yang memiliki kedekatan saja dengan pemerintah. Rakyat kecil hanya meratapi kesedihan di setiap harinya. Hampir tidak sama sekali kita menemukan kedamaian hidup di negeri tercinta ini. Harapan apa lagi yang kita impikan di kemudian hari. Semuanya kosong bagai hidup di negeri mimpi.
Bagaimana nasib mereka yang ada di pedalaman, di mana daerah-daerah mereka tidak kau pedulikan lgi pendidikannya dan sudah kau lupakan pembangunannya. Apa kau sengangaja melakukan itu? Apa kau sengaja membuat mereka hidup susah dari hari ke hari? Mereka yang terlupakan oleh kebijakanmu, mereka juga akan merasakan dampak dari kenaikan harga BBM. Apalagi yang ingin kau lakukan untuk mereka??????
Kini kita mendekati kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). BBM belum dinaikkan, dampaknya sudah kemana-mana. Harga bahan pokok sudah melonjak, harga sayuran dan buah-buahan pun tidak mau kalah, bbm sulit di dapat di daerah-daerah, unjuk rasa sampai terjadinya bentrokan, dan yang paling menyedihkan adalah rakyat miskin semakin menderita dan bertambah. Sudah tamat kesejahteraan di negeri ini.
Memang di dalam kahidupan pasar bebas seperti ini kita tidak dapat menghindari kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik, dan tariff tol. Kenaikan-kenaikan harga tersebut memang akan terjadi semakin kedepannya. Namun, kanaikan harga tersebut tidak kau imbangi dengan kesejahteraan bangsa. Bagaimana tidak, pembangunan yang tidak merata di berbagai daerah, korupsi merajarela, dan pendidikan yang susah di dapat menyebabkan tingkat pendapatan rakyat tidak merata. Pembangunan hanya difokuskan di daerah-daerah tertentu saja, tanpa memperhatikan daerah-daerah tertinggal. Dan kenaikan harga-harga tersebut bukan saja hanya di rasakan oleh orang-orang kaya yang berada di kota-kota besar saja, tetapi dirasakan pula oleh rakyat yang engkau lupai wahai bapak presiden.
Ketika muncul berbagai banyak aksi-aksi demonstrasi lalu kanapa kau muncul di media sambil mengeluh karena kau mendapatkan berbagai ancaman dari orang-orang tidak di kenal? Sampah, kau dilindungi oleh tim yang kompeten dalam menangani aksi kekerasan dan kau juga mempunyai intelejen yang kompeten dalam mencari informasi secara sembuny-sembunyi, lalu kenapa kau mengeluh bapak presiden? Kau ingin membuat opini di hadapan kami, bahwa kau memiliki musuh yang mengancam keselamatan mu? Lalu kau berharap kepada kami untuk di bela? Lalu, lalu dan lalu… kami sudah muak dengan semua ini………………
Kami yang hari demi hari menderita, kami yang setiap harinya harus bekerja keras untuk sesuap nasi, kami yang bahkan mencari keadilan di negeri ini sangat susah tidak pernah mengeluh, bahkan di antara kami harsu ada yang mati karena kelaparan dan mati karena tidak memiliki biaya untuk berobat. Kami tetap cinta terhadap negeri ini, kami tetep bangga menjadi orang Indonesia. Ahhh entah apa lagi yang belum kami rasakan penderitaan di negeri ini……. LAWAAAAAANNNNNNN...............
Bagaimana nasib mereka yang ada di pedalaman, di mana daerah-daerah mereka tidak kau pedulikan lgi pendidikannya dan sudah kau lupakan pembangunannya. Apa kau sengangaja melakukan itu? Apa kau sengaja membuat mereka hidup susah dari hari ke hari? Mereka yang terlupakan oleh kebijakanmu, mereka juga akan merasakan dampak dari kenaikan harga BBM. Apalagi yang ingin kau lakukan untuk mereka??????
Kini kita mendekati kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). BBM belum dinaikkan, dampaknya sudah kemana-mana. Harga bahan pokok sudah melonjak, harga sayuran dan buah-buahan pun tidak mau kalah, bbm sulit di dapat di daerah-daerah, unjuk rasa sampai terjadinya bentrokan, dan yang paling menyedihkan adalah rakyat miskin semakin menderita dan bertambah. Sudah tamat kesejahteraan di negeri ini.
Memang di dalam kahidupan pasar bebas seperti ini kita tidak dapat menghindari kenaikan harga BBM, tarif dasar listrik, dan tariff tol. Kenaikan-kenaikan harga tersebut memang akan terjadi semakin kedepannya. Namun, kanaikan harga tersebut tidak kau imbangi dengan kesejahteraan bangsa. Bagaimana tidak, pembangunan yang tidak merata di berbagai daerah, korupsi merajarela, dan pendidikan yang susah di dapat menyebabkan tingkat pendapatan rakyat tidak merata. Pembangunan hanya difokuskan di daerah-daerah tertentu saja, tanpa memperhatikan daerah-daerah tertinggal. Dan kenaikan harga-harga tersebut bukan saja hanya di rasakan oleh orang-orang kaya yang berada di kota-kota besar saja, tetapi dirasakan pula oleh rakyat yang engkau lupai wahai bapak presiden.
Ketika muncul berbagai banyak aksi-aksi demonstrasi lalu kanapa kau muncul di media sambil mengeluh karena kau mendapatkan berbagai ancaman dari orang-orang tidak di kenal? Sampah, kau dilindungi oleh tim yang kompeten dalam menangani aksi kekerasan dan kau juga mempunyai intelejen yang kompeten dalam mencari informasi secara sembuny-sembunyi, lalu kenapa kau mengeluh bapak presiden? Kau ingin membuat opini di hadapan kami, bahwa kau memiliki musuh yang mengancam keselamatan mu? Lalu kau berharap kepada kami untuk di bela? Lalu, lalu dan lalu… kami sudah muak dengan semua ini………………
Kami yang hari demi hari menderita, kami yang setiap harinya harus bekerja keras untuk sesuap nasi, kami yang bahkan mencari keadilan di negeri ini sangat susah tidak pernah mengeluh, bahkan di antara kami harsu ada yang mati karena kelaparan dan mati karena tidak memiliki biaya untuk berobat. Kami tetap cinta terhadap negeri ini, kami tetep bangga menjadi orang Indonesia. Ahhh entah apa lagi yang belum kami rasakan penderitaan di negeri ini……. LAWAAAAAANNNNNNN...............
Jumat, 02 Maret 2012
PSSI dan kemunafikan
Ini bukan sebuah kejadian yang akan kita anggap sebagai kejadian biasa. Diantara sibuknya orang-orang beruang bertanding memperebutkan cabang olahraga terpopuler di tanah air. Mereka saling mengusik satu sama lain, yang satu sebelum menjadi penguasa membuat liga tandingan sebagai perlawanan dan yang satu setelah gagal mempertahankan dominasi kekuasaan mereka pun tidak mau kalah dengan mendanai sekelompok klub-klub yang merasa di dzalimi dengan penguasa baru. Setelah ini lama terjadi, mereka tetap saja tidak mau saling mengalah satu sama lain.
Memutar waktu kembali ke masa lalu, di waktu liganya tidak diakui oleh PSSI AP bersama komplotannya begitu ngotot menyatakan bahwa seluruh anak bangsa berhak membela tim nasional. Bahkan sampa Menteri Pemuda dan Olahraga pun membela pendapat ini. Sekrang setelah AP berkuasa melalui DA sebagai orang berpengaruh di tubuh PSSI mereka melakukan hal yang sama dengan keputusan pengurus PSSI sebelumnya, yakni melarang pemain untuk masuk tim nasional bagi yang bermain di liganya yang katanya di danai orang lama PSSI.
Semua berjalan bersama kemunafikan, ketika kita melawan pengurus PSSI yang saat ini sedang berkuasa malah kita di tuduh sebagai antek-anteknya penguasa lama. Sepak bola di tanah air kita telah tersandera oleh kepentingan-kepentingan di luar lapangan. Pengurus sebelumnya berkuasa bagaikan dictator yang tidak mau terima kritikan dari orang lain, pengurus yang baru membuat keputusan-keputusan yang mementingkan kepentingan konsorsiumnya.
Kita tidak pernah lupa, ketika DA naik ke tahta kekuasaan, mereka memutuskan untuk memasukkan klub-klub yang tidak layak bermain di kompetisi bergengsi di negeri ini yakni liga super Indonesia. Persebaya, PSM Makasar, Persema Malang, dan Persibo Bojonegoro mantan klub yang pernah keluar dari keanggotaan PSSI di masukkan kembali ke ISL, PSMS Medan dan Bontang FC di masukkan karena memiliki sejarah panjang dalam sepak bola Indonesia. Keputusan-keputusan ini sangat menodai nilai-nilai profesionalisme dalam berkompetisi. Menyakiti klub yang telah berdarah-darah mengikuti divisi utama yang berjuang untuk masuk ke dalam ISL.
Sekarang yang masih hangatnya adalah tidak memasukkan pemain-pemain ISL kedalam skuad tim nasional. Puncaknya setelah beberapa kali tim nasional mengikuti kejuaran di luar negeri. Salah satunya adalah pertandingan terakhir tim nasional di pra piala dunia melawan Bahrain. Mereka dengan gengsinya enggan memanggil pemain-pemain yang sudah biasa tampil di tim nasional dan memiliki kualitas yang mumpuni.
Terjadilah puncak kekesalan para pecinta sepak bola setelah lamanya menahan benci terhadap kepengurusan baru di PSSI. Ya, tim nasional kalah dengan jumlah gol yang cukup besar, yaitu 10-0 melawan tim nasional Bahrain. Hampir semua orang menghujat keputusan PSSI yang enggan memanggil pemain-pemain berkelas di ISL. Bukan berarti menghakimi pemain yang membela tim nasional yang bermain di IPL kurang berkualitas. Tetapi hanya kecewa terhadap keegoisan PSSI seperti ini. Memang semua perjuangan tidak ada mengenal yang namanya sia-sia, namun itu berlaku hanya kepada pemain yang berjuang di atas lapangna hijau bukan kepada pengurus PSSI yang arogan.
Tentunya kita berharap kejadian ini berjalan panjang sampai ke tahun-tahun berikutnya. Semoga ini menjadi hal yang terakhir kali dalam catatan sejarah sepak bola tanah air. Selain kekalahannya juga termasuk pengurus PSSI yang semoga cepat berbenah untuk mengatasi permasalahan ini.
Ingat FIFA dan AFC membatasi konflik dualism liga di Indonesia sampai tanggal 22 maret 2012, dan berarti ini pun sebanarnya menandakan para pemain-pemain yang berlaga di ISL masih boleh membela tim nasional. Inipun yang dilakukan federasi sepak bolanya Malaysia terkait Safee Sali yang membela Pelita Jaya di ISL. Lagi pula tidak ada alasan untuk tidak memanggil pemain-pemain yang bermain di luar liganya PSSI, ingat Selandia Baru yang ikut serta Piala Dunia 2010 lalu di Afrika Selatan, tim nasionalnya terdapat pemain-pemain yang tidak berlaga di liga dalam negerinya.
Apa kalian tahu, disaat bersamaan Indonesia di bantai lawan Bahrain, Safee Sali pemain Malaysia yang bermain untuk Pelita Jaya di ISL masih bisa membela negaranya. Sangat menjijikan apa yang talah kau lakukan untuk bangsa ini bung Djohar, kepentingan siapa yang kau bawa, Aripin Panigoro atau bangsa…..
Semoga ini cepat berakhir….. salam persatuan dan kesatuan sepak bola tanah air. Hilangkan ego kalian wahai pengurus PSSI…. LAWAN!!!!!!
Memutar waktu kembali ke masa lalu, di waktu liganya tidak diakui oleh PSSI AP bersama komplotannya begitu ngotot menyatakan bahwa seluruh anak bangsa berhak membela tim nasional. Bahkan sampa Menteri Pemuda dan Olahraga pun membela pendapat ini. Sekrang setelah AP berkuasa melalui DA sebagai orang berpengaruh di tubuh PSSI mereka melakukan hal yang sama dengan keputusan pengurus PSSI sebelumnya, yakni melarang pemain untuk masuk tim nasional bagi yang bermain di liganya yang katanya di danai orang lama PSSI.
Semua berjalan bersama kemunafikan, ketika kita melawan pengurus PSSI yang saat ini sedang berkuasa malah kita di tuduh sebagai antek-anteknya penguasa lama. Sepak bola di tanah air kita telah tersandera oleh kepentingan-kepentingan di luar lapangan. Pengurus sebelumnya berkuasa bagaikan dictator yang tidak mau terima kritikan dari orang lain, pengurus yang baru membuat keputusan-keputusan yang mementingkan kepentingan konsorsiumnya.
Kita tidak pernah lupa, ketika DA naik ke tahta kekuasaan, mereka memutuskan untuk memasukkan klub-klub yang tidak layak bermain di kompetisi bergengsi di negeri ini yakni liga super Indonesia. Persebaya, PSM Makasar, Persema Malang, dan Persibo Bojonegoro mantan klub yang pernah keluar dari keanggotaan PSSI di masukkan kembali ke ISL, PSMS Medan dan Bontang FC di masukkan karena memiliki sejarah panjang dalam sepak bola Indonesia. Keputusan-keputusan ini sangat menodai nilai-nilai profesionalisme dalam berkompetisi. Menyakiti klub yang telah berdarah-darah mengikuti divisi utama yang berjuang untuk masuk ke dalam ISL.
Sekarang yang masih hangatnya adalah tidak memasukkan pemain-pemain ISL kedalam skuad tim nasional. Puncaknya setelah beberapa kali tim nasional mengikuti kejuaran di luar negeri. Salah satunya adalah pertandingan terakhir tim nasional di pra piala dunia melawan Bahrain. Mereka dengan gengsinya enggan memanggil pemain-pemain yang sudah biasa tampil di tim nasional dan memiliki kualitas yang mumpuni.
Terjadilah puncak kekesalan para pecinta sepak bola setelah lamanya menahan benci terhadap kepengurusan baru di PSSI. Ya, tim nasional kalah dengan jumlah gol yang cukup besar, yaitu 10-0 melawan tim nasional Bahrain. Hampir semua orang menghujat keputusan PSSI yang enggan memanggil pemain-pemain berkelas di ISL. Bukan berarti menghakimi pemain yang membela tim nasional yang bermain di IPL kurang berkualitas. Tetapi hanya kecewa terhadap keegoisan PSSI seperti ini. Memang semua perjuangan tidak ada mengenal yang namanya sia-sia, namun itu berlaku hanya kepada pemain yang berjuang di atas lapangna hijau bukan kepada pengurus PSSI yang arogan.
Tentunya kita berharap kejadian ini berjalan panjang sampai ke tahun-tahun berikutnya. Semoga ini menjadi hal yang terakhir kali dalam catatan sejarah sepak bola tanah air. Selain kekalahannya juga termasuk pengurus PSSI yang semoga cepat berbenah untuk mengatasi permasalahan ini.
Ingat FIFA dan AFC membatasi konflik dualism liga di Indonesia sampai tanggal 22 maret 2012, dan berarti ini pun sebanarnya menandakan para pemain-pemain yang berlaga di ISL masih boleh membela tim nasional. Inipun yang dilakukan federasi sepak bolanya Malaysia terkait Safee Sali yang membela Pelita Jaya di ISL. Lagi pula tidak ada alasan untuk tidak memanggil pemain-pemain yang bermain di luar liganya PSSI, ingat Selandia Baru yang ikut serta Piala Dunia 2010 lalu di Afrika Selatan, tim nasionalnya terdapat pemain-pemain yang tidak berlaga di liga dalam negerinya.
Apa kalian tahu, disaat bersamaan Indonesia di bantai lawan Bahrain, Safee Sali pemain Malaysia yang bermain untuk Pelita Jaya di ISL masih bisa membela negaranya. Sangat menjijikan apa yang talah kau lakukan untuk bangsa ini bung Djohar, kepentingan siapa yang kau bawa, Aripin Panigoro atau bangsa…..
Semoga ini cepat berakhir….. salam persatuan dan kesatuan sepak bola tanah air. Hilangkan ego kalian wahai pengurus PSSI…. LAWAN!!!!!!
sosial media yang sehat
Di dunia yang semakin berkembang ini kita tidak bisa menolak dari kemajuan teknologi yang terus di kembangkan oleh dnuia barat. Kita tidak bisa menolaknya, tanpa kita sadari teknologi yang telah mereka kembangkan telah masuk kedalam kehidupan pribadi kita. Hand phone yang telah menjadi teman keseharian kita dalam menjalani kehidupa ini merupakan dari teknologi yang mereka kembangkan.
Yang menjadi pusat perhatian saya disini adalah bukan masalah teknologinya melainkan bagaimana persiapan kita dalam menghadapi dan menggunakan teknologi itu sendiri sesuai dengan kebutuhan kita. Boleh menikmati tetapi jangan sampai kita menjadi candu terhadap sebuah teknologi. Produk teknologi yang terbaru adalah sebuah media baru atau yang lebih kita kenal dengan internet.
Tidak mengherankan bila teknologi ini menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi penduduk kita. Di internet kita bias mengenal yang namanya jejaring social yang telah menghubungkan kita dengan sahabat, teman, atau pun saudara untuk tetap menjalin komunikasi walau dalam jarak yang cukup jauh. Pada tahun 2009 saja pengguna internet di Negara kita mencapai 30 juta orang, sekarang sudah di tauh 2012 bayangkan sudah berapa orang yang menggunakan internet dalam kehidupan kesehariannya. Kita tidak bias menolak kenyataan ini, penduduk kita begitu banyak yang menggunakan internet. Lalu apa yang perlu kita khawatirkan dengan kemajuan ini? Ya dunia tanpa batas ini mampu membawa dampak negative untuk penggunanya, diantaranya pornografi, penipuan, penculikan dan sebagainya.
Yang menjadi tantangan kita dari dampak tersebut bagaimana kita memberikan pendidikan terhadap pengguana internet untuk menjadi khalayak yang berkualitas ketimbang hanya menjadi konsumen belaka. Pemahaman terhadap internet lah yang lebih penting untuk kita berikan kepada penduduk negeri ini ketimbang kita hanya sibuk mengurusi dampak negative dari internet. Jangan sampai kita melupakan peran ini, apalagi pemerintah selaku pimpinan tertinggi negeri ini. Belakangan ini kita hanya melihat pemerintah melalui Menkominfonya membuat kebijakan yakni memblock konten-konten situs porno dan mengawasi akun anonym di dunia twitter. Ya inilah beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah. Daripada kita sibuk dengan yang seperti itu, ada baiknya kita melakukan perkenalan kepada khalayak tentang manfaat-manfaat yang bias diraih dari internet.
Pengenalan terhadap konsep New Media
Yang pertama adalah komunitas virtual yang dikemukakan oleh Kollock dan Smith seperti yang ada pada power point bahan perkuliahan sosokomas (sosiologi komunikasi massa) yang diberikan oleh Gun-gun Heryanto, Kollock dan Smith mengungkapkan komunitas virtual adalah “sekelompok orang-orang yang berinteraksi untuk berbagi informasi di dunia maya, mendiskusikan kepentingan bersama. Mereka memiliki potensi untuk mendukung dan memecahkan persoalan bersama-sama”.
Biasanya ini terdapat pada grup-grup yang di buat khusus untuk membahas suatu permasalahan. Sering mengangkat sebuah permasalahan yang menyangkut kepentingan umum lalu didiskusikan. Tetapi, sayangnya grup-grup seperti ini tidak mampu menarik minat pengguna internet (khususnya facebook) untuk bergabung. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyadarkan mereka untuk mengubah kebiasaan mereka di dalam menggunakan internet. Selanjutnya adalah Public Sphere yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas, ia menjelaskan “melihat perkembangan wilayah sosial yang bebas dari sensor dan dominasi. Wilayah itu disebutnya sebagai “public sphere”, yakni semua wilayah yang memungkinkan kehidupan sosial kita untuk membentuk opini publik yang relatif bebas. Ini merupakan sejarah praktek sosial, politik dan budaya yakni praktek pertukaran pandangan yang terbuka dan diskusi mengenai masalah-masalah kepentingan sosial umum. Penekanannya mengenai pembentukan kepekaan (sense of public), sebagai praktik sosial yang melekat secara budaya.” Gagasan ini dialamatkan kepada satu hal yang sangat umum sekali, yaitu: rasio manusia. Menurut Agnes Heller (1982), rasio dalam pandangan Habermas adalah ‘rasio yang memihak’ yaitu rasio yang memiliki kepentingan emansipatoris.
Dengan sebab itu diharapkan kepada pengguna internet (khususnya yang berkaitan dengan social media) gunakanlah media ini sebagai ajang untuk membangun pengetahuan orang lain. Saatnya kita membangun peradaban manusia yang sehat akal pikirannya. Apalagi disini kita bisa membentuk opini public yang relative bebas dari sensor dan dominasi. Bebas dari sensor yakni kita bebas menuliskan apapun yang mampu membangun pengetahuan orang lain dan bebas dari dominasi yakni bebas dari peraturan orang-orang berkuasa seperti di media-media konvensional (televise, radio dan Koran). Ketika kita menuliskan sesuatu di media social anggaplah itu bukan untuk mencari popularitas semata dengan menulis disetiap waktu tetapi tidak berisi, tapi anggaplah ketika kita menuliskan sesuatu di social media sebagai ajang untuk membangun pengetahuan orang lain melalui pola pikir kita. Jangan yang penting menulis tetapi menulislah yang oenting di dunia social media.
Yang menjadi pusat perhatian saya disini adalah bukan masalah teknologinya melainkan bagaimana persiapan kita dalam menghadapi dan menggunakan teknologi itu sendiri sesuai dengan kebutuhan kita. Boleh menikmati tetapi jangan sampai kita menjadi candu terhadap sebuah teknologi. Produk teknologi yang terbaru adalah sebuah media baru atau yang lebih kita kenal dengan internet.
Tidak mengherankan bila teknologi ini menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi penduduk kita. Di internet kita bias mengenal yang namanya jejaring social yang telah menghubungkan kita dengan sahabat, teman, atau pun saudara untuk tetap menjalin komunikasi walau dalam jarak yang cukup jauh. Pada tahun 2009 saja pengguna internet di Negara kita mencapai 30 juta orang, sekarang sudah di tauh 2012 bayangkan sudah berapa orang yang menggunakan internet dalam kehidupan kesehariannya. Kita tidak bias menolak kenyataan ini, penduduk kita begitu banyak yang menggunakan internet. Lalu apa yang perlu kita khawatirkan dengan kemajuan ini? Ya dunia tanpa batas ini mampu membawa dampak negative untuk penggunanya, diantaranya pornografi, penipuan, penculikan dan sebagainya.
Yang menjadi tantangan kita dari dampak tersebut bagaimana kita memberikan pendidikan terhadap pengguana internet untuk menjadi khalayak yang berkualitas ketimbang hanya menjadi konsumen belaka. Pemahaman terhadap internet lah yang lebih penting untuk kita berikan kepada penduduk negeri ini ketimbang kita hanya sibuk mengurusi dampak negative dari internet. Jangan sampai kita melupakan peran ini, apalagi pemerintah selaku pimpinan tertinggi negeri ini. Belakangan ini kita hanya melihat pemerintah melalui Menkominfonya membuat kebijakan yakni memblock konten-konten situs porno dan mengawasi akun anonym di dunia twitter. Ya inilah beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah. Daripada kita sibuk dengan yang seperti itu, ada baiknya kita melakukan perkenalan kepada khalayak tentang manfaat-manfaat yang bias diraih dari internet.
Pengenalan terhadap konsep New Media
Yang pertama adalah komunitas virtual yang dikemukakan oleh Kollock dan Smith seperti yang ada pada power point bahan perkuliahan sosokomas (sosiologi komunikasi massa) yang diberikan oleh Gun-gun Heryanto, Kollock dan Smith mengungkapkan komunitas virtual adalah “sekelompok orang-orang yang berinteraksi untuk berbagi informasi di dunia maya, mendiskusikan kepentingan bersama. Mereka memiliki potensi untuk mendukung dan memecahkan persoalan bersama-sama”.
Biasanya ini terdapat pada grup-grup yang di buat khusus untuk membahas suatu permasalahan. Sering mengangkat sebuah permasalahan yang menyangkut kepentingan umum lalu didiskusikan. Tetapi, sayangnya grup-grup seperti ini tidak mampu menarik minat pengguna internet (khususnya facebook) untuk bergabung. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyadarkan mereka untuk mengubah kebiasaan mereka di dalam menggunakan internet. Selanjutnya adalah Public Sphere yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas, ia menjelaskan “melihat perkembangan wilayah sosial yang bebas dari sensor dan dominasi. Wilayah itu disebutnya sebagai “public sphere”, yakni semua wilayah yang memungkinkan kehidupan sosial kita untuk membentuk opini publik yang relatif bebas. Ini merupakan sejarah praktek sosial, politik dan budaya yakni praktek pertukaran pandangan yang terbuka dan diskusi mengenai masalah-masalah kepentingan sosial umum. Penekanannya mengenai pembentukan kepekaan (sense of public), sebagai praktik sosial yang melekat secara budaya.” Gagasan ini dialamatkan kepada satu hal yang sangat umum sekali, yaitu: rasio manusia. Menurut Agnes Heller (1982), rasio dalam pandangan Habermas adalah ‘rasio yang memihak’ yaitu rasio yang memiliki kepentingan emansipatoris.
Dengan sebab itu diharapkan kepada pengguna internet (khususnya yang berkaitan dengan social media) gunakanlah media ini sebagai ajang untuk membangun pengetahuan orang lain. Saatnya kita membangun peradaban manusia yang sehat akal pikirannya. Apalagi disini kita bisa membentuk opini public yang relative bebas dari sensor dan dominasi. Bebas dari sensor yakni kita bebas menuliskan apapun yang mampu membangun pengetahuan orang lain dan bebas dari dominasi yakni bebas dari peraturan orang-orang berkuasa seperti di media-media konvensional (televise, radio dan Koran). Ketika kita menuliskan sesuatu di media social anggaplah itu bukan untuk mencari popularitas semata dengan menulis disetiap waktu tetapi tidak berisi, tapi anggaplah ketika kita menuliskan sesuatu di social media sebagai ajang untuk membangun pengetahuan orang lain melalui pola pikir kita. Jangan yang penting menulis tetapi menulislah yang oenting di dunia social media.
kebebasan dalam pers
Selama hidupnya manusia tidak lepas dari komunikasi. Biasanya manusia dalam keadaan seperti ini akan mencari informasi yang seluas-luasnya untuk dia cari tahu dan komunikasikan dengan orang lain. Manusia tanpa mengetahui sebuah informasi tentang apapun itu akan tertinggal pengetahuannya dengan lingkungan di sekitarnya dan akan menjadi mahluk yang pasif dalam dunianya. Untuk itu biasanya kita membaca Koran, menonton televise, dan mendengarkan radio untuk memperoleh sebuah informasi. Biasanya yang menjadi andalan bagi kita adalah dengan cara membaca Koran, karena hampir disetiap isinya terdapat informasi-informasi terbaru mengenai seluruh bidang kehidupan, politik, ekonomi, maupun olah raga.
Yang menjadi perhatian adalah apakah semua media tadi berimbang dalam memberikan informasi. Biasanya kita menilai apa yang diberitakan oleh pers terdapat sebuah tujuan tertentu dari media tersebut untuk memojokkan seseorang. Itu tidak lagi lazim di Indonesia, karena hampir semua orang berkepentingan di negeri ini memiliki media sebagai alat pencitraan dirinya dan sebagai alat untuk memojokkan tokoh tertentu.
Kembali ke awal tujuan pers adalah sebagai alat untuk mengawasi orang-orang yang berada dalam lingkaran kekuasaan. Dalam konteks ini, mau tidak mau pers harus membela kepentingan masyarakat. Dalam hal mengawasi, biasanya pers menjadikan berita sebagai alat control social. Maksudnya jelas sebagai control social, yaitu memberitakan peristiwa yang buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya, dan ihwal yang menyalahi aturan: supaya berita buruk tidak berulang lagi dan keadaan berbuat baik serta menaati peraturan semakin tinggi. Maka, berita sebagai control social bisa disebut “berita buruk”.
“Berita buruk” kepada sebuah lembaga pemerintahan mampu membuat opini kepada public yang baru terhadap sebuah lembaga pemerintahan. Biasanya, “berita buruk” mampu merangsang pengawasan yang lebih besar terhadap lembaga tersebut dari masyarakat, dan mampu menimbulkan gagasan-gagasan baru dari masyarakat kepada lembaga tersebut untuk memperbaiki kinerja lembaga tersebut. Kalau “berita buruk” tidak disiarkan kepada public, maka bukan tidak mungkin public tidak akan bisa menimbulkan gagasan-gagasannya untuk lembaga pemerintahan dalam memperbaiki kinerjanya.
Dalam membicarakan pemberitaan yang disampaikan oleh media dan pers, apalagi mengenai “berita buruk” tadi, bukan tidak mungkin public akan menanyakan seberapa jauh kebebasan yang dimiliki oleh pers dalam mencari berita dan menyampaikannya kepada public. Kebebasan sendiri terdapat dua dimensi, bebas dari (freedom from) kekuasaan di luar dirinya, dan bebas untuk (freedom for) melakukan tindakan sesuai dengan tindakan yang dianggap benar nilainya dalam dirinya sendiri.
Dalam konteks kebebasan tersebut, pers dalam memperoleh kebebasan dari (freedom from) sudah memilikinya. Karena sudah tidak ada lagi lembaga yang menekan kinerja pers (lembaga media) dalam menjalankan kegiatannya. Tidak ada lagi yang melarang pers dalam mencari dan memberitakan sebuah informasi. Yang menjadi masalah adalah apakah semua pers sudah memiliki kebebasan untuk (freedom for) memberitakan informasi-informasi sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh wartawannya. Kembali kepada bahasan diatas, bahwa media di tanah air kini dimiliki ileh orang-orang yang memiliki kepentingan pribadi. Biasanya dalam konteks seperti ini, bagi orang yang memiliki media dan memiliki kepentingan pribadi dalam dirinya sendiri, sang pemilik akan menyeleksi isi berita yang dimiliki oleh si wartawan. Apabila berita tersebut melawan kepentingan sang pemilik media maka sang pemilik akan melarang wartawannya untuk menyampaikannya kepada public. Apabila masih ada pengaruh yang diberikan dari sang pemilik media seperti ini, sudah tidak ada lagi kebebasan jurnalistik bagi wartawan dalam menyampaikan informasi yang dianggap benar nilainya. Menyampaikan berita yang dianggap benar oleh sang wartawan merupakan kebebasan jurnalistik yang dimiliki oleh setiap wartawan. Medianya mungkin sudah bebas berdiri kapanpun dan dimanapun, namun bagi sang wartawan apakah sudah memiliki kebebasan jurnalistik untuk menyampaikan segala berita/informasi yang dianggap benar baginya.
Dalam buku Ana Nadhya Abrar (Analisis Pers: 2011) wartawan dalam menyiarkan beritanya memiliki batasan-batasan. Misalnya, dalam kode etik jurnalistik, UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dalam KUHP, dan batasan dalam peraturan yang terdapat dalam tempat mereka bekerja. Semua batasan ini bertujuan untuk menjadikan pelayanan mereka terhadap khalayak bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, media tempat mereka bekerja memiliki akuntabilitas public. Informasi yang diberitakan sebuah media yang miliki akuntabilitas akan membentuk pendapat yang rasional. Jika dipakai dalam kehidupan bermasyarakat, pendapat ini akan melahirkan partisipasi yang rasional pula.
Yang menjadi perhatian adalah apakah semua media tadi berimbang dalam memberikan informasi. Biasanya kita menilai apa yang diberitakan oleh pers terdapat sebuah tujuan tertentu dari media tersebut untuk memojokkan seseorang. Itu tidak lagi lazim di Indonesia, karena hampir semua orang berkepentingan di negeri ini memiliki media sebagai alat pencitraan dirinya dan sebagai alat untuk memojokkan tokoh tertentu.
Kembali ke awal tujuan pers adalah sebagai alat untuk mengawasi orang-orang yang berada dalam lingkaran kekuasaan. Dalam konteks ini, mau tidak mau pers harus membela kepentingan masyarakat. Dalam hal mengawasi, biasanya pers menjadikan berita sebagai alat control social. Maksudnya jelas sebagai control social, yaitu memberitakan peristiwa yang buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya, dan ihwal yang menyalahi aturan: supaya berita buruk tidak berulang lagi dan keadaan berbuat baik serta menaati peraturan semakin tinggi. Maka, berita sebagai control social bisa disebut “berita buruk”.
“Berita buruk” kepada sebuah lembaga pemerintahan mampu membuat opini kepada public yang baru terhadap sebuah lembaga pemerintahan. Biasanya, “berita buruk” mampu merangsang pengawasan yang lebih besar terhadap lembaga tersebut dari masyarakat, dan mampu menimbulkan gagasan-gagasan baru dari masyarakat kepada lembaga tersebut untuk memperbaiki kinerja lembaga tersebut. Kalau “berita buruk” tidak disiarkan kepada public, maka bukan tidak mungkin public tidak akan bisa menimbulkan gagasan-gagasannya untuk lembaga pemerintahan dalam memperbaiki kinerjanya.
Dalam membicarakan pemberitaan yang disampaikan oleh media dan pers, apalagi mengenai “berita buruk” tadi, bukan tidak mungkin public akan menanyakan seberapa jauh kebebasan yang dimiliki oleh pers dalam mencari berita dan menyampaikannya kepada public. Kebebasan sendiri terdapat dua dimensi, bebas dari (freedom from) kekuasaan di luar dirinya, dan bebas untuk (freedom for) melakukan tindakan sesuai dengan tindakan yang dianggap benar nilainya dalam dirinya sendiri.
Dalam konteks kebebasan tersebut, pers dalam memperoleh kebebasan dari (freedom from) sudah memilikinya. Karena sudah tidak ada lagi lembaga yang menekan kinerja pers (lembaga media) dalam menjalankan kegiatannya. Tidak ada lagi yang melarang pers dalam mencari dan memberitakan sebuah informasi. Yang menjadi masalah adalah apakah semua pers sudah memiliki kebebasan untuk (freedom for) memberitakan informasi-informasi sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh wartawannya. Kembali kepada bahasan diatas, bahwa media di tanah air kini dimiliki ileh orang-orang yang memiliki kepentingan pribadi. Biasanya dalam konteks seperti ini, bagi orang yang memiliki media dan memiliki kepentingan pribadi dalam dirinya sendiri, sang pemilik akan menyeleksi isi berita yang dimiliki oleh si wartawan. Apabila berita tersebut melawan kepentingan sang pemilik media maka sang pemilik akan melarang wartawannya untuk menyampaikannya kepada public. Apabila masih ada pengaruh yang diberikan dari sang pemilik media seperti ini, sudah tidak ada lagi kebebasan jurnalistik bagi wartawan dalam menyampaikan informasi yang dianggap benar nilainya. Menyampaikan berita yang dianggap benar oleh sang wartawan merupakan kebebasan jurnalistik yang dimiliki oleh setiap wartawan. Medianya mungkin sudah bebas berdiri kapanpun dan dimanapun, namun bagi sang wartawan apakah sudah memiliki kebebasan jurnalistik untuk menyampaikan segala berita/informasi yang dianggap benar baginya.
Dalam buku Ana Nadhya Abrar (Analisis Pers: 2011) wartawan dalam menyiarkan beritanya memiliki batasan-batasan. Misalnya, dalam kode etik jurnalistik, UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dalam KUHP, dan batasan dalam peraturan yang terdapat dalam tempat mereka bekerja. Semua batasan ini bertujuan untuk menjadikan pelayanan mereka terhadap khalayak bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, media tempat mereka bekerja memiliki akuntabilitas public. Informasi yang diberitakan sebuah media yang miliki akuntabilitas akan membentuk pendapat yang rasional. Jika dipakai dalam kehidupan bermasyarakat, pendapat ini akan melahirkan partisipasi yang rasional pula.
di balik teks berita
William S. Maulsby, yang dikutip oleh Djuroto dalam bukunya Manajemen Penerbitan Pers, menyatakan berita adalah, “sebagian suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta, yang mempunyai arti penting dan baru terjadi dan dapat menarik perhatian pembca kabar dan memuat berita tersebut. Dari definisi ini dapat dikatakan, bahwa berita itu adalah uraian atau peristiwa atau fakta kepada masyarakat secara benar dan dapat dipercaya serta mempunyai arti penting dalam suatu berita dan dapat menarik perhatian atau minat pembaca surat kabar, dan suatu berita tersebut harus memiliki nilai berita yang sangat penting dan apakah berita tersebut layak dimuat atau tidak.
Selama ini berita yang disampaikan oleh media elektronik maupun media cetak hanya dianggap sebagai sebuah representasi dari kenyataan. Kenyataan itu ditulis kembali dan ditransformasikan lewat berita. Ia bisa mengesampingkan keberpihakan dan pilihan moral sehingga apa yang diungkapkan murni fakta, bukan penilaian individu.
Pada dasarnya kita melihat isi berita benar-benar apa yang terjadi di lapangan saja, tanpa menyadari isi berita tersebut telah dimasukkan pandangan-pandangan wartawan. Naskah berita biasanya kita anggap sebagai realitas murni tanpa ada unsure pandangan tersendiri dari wartawan. Wartawan cenderung memasukkan pendapat pribadinya kedalam sebuah teks berita.
Dalam pandangan konstruktivis wartawan tidak bisa menyembunyikan keberpihakannya, karena ia merupakan bagian intrinsic dalam pembentukan berita. Di sini wartawan bukan sebagai palapor yang hanya memindahkan realitas ke dalam sebuah berita. Di dalam pemberitaan wartawan memang tidak hanya memindahkan realitas yang terjadi di dalam masyarakat ke dalam sebuah berita, tetapi wartawan juga menafsirkan realitas yang terjadi sesuai penafsiran mereka sendiri baru mereka masukkan ke dalam berita. Hal ini terjadi karena pemberitaan berimbang sulit bersaing dengan pemberitaan memihak, karena pembaca cenderung membaca apa yang memang ingin dibacanya, bukan apa yang seharusnya dibaca.
Lalu setelah kita mengetahui bahwa isi berita terdapat penafsiran wartawan yang dimasukkan kedalam isi berita, apakah isi berita langsung masuk kedalam benak khalayak? Seperti model komunikasi jarum hypodermis yang menyatakan ketika khalayak diterpa oleh teks berita maka apa yang ada dalam teks tersebut langsung masuk kedalam benak khalayak.
Ketika kita menghadapi sebuah isi berita kita berada dalam posisi yang dilematis, yaitu terdapat masalah antara sikap pribadi atau sikap kelompok yang ingin dipakai pendapatnya. Dalam masalah ini yang seing menjadi pemenang adalah sikap kelompoklah yang akan kita pakai pendapatnya. Karena khalayak merupakan anggota kelompok social, baik kelompok primer maupun sekunder.
Biasanya kelompok-kelompok social mampu mempengaruhi sikap anggotanya setelah diterpa naskah berita, bagaimana khalayak harus mengiterpretasikan pesan yang disampaikan media, bahak setiap kelompok mampu menentukan sejauh mana anggotanya untuk memodifikasi perilakunya sesuai dengan isi berita.
Setelah melihat penjelasan diatas, kita mulai meragukan apa yang dikatakan oleh model jarum hypodermis. Ketika kita membaca isi berita berarti kita tidak langsung diterpa oleh berita tersebut, melainkan kita membandingkan terlebih dahulu dengan sikap kelompok social kita. Berarti model yang tepat untuk kita gunakan dalam menilai isi berita mampu masuk kedalam benak pembacanya menggunakan model two step flow.
Selama ini berita yang disampaikan oleh media elektronik maupun media cetak hanya dianggap sebagai sebuah representasi dari kenyataan. Kenyataan itu ditulis kembali dan ditransformasikan lewat berita. Ia bisa mengesampingkan keberpihakan dan pilihan moral sehingga apa yang diungkapkan murni fakta, bukan penilaian individu.
Pada dasarnya kita melihat isi berita benar-benar apa yang terjadi di lapangan saja, tanpa menyadari isi berita tersebut telah dimasukkan pandangan-pandangan wartawan. Naskah berita biasanya kita anggap sebagai realitas murni tanpa ada unsure pandangan tersendiri dari wartawan. Wartawan cenderung memasukkan pendapat pribadinya kedalam sebuah teks berita.
Dalam pandangan konstruktivis wartawan tidak bisa menyembunyikan keberpihakannya, karena ia merupakan bagian intrinsic dalam pembentukan berita. Di sini wartawan bukan sebagai palapor yang hanya memindahkan realitas ke dalam sebuah berita. Di dalam pemberitaan wartawan memang tidak hanya memindahkan realitas yang terjadi di dalam masyarakat ke dalam sebuah berita, tetapi wartawan juga menafsirkan realitas yang terjadi sesuai penafsiran mereka sendiri baru mereka masukkan ke dalam berita. Hal ini terjadi karena pemberitaan berimbang sulit bersaing dengan pemberitaan memihak, karena pembaca cenderung membaca apa yang memang ingin dibacanya, bukan apa yang seharusnya dibaca.
Lalu setelah kita mengetahui bahwa isi berita terdapat penafsiran wartawan yang dimasukkan kedalam isi berita, apakah isi berita langsung masuk kedalam benak khalayak? Seperti model komunikasi jarum hypodermis yang menyatakan ketika khalayak diterpa oleh teks berita maka apa yang ada dalam teks tersebut langsung masuk kedalam benak khalayak.
Ketika kita menghadapi sebuah isi berita kita berada dalam posisi yang dilematis, yaitu terdapat masalah antara sikap pribadi atau sikap kelompok yang ingin dipakai pendapatnya. Dalam masalah ini yang seing menjadi pemenang adalah sikap kelompoklah yang akan kita pakai pendapatnya. Karena khalayak merupakan anggota kelompok social, baik kelompok primer maupun sekunder.
Biasanya kelompok-kelompok social mampu mempengaruhi sikap anggotanya setelah diterpa naskah berita, bagaimana khalayak harus mengiterpretasikan pesan yang disampaikan media, bahak setiap kelompok mampu menentukan sejauh mana anggotanya untuk memodifikasi perilakunya sesuai dengan isi berita.
Setelah melihat penjelasan diatas, kita mulai meragukan apa yang dikatakan oleh model jarum hypodermis. Ketika kita membaca isi berita berarti kita tidak langsung diterpa oleh berita tersebut, melainkan kita membandingkan terlebih dahulu dengan sikap kelompok social kita. Berarti model yang tepat untuk kita gunakan dalam menilai isi berita mampu masuk kedalam benak pembacanya menggunakan model two step flow.
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengenai Saya
- ahmad fauzi
- bekasi, jawa barat, Indonesia
- sedang berproses, sederhana dan membumi. follow twitter: @ojiwae